Ahok Dituntut Rendah, Fadli Zon Sindir Jaksa Agung
JAKARTA-Terdakwa penodaan agama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hanya dituntut satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun. Jaksa tidak menuntut Ahok sebagaimana di dakwaan awal pasal 156 a KUHP. Ahok hanya dinyatakan melanggar pasal 156 KUHP. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menjelaskan, sejak awal persoalannya adalah jaksa agung yang berasal dari partai politik (Nasdem) pasti punya kepentingan politik. Dia menegaskan, tidak bisa 100 persen independen atau mau menegakkan hukum. “Pasti ada kepentingan-kepentingan di baliknya. Untuk itulah perlu dievaluasi,” kata Fadli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4). Dia mengatakan, sejak awal pengangkatan jaksa agung memang akan menimbulkan masalah. Dan terbukti, Fadli menegaskan, setelah 2,5 tahun lebih menjabat terlihat jelas masalahnya. Misalnya, dia mencontohkan, masalah penegakan hukum tidak membuat rasa keadilan masyarakat terjaga dan terjamin. “Termasuk di dalam kasus yang ramai saat ini terkait tuntutan ringan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (dalam perkara) penistaan agama,” kata Fadli. Bagaimana jika Presiden Joko Widodo tidak mengganti Jaksa Agung? Fadli memahami bahwa reshuffle merupakan hak prerogatif presiden. Dia menegaskan, presiden punya hak mengevaluasi anggota kabinetnya, termasuk jaksa agung. Tentu kalau tidak direshuffle presiden berarti merasa puas atau menganggap orang itu cocok berada di situ. Bisa juga itu sesuai dengan kepentingan presiden. Namun, Fadli mengatakan, jika mau menegakkan hukum seadil-adilnya, maka para independesi penegak hukum itu harus ditegakkan tidak terpengaruh kepentingan-kepentingan politik. “Sehingga tak ada keributan dan kegaduhan di masyarakat,” pungkas wakil ketua umum Partai Gerindra ini. Sementara itu, perwakilan massa Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI menyambangi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Gajah Mada, Jakarta Pusat, Jumat (28/4). Mereka tiba di sana sekitar pukul 14.30 WIB. Massa sempat menyampaikan orasi di depan PN Jakarta Utara. Setelah itu, sebanyak sepuluh perwakilan GNPF bertemu dengan Humas PN Jakarta Utara Hasoloan Sianturi. Salah satunya adalah Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam Bernard Abdul Jabbar. Pertemuan berlangsung sekitar 30 menit. Dalam pertemuan itu, perwakilan GNPF MUI menyampaikan terkait perkara dugaan penodaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Vonis akan dibacakan oleh majelis hakim Selasa (9/5) mendatang. "Kami sudah sampaikan dari Forum Umat Islam, GNPF, dan ormas lainnya. Kami ?sudah sampaikan mohon supaya nanti ketika hakim memutuskan maka tidak ada intervensi apa pun," kata Bernard di PN Jakarta Utara. Selain itu, Bernard menyatakan, ?massa juga meminta hakim untuk mengadili dan memutuskan sesuai aturan hukum yang berlaku.Mereka memohon Ahok dihukum maksimal. "Mudah-mudahan Insya Allah menjadi suatu jalan, kami menginginkan keadilan di negeri ini. Hukum tidak tebang pilih, hukum menjadi panglima ke depan," tutur Bernard. Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Hasoloan Sianturi tidak mengetahui apakah majelis hakim akan memberikan vonis lebih tinggi daripada tuntutan jaksa penuntut umum kepada terdakwa perkara dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. "Itu kita lihat nanti. Kami tidak tahu apa yang menjadi kewenangan majelis hakim," kata Hasoloan di PN Jakut, Gajah Mada, Jakarta Pusat, Jumat (28/4). Menurut Hasoloan, mengenai putusan terhadap Ahok diserahkan kepada majelis hakim yang menangani perkara. "Kami serahkan nanti ke majelis hakim," ucapnya. Ahok dituntut satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun oleh jaksa penuntut umum. Jaksa yakin Ahok terbukti bersalah. Dia melanggar Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Majelis hakim PN Jakarta Utara menjadwalkan sidang pembacaan putusan Ahok pada Selasa (9/5) mendatang. Sidang berlangsung di Auditorium Kementerian Pertanian. (jpnn)
Sumber: