Kemendagri Yakinkan Semua Pemilih Terakomodasi

Kemendagri Yakinkan Semua Pemilih Terakomodasi

JAKARTA – Warga negara Indonesia yang berniat menggunakan hak pilih pada pemilu tahun depan harus semakin proaktif. Khususnya bagi mereka yang tidak memiliki kartu identitas berupa KTP-el dan tidak tercatat di daftar pemilih tetap. Mereka harus segera merekam data untuk dibuatkan KTP-el agar tidak kehilangan hak pilih. Kemendagri juga memastikan bakal proaktif untuk merekam data warga. WNI yang wajib memiliki KTP-el berdasar data Kemendagri adalah 185.249.711 orang. Sementara yang sudah merekam data 180.433.385 orang. “Itu kondisi semester I 2017. Kami sedang meng-update untuk semester II 2017,” terang Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan Suhajar Diantoro saat rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi II DPR kemarin (29/8). Pihaknya juga berupaya menuntaskan perekaman, khususnya bagi warga yang tinggal di daerah-daerah terpencil. Termasuk memersuasi yang tidak bersedia direkam agar mau didata dan dibuatkan KTP-el. Pihaknya sudah mendatangi beberapa suku di pedalaman untuk jemput bola merekam data penduduk agar mereka memiliki KTP-el. Di luar itu, Suhajar meyakinkan bahwa pelayanan perekaman dan pencetakan KTP-el relatif tidak memiliki kendala. Bahkan, pemilih yang pada hari H pemungutan suara nanti baru berulang tahun ke-17 dipastikan bakal mendapat KTP-el. Dengan begitu, mereka bisa mendapatkan hak pilih. “Jumlahnya di seluruh Indonesia 12.274,” lanjutnya. Data mereka akan direkan beberapa hari menjelang pemungutan suara dan KTP-elnya langsung dicetak. Namun, mereka akan menerima KTP-el tersebut pada hari ulang tahunnya. Sebab, UU melarang penduduk yang belum berusia 17 tahun mendapatkan KTP. Sementara itu, KPU juga menjamin para pemilih tidak akan dipersulit dalam menggunakan hak suaranya. Selama mereka tercatat di daftar pemilih tetap (DPT) akan dimudahkan. “Kalau tidak bawa KTP-el, ya bisa pakai identitas lain. Misalnya, SIM,’’ terang Komisioner KPU Ilham Saputra setelah RDP. Namun, bila tidak memiliki KTP-el dan tidak tercatat di DPT, dengan terpaksa dia tidak bisa menggunakan hak pilihnya. UU Pemilu mengatur syarat penggunaan KTP-el secara mutlak untuk mencegah potensi data ganda dalam DPT. Dengan begitu, tidak ada pemilih yang bisa menggunakan hak suara lebih dari sekali. Komisioner KPU lainnya, Viryan Azis, menjelaskan bahwa pada pemilihan sebelumnya, ada potensi manipulasi data pemilih. Itu terjadi bila tidak didaftar dengan dokumen kependudukan yang meyakinkan. “Itu untuk memastikan bahwa pemilih tersebut benar-benar ada,” terangnya. Sebagai gambaran, pada Pilkada 2015, cukup banyak penggunaan surat keterangan domisili untuk bisa menggunakan hak pilih. “Dikeluarkan oleh RT atau dari kantor kelurahan (dan desa),” lanjutnya. Karena rawan manipulasi, sejak pembentukan UU 10 Tahun 2016 tentang Revisi UU Pilkada, ketentuan penggunaan surat keterangan domisili dilarang. Sebagai gantinya, ada penegasan bahwa yang diizinkan ialah menggunakan KTP-el dan surat keterangan sebagai bukti telah merekam data KTP-el. Itu pun pemberlakuannya hanya sampai Desember 2018. Sejak awal Januari 2019, hanya KTP-el yang diakui sebagai dokumen kependudukan yang sah. (jpg/bha)

Sumber: