Rencana Pembatasan Impor Diprotes
Jakarta -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengeluhkan rencana pemerintah untuk membatasi impor bahan baku dan barang modal. Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan rencana tersebut justru kontraproduktif dengan upaya menggenjot ekspor produk asal Indonesia. "Karena kalau mau meningkatkan ekspor gimana mau mengurangi impor bahan baku, kan tidak mungkin dong," terang dia seperti dikutip CNNIndonesia.com, Kamis (26/7). Menurut dia pemerintah perlu berhati-hati jika ingin mengurangi impor bahan baku dan barang modal. Ia mengerti alasan pemerintah melakukan kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi defisit neraca dagang. Sepanjang semester pertama tahun ini, neraca perdagangan tercatat defisit US$1,02 miliar. Defisit tersebut sebenarnya sudah lebih rendah dibandingkan posisi Januari hingga Mei 2018 yang mencapai US$2,83 miliar. Data BPS menunjukkan impor bahan baku/penolong pada semester pertama tahun ini naik 21,54 persen dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi US$66,49 miliar. Sedangkan barang modal, naik 31,84 persen menjadi US$14,37 miliar. "Kalau saya sih ini (pembatasan impor) enggak bisa melihat cuma sekedar untuk memperbaiki defisit karena kita butuh bahan bakunya," terang dia. Nantinya, kata dia dampaknya akan jangka panjang apabila bahan baku yang dibatasi impornya tidak tepat. Pengusaha bakal kesulitan untuk memproduksi barang-barang ekspor dan pada akhirnya mereka akan kehilangan pasar di luar negeri. Hal itu kata Shinta harus dipertimbangkan oleh pemerintah dalam memutuskan barang-barang modal dan bahan baku yang akan dibatasi impornya. "Kalau kami enggak bisa produksi barang ekspor tersebut, kemudian ekspornya batal dan pembelinya pindah ke market lain kan bisa dong," terang Shinta. Menurut dia pemerintah dan pengusaha perlu duduk bersama untuk merumuskan barang-barang baku yang dibatasi impornya. Pasalnya saat ini kebijakan tersebut baru di level rencana dan pengusaha belum mendapat kejelasan akan hal itu. Kedepannya, kata Shinta, pemerintah perlu memastikan bahan baku dan barang modal yang dibatasi tersebut dapat disubstitusi dari dalam negeri. Barang substitusi itu juga harus mempunyai harga dan kualitas yang minimal sama dengan yang sebelumnya diimpor. Maklum, sampai saat ini industri di Indonesia masih belum mampu untuk memproduksi barang modal dan bahan baku untuk kebutuhan industri. "Kami musti lihat apa ada bahan baku yang bisa untuk alternatif? Harga juga musti kami lihat, harus kompetitif karena nanti kan ada pengaruh ke harga ekspornya," jelas Shinta. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah akan berhati-hati mengelola laju impor bahan baku agar tak memengaruhi produksi industri manufaktur. "Saya tidak mau bilang buru-buru yang mana (yang dibatasi). Kami masih mau cari mana yang bisa dikurangi, yang tidak memengaruhi produksi," ujarnya, seperti dilansir Antara, Kamis (5/7). Ia melanjutkan upaya meneliti dan menyeleksi impor tersebut bertujuan untuk membenahi neraca perdagangan yang defisit. "Pertama-tama, sebenarnya sebelum (berdampak pada) transaksi berjalan, neraca perdagangan dulu atau ekspor impor barang, yang memang enam bulan terakhir ini defisit," imbuh Darmin. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan meneliti kebutuhan impor secara lebih selektif supaya benar-benar menjadi sesuatu yang mendukung perekonomian Indonesia. Langkah untuk meneliti impor tersebut merupakan upaya koreksi terhadap sentimen negatif yang menyebabkan tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sri Mulyani mengatakan seleksi impor tersebut juga dapat melihat apakah impor bahan baku dan bahan penolong selama ini mampu digunakan untuk menunjang produksi.(cnn/ant)
Sumber: