Hari Anak Nasional 2018, Bullying Masih Jadi Momok Anak
Di samping isu-isu pendidikan lain, masalah bullying dan kekerasan di sekolah tak kunjung reda. Korban terus berjatuhan. Korban jiwa, fisik, dan psikis tidak berkurang. Komisioner KPAI Rita Pranawati menegaskan, delapan dari 10 anak pernah menjadi korban bullying atau perundungan di sekolah. “Di HAN 2018 ini, kami (KPAI-red) menggalakan kampanye Stop Bullying. Tercatat sepanjang 2018 hingga mei lalu, ada 161 kasus kekerasan anak berada di lingkungan sekolah. Itu mungkin yang baru terlihat, tercatat dan terlapor. Belum yang jauh dari jangkauan,” ungkap Rita saat dihubungi Tangerang Ekspres, Senin (23/7). Ia pun menjelaskan dari 161 kasus, ada 22,4 persen kasus anak menjadi korban bullying. Kemudian ada 25,5 persen anak menjadi pelaku bullying. Dengan rincian lainnya korban tawuran 14,3 persen, anak pelaku tawuran 19,3 persen dan anak korban kebijakan. Seperti, pungli, dikeluarkan dari sekolah, tidak boleh ikut ujian hingga putus sekolah sebanyak 18,7 persen. “KPAI menerima lebih dari 26 ribu kasus anak pada rentang waktu tahun 2011 hingga 2018 ini. Yang mendominasi adalah kasus anak yang berhadapan dengan kasus hukum, kasus anak dengan kekerasan di dalam keluarga dan tetringgi kasus bullying,” tambahnya Rita menjelaskan, peran orang dewasa dalam munculnya kasus bullying di sekolah cukup tinggi. Anak-anak di sekolah banyak menirukan perilaku kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa. “Kami punya data bahwa 45 persen siswa laki-laki menyebutkan guru atau petugas sekolah adalah pelaku kekerasan. Itu tandanya orang dewasa adalah contoh terbesar mereka,” jelas Rita. Dengan itu, menghapus kasus bullying bukan perkara pada anak. Tetapi juga sikap, etika dan perilaku orang dewasa juga lah yang harus diperbaiki. Menjadi orang dewasa yang lebih sopan, santut dan beretika akan menghasilkan anak-anak Indonesia yang lebih beradab. “Todak mempertontonkan aksi aksi kekerasan kepada anak-anak. Baik bertengkar dengan anak atau membebaskan anak-anak melihat kekerasan melalui media sosial atau internet. 70 persen perilaku anak-anak itu adalah hasil mencontoh,” tegas Rita. Tahun ini KPAI melibatkan berapa pihak untuk kampanye stop bullying di sekolah. Diantaranya adalah menggandeng Young Lex sebagai duta Stop Bullying. Menurut Retno, Lex adalah sosok anak muda yang banyak pengikutnya di media sosial. Nah diantara sekian banyak pengikutnya itu, hatters atau pembencinya juga banyak. KPAI menilai Lex merupakan sosok yang tangguh menghadapi cyber bullying dari para hatters-nya. "Lex melawan pem-bully-nya dengan karya dan kerja keras," pungkas Retno.(bun)
Sumber: