KPK Tahan Atase Imigrasi KBRI Malaysia

KPK Tahan Atase Imigrasi KBRI Malaysia

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan Atase Imigrasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Malaysia, Dwi Widodo. Penahanan dilakukan usai Dwi menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dugaan suap terkait penerbitan paspor dengan metode reach out dan calling visa.

"Terkait penanganan kasus indikasi korupsi penerbitan paspor dan calling visa dilakukan penahanan tersangka DW untuk 20 hari ke depan penahanan dilakukan di Rutan Guntur," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan pers di kantornya, Jumat (21/4).
Sementara itu, Dwi Widodo telay keluar gedung KPK menuju Rutan Guntur sejak pukul 17.30 WIB. Keluar menggunakan rompi oranye, dia bungkam saat dimintai komentar oleh wartawan.
Kuasa Hukum Dwi Widodo, Yans Jailani mengatakan, penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Menurut dia, kliennya telah tiga kali menjalani pemeriksaan sebelum akhirnya ditahan. Meski demikian, Yan enggan mengomentari kasus yang menjerat kliennya. Termasuk, soal penerimaan uang yang disangkakan penyidik KPK. "Itu sudah materi perkara. Karena kalau memang ada karena kita tahu sendiri kan KPK punya alat bukti. Nanti mungkin akan disampaikan," ujar Yan. KPK menetapkan Atase Imigrasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Malaysia, Dwi Widodo sebagai tersangka pada 7 Februari lalu. Dwi diduga menerima suap sebesar Rp 1 miliar terkait penerbitan paspor dengan metode reach out dan calling visa. Atas perbuatannya, Dwi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. Modus yang diduga dilakukan Dwi adalah meminta pihak perusahaan sebagai agen atau sebagai makelar untuk memberikan sejumlah uang. Dia diduga melakukan pungutan yang melebihi tarif resmi pembuatan calling visa. Pengusutan perkara ini merupakan hasil kerja sama antara KPK dengan Malaysian Anti-Corruption Commission (MACC) yang bermula dari inspeksi pelayanan publik yang dilakukan MACC di Kuala Lumpur, Malaysia. Kerja sama dilakukan sejak pertengahan 2016 lalu. (Put/jpg)

Sumber: