Pelemahan Rupiah Picu Harga Telur

Pelemahan Rupiah Picu Harga Telur

Jakarta -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menilai kenaikan harga telur tak lepas dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Keoknya rupiah ke level Rp14.300 per dolar AS mempengaruhi harga pakan yang sebagian besar masih diimpor. Harga pakan yang semakin mahal pun mengakibatkan peternak tak optimal dalam memberi pakan ternaknya sehingga produksi telur menurun. Sebelumnya, Perhimpunan Insan Perunggasan (Pinsar) menyatakan penurunan produksi telur mencapai 10 hingga 20 persen dari produksi hari-hari biasa yang bisa mencapai sembilan ribu ton per hari. "Pinsar menyatakan bahwa harga pakan ternak naik, anak ayam umur sehari (day old chicks) juga naik," ujar Enggar di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (11/7). Untuk itu, Enggar mengaku akan mengajak penjual pakan ternak ayam untuk duduk bersama membahas kenaikan harga pakan dan menentukan kebijakan lebih lanjut. "Dengan adanya kenaikan harga pakan mereka untungnya berapa?" ujarnya. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), per hari ini, rata-rata harga telur ayam ras segar di pasar tradisional di seluruh Indonesia naik 0,75 persen dibandingkan kemarin atau sebesar Rp200 per butir menjadi Rp26.950 per kilogram (kg). Di pasar modern, rata-rata harga telur ayam ras segar melonjak 5,99 persen atau Rp1.650 menjadi Rp29.200 per kg. Sementara di tingkat pedagang besar, rata-rata harga telur ayam ras segar masih di kisaran Rp23.700 per kg atau naik 4,18 persen dibandingkan kemarin. Adapun sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian ke Petani dan Harga Penjualan ke Konsumen, harga acuan penjualan telur ayam ras ke konsumen ditetapkan sebesar Rp22 ribu per kg. Sementara itu, Pinsar mensinyalir lonjakan harga telur ayam akhir-akhir ini terjadi karena jumlah produksi telur ayam menurun. Ketua Umum Pinsar Singgih Januratmoko mengatakan bila produksi telur ayam biasanya sampai sembilan ribu ton per hari secara nasional, kini jumlahnya tergerus ribuan ton. "Produksi menurun disebabkan pakan yang kurang bagus," tutur Singgih seperti dikutip CNNIndonesia.com, Selasa (10/7) lalu. Hal itu terjadi karena kualitas bahan baku pakan kurang baik. Ditambah lagi, pemerintah telah melarang penggunaan Antibiotic Growth Promoters (AGP) atau antibiotik imbuhan pakan. Meski larangan penggunaan AGP diberlakukan sejak awal 2018, tetapi penurunan produktivitas itu begitu terasa sejak satu bulan terakhir. Namun, ia mengakui kenaikan harga telur ayam memang terjadi dalam pekan ini. Menurut Singgih, harga telur ayam di kandang atau sebelum dibawa ke pasaran sempat mencapai Rp25 ribu per kilogram (kg). Namun, ia mengklaim harga telur ayam di kandang sudah mulai turun menjadi Rp23 ribu per kg. Dalam kondisi seperti ini, sebenarnya sebagai peternak unggas Singgih mengaku mendapatkan untung lebih dari biasanya. Namun begitu, ia tetap prihatin dengan lonjakan harga telur ayam dan penurunan produktivitas. (cnn/agi)

Sumber: