Semua Daerah Bayar THR
JAKARTA--Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo menuturkan bahwa Kemenkeu terus melakukan pemantauan pembayaran tunjangan hari raya (THR) di sejumlah daerah. Dia memaparkan, hingga kemarin (7/6) pukul 17.00 WIB, sebanyak 431 daerah dari total 542 daerah, telah membayarkan THR kepada PNS, serta pejabat daerah, termasuk anggota DPRD. “Update progress pembayaran THR daerah tersebut dari hasil konfirmasi kami ke seluruh DPKAD (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah) atau BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Provinsi/Kabupaten/Kota seluruh Indonesia,” jelas Boediarso kemarin. Boediarso memerinci, sebanyak 27 provinsi telah menyelesaikam kewajibannya membayarkan THR daerah. Kemudian 76 kota juga tercatat telah mencairkan THR bagi para PNS di daerahnya. Sebanyak 328 kabupaten telah menyalurkan THR pada PNS di wilayahnya. Sementara sisanya, lanjut Boediarso, sebanyak 111 daerah, telah menjadwalkan pembayaran THR pada hari ini, 8 Juni 2018. Yakni terdiri dari tujuh provinsi, 17 kota dan 87 kabupaten. “Ini berarti semua daerah besok pagi (hari ini) sudah akan membayarkan THR sesuai yang diharapkan pemerintah,” ujarnya. Sementara Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin mengatakan, berdasarkan hasil konfirmasi dari dinas atau badan yang menangani pengelolaan keuangan dan aset daerah provinsi dan kabupaten/kota, sampai Rabu (6/6) lalu, semua daerah sudah menganggarkan THR dalam APBD masing-masing. Menurut dia, sampai kemarin (7/6), THR yang sudah atau terjadwal dibayarkan sebanyak 384 daerah atau 70,85 persen. Yang terdiri atas 25 provinsi, 66 kota, dan 293 kabupaten. “Bagi daerah yang baru menganggarkan THR sebesar gaji pokok atau yang lebih rendah dari penghasilan bulan Mei 2018, mereka berkomit untuk melakukan penyesuaian,” kata dia. Yaitu, dengan berpedoman pada Surat Menteri Dalam Negeri No. 903/3386/SJ pada 30 Mei 2018 dan Surat Menteri Dalam Negeri kepada Bupati/Walikota No. 903/3387/SJ pada 30 Mei 2018 tentang Pemberian THR dan Gaji 13 yang bersumber dari APBD. Syarifuddin mengatakan, penyesuaian tersebut dilakukan dengan pergeseran anggaran yang dananya bersumber dari belanja tidak terduga, penjadwalan ulang kegiatan, dan menggunakan kas yang tersedia. “Penyediaan anggaran THR tersebut dilakukan dengan cara mengubah penjabaran APBD tanpa menunggu perubahan APBD,” jelasnya. Selanjutnya, pemerintah daerah memberitahukan kepada pimpinan DPRD paling lambat satu bulan setelah dilakukan perubahan penjabaran APBD. “Baru setelah itu harus dimasukkan penganggarannya dalam Perubahan APBD,” lanjutnya. Dia menyatakan, pihaknya mengapresiasi semua daerah yang berkomitmen membayar THR. Menurut dia, pemerintah akan terus berkoordinasi dengan seluruh daerah dan memfasilitasi secara administratif terkait proses penyesuaian anggaran bagi daerah yang membutuhkan. Terpisah, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai tidak sinkronnya kebijakan pemerintah pusat atas jumlah THR yang harus diberikan kepada PNS dengan pemerintah daerah, menunjukkan ada problem terkait koordinasi. Wakil Ketua DPR bidang Kesra itu menilai perubahan alokasi anggaran oleh eksekutif di level apapun, tidak bisa dilakukan secara sepihak, melainkan harus disepakati bersama DPR. “Perubahan alokasi anggaran di tingkat pusat itu tidak mengikat APBD, yang memiliki mekanisme tersendiri yang independen dari pemerintah pusat,” kata Fahri. Fahri menyatakan, pembayaran THR dan gaji ke-13 kabupaten dan kota dapat menyelaraskan waktu pembayaran yang sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan dalam hal ini akan ditanggung oleh APBD setempat. Apabila pemerintah pusat ingin membuat keputusan atau kebijakan yang mengikat lembaga lain, tidak bisa serta merta, tetapi harus melalui mekanisme. “Itu lah sebabnya, harusnya THR itu jangan jadi isu politik, tetapi harusnya jadi isu kesejahteraan rakyat yang secara reguler ditetapkan melalui UU dan APBN serta APBD,” cetusnya. Sebab kalau kemudian jadi isu politik, sebut Fahri, situasi seperti saat ini terjadi. Pemberian THR kepada PNS menjadi berantakan karena daerah tidak bisa serta merta mengeluarkan anggarannya sebagaimana yang diminta pemerintah pusat. “Karena tidak semua daerah mempunyai kapasitas fiskal yang memadai untuk membiayai pencitraan yang dibuat pemerintah itu,” katanya. (jpg/bha)
Sumber: