Sistem Zonasi PPDB Akhiri Kasta Sekolah
TIGARAKSA – Kebijakan pemerintah pusat yang kembali menerapkan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2018 ini diapresiasi Dewan Pendidikan Kabupaten Tangerang. Prosesnya sudah berjalan tapi hiruk pikuk masih terjadi. Ada yang protes karena ingin anaknya sekolah di sekolan A tetapi sekolah terdekat hanya sekolah C dan D. "Puluhan tahun lamanya pemerintah telah membentuk kasta-kasta sekolah sehingga lahirlah istilah sekolah unggulan, sekolah andalan, sekolah teladan, sekolah percontohan, sekolah khusus hingga sekolah berstandar nasional dan sekolah berstandar internasional," kata Bunyamin, anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Tangerang, Selasa (6/6). Kenyataannya di lapangan, lanjutnya, kasta-kasta sekolah ini lebih banyak memberi dampak negatif dibanding dampak positifnya. Jika kasta-kasta sekolah ini dipertahankan maka mimpi pendidikan merata dan berkualitas tetap hanya menjadi mimpi. Mereka yang sukses lulus di sekolah unggulan akan memandang remeh siswa lulusan di sekolah rendahan atau buangan. Mereka yang hanya bisa lulus di sekolah buangan akan merasa rendah diri di hadapan siswa sekolah unggulan. Di Masyarakat, mereka pun akan mendapat stigma negatif karena bersekolah di sekolah buangan. "Baru menyebut nama sekolahnya, masyarakat sudah menjustifikasi mereka sebagai siswa bodoh, nakal dan susah diatur, sementara mereka yang sekolah di sekolah unggulan akan mendapat label anak baik, pintar dan penurut," tuturnya. Parahnya lagi, guru-guru terbaik, fasilitas terbaik dan segala pujian diberikan ke sekolah-sekolah unggulan itu sehingga mereka yang bodoh-nakal-susah diatur itu pun yang seharusnya dididik oleh orang hebat dengan pendekatan khusus, malah mendapatkan guru buangan, fasilitasnya tidak karu-karuan sehingga makin hancurlah mereka. Bunyamin meminta sekolah memerioritaskan siswa yang berada di wilayah terdekatnya dalam PPDB. Jangan sampai siswa yang radiusnya dekat dengan sekolah harus terlempar jauh karena kalah bersaing dalam nilai ujian nasional (UN). "Nilai UN jangan dijadikan syarat utama. Prioritaskan yang dekat biar mereka tinggal jalan kaki ke sekolah," ujar Bunyamin. Sayangnya imbauan tersebut tidak diindahkan. Faktanya, sekolah masih mengutamakan syarat nilai UN. (mas)
Sumber: