Hardiknas 2018, Kekerasan di Sekolah Masih Tinggi

Hardiknas 2018, Kekerasan di Sekolah Masih Tinggi

JAKARTA -  Di Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2018, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan keprihatinan mendalam atas berbagai kasus kekerasan yang masih terjadi di sekolah dan mencoreng dunia pendidikan. Mulai dari kasus kekerasan fisik, psikis sampai seksual yang terjadi di lingkungan sekolah. "Munculnya kasus kekerasan pendidikan, menimbulkan tanya masyarakat ada apa dengan pendidikan kita sehingga anak didik bisa berbuat demikian," kata Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam pernyataan resminya, Rabu (2/5). Berdasarkan Ikhtisar Eksekutif Startegi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016-2020 oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) terlihat bahwa kekerasan di satuan pendidikan cukup tinggi. Baik yang dilakukan guru pada siswa, siswa terhadap guru, maupun siswa terhadap siswa lainnya. Adapun datanya adalah sebagai 84 persen siswa pernah mengalami kekerasan di sekolah, 45 persen siswa laki-laki menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan.  Selain itu 40 persen siswa usia 13-15 tahun melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik oleh teman sebaya. Sebesar 75 persen siswa mengakui pernah melakukan kekerasan di sekolah. Selain itu, 22 persen siswa perempuan menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan. Dan, 50 persen anak melaporkan mengalami perundungan (bullying) di sekolah. Berdasarkan data KPAI dalam tri semester pertama tahun 2018, pengaduan di KPAI juga didominasi oleh kekerasan fisik dan anak korban kebijakan (72%). Sedangkan kekerasan psikis (9%), kekerasan financial atau pemalakan/pemerasan (4%) dan kekerasan seksual (2%). Selain itu, kasus kekerasan seksual oknum guru terhadap peserta didik yang viral di medi sosial mencapai 13 persen. "Umumnya kasus kekerasan seksual lebih banyak dilaporkan ke kepolisian. Kalaupun di laporkan ke KPAI biasanya KPAI akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan agar oknum guru pelaku dinonaktifkan dari tugasnya mengajar," bebernya. Terungkapnya berbagai kasus kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru terhadap anak didiknya menjadi tren awal tahun 2018. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak didik ternyata justru bisa menjadi tempat yang membahayakan anak-anak. Begitu juga guru yang seharusnya menjadi pendidik. "Trennya pun berubah, kalau sebelumnya korban kebanyakan anak perempuan, tetapi data terakhir di 2018 justru korban mayoritas anak laki-laki. Korban mayoritas berusia SD dan SMP," pungkasnya.(jpg)

Sumber: