Ojol Minta Tarif Naik
Para pengemudi ojek online masih terus menuntut hak dan perlindungan. Selama ini, mereka sering menjadi korban penolakan, khususnya di daerah. Mereka pun melakukan unjuk rasa di depan gedung DPR kemarin (23/4). Mereka meminta kenaikan tarif dan mendesak pemerintah merevisi undang-undang. Aksi demo ojek online dihadiri ribuan massa. Meski aksi itu direncanakan dimulai pukul 10.00, hujan yang mengguyur Jakarta sejak pagi sempat menunda aksi tersebut. Baru sekitar pukul 13.00 WIB, konvoi para pengemudi ojek online mulai datang dari arah Jalan Asia Afrika. Sebagian besar para pengemudi ojek online datang dengan melakukan long march. Sejumlah atribut seperti poster dan banner dibawa. Seperti banner bertuliskan desakan agar pemerintah melakukan audit forensik terhadap aplikator ojek online, lalu desakan untuk menaikkan tarif dasar ojek online, hingga revisi Undang-Undang Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Terkait tarif dasar, massa mengeluhkan tarif ojek online yang dipatok tidak sampai Rp 2.000 per kilometer. Besaran itu belum termasuk pajak 20 persen saat uang diterima dari aplikator. “Kalau ada nanti perwakilan yang masuk ke dalam tolong curhat sama wakil kita tarif Rp 1.200 (per km) cukup nggak sama kita? Parkir saja Rp 2.000,” teriak salah seorang orator. Mereka menuntut tarif paling bawah Rp 3.200. Usai berorasi, perwakilan massa diterima Komisi V. Pertemuan itu dipimpin langsung Ketua Komisi V Fary Djemy Francis. Politikus Partai Gerindra itu meminta perwakilan massa untuk menyampaikan keluhan dan tuntutan mereka. Azas Tigor Nainggolan, pendamping Forum Peduli Transportasi Online Indonesia (FPTOI) mengatakan, sampai sekarang keberadaan ojek online belum dilindungi. Banyak terjadi konflik. “Roda dua cukup tragis. Masalah menumpuk,” terang dia. Pihaknya pun meminta ada regulasi yang menjadi payung hukum. Salah satunya dengan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Menurut dia, saat undang-undang itu disahkan, angkutan online belum ada. Jadi, pembuatan aturan itu tidak mempertimbangkan keberadaan ojek online. Jadi, peraturan tersebut tidak mengakomodir kepentingan angkutan online. Tigor berharap, DPR bisa berinisiatif melakukan revisi undang-undang. “Kami mohon roda dua diperlakukan sama seperti roda empat yang menjadi angkutan umum,” terang dia. Reza Ardi Krisna, Sekjen Aspirasi Serikat Ojek Online Indonesia juga meminta Komisi V mendesak pemerintah membuat regulasi dan payung hukum untuk melindungi ojek online. “Kami ini juga rakyat, punya hak yang sama dalam mencari nafkah,” ungkap dia. Selama ini, pihaknya tidak mempunyai legalitas dalam melaksanakan pekerjaan. Status aplikator juga tidak jelas, apakah mereka itu perusahaan komunikasi atau perusahaan transportasi. Selama ini, lanjutnya, aplikator tidak pernah melibatkan para driver. Mereka bebas menentukan tarif, dan menentukan performa secara sepihak. Padahal, para pengemudi bukan lah pekerja, tapi mitra. Tidak ada regulasi yang jelas mengatur hubungan kemitraan antara operator dan pengemudi. Selain itu, lanjut dia, tidak ada jaminan kerja. Menurut Krisna, ada seorang pengemudi yang kecelakaan. Ternyata, Jasa Raharja tidak mau memberikan santunan, karena dianggap ojek online bukan kendaraan umum. Pihaknya dianggap ilegal, negara tidak mengakui, karena tidak ada payung hukum. “Padahal, kami bayar pajak,” urainya. Maka, dia pun mendesak agar pemerintah dan DPR membuat regulasi. Fary Djemy mengatakan, pihaknya akan segera memanggil menteri perhubungan, dan para aplikator untuk membahas persoalan tersebut. Politikus asal NTT itu menerangkan bahwa masalah ini bukan hal baru. “Sudah tiga tahun, tapi sampai sekarang tidak selesai,” ungkapnya. Revisi undang-undang merupakan pilihan yang tepat. Seharusnya, kata dia, hari ini komisinya mengundang menteri perhubungan, tapi pejabat itu tidak bisa hadir, karena sedang mendampingi Presiden Joko Widodo kunjungan kerja. Dia pun mengubah jadwal pertemuan Rabu (25/4) besok. Menanggapi aksi demo mitra driver online, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengungkapkan bahwa pihaknya menghargai hak para mitra pengemudi menyampaikan pendapat selama dilakukan secara damai dan dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku. Ridzki mengaku telah melaksanakan pertemuan dengan perwakilan mitra pengemudi Grab sudah mendengar aspirasi mitra yaitu mengenai kenaikan tarif. “Grab akan berusaha untuk mencarikan skema terbaik untuk menaikkan pendapatan mitra pengemudi Grab,” ujar Ridzki. Menurut Ridzki, teknologi yang terdapat dalam aplikasi Grab selalu berusaha menyeimbangkan jumlah pengemudi dan jumlah penumpang dengan menimbang banyak parameter. Melalui skema tarif yang dinamis, mitra pengemudi akan mendapatkan tarif perjalanan yang lebih tinggi seiring dengan kenaikan jumlah permintaan perjalanan. Selain itu, lanjut Ridzki, kebijakan tarif tidak bisa dikaitkan dengan kompetitor karena area tersebut tidak diatur. “Apabila kami menyepakati tarif dengan kompetitor terkait tarif itu, kami akan melanggar larangan kartel,” beber Ridzki. Larangan yang dimaksud, Ridzki menegaskan, adalah berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ridzki menegaskan pihaknya berusaha tidak hanya berfokus meningkatkan tarif tetapi juga melalui program-program lain yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para mitra. “Jika menaikkan tarif secara signifikan dikhawatirkan justru akan berpotensi menurunkan jumlah permintaan penumpang dan akan mengancam kelangsungan pendapatan ratusan ribu mitra pengemudi,” tambah Ridzki. (jpg/bha)
Sumber: