?1 NIK Dipakai 2,2 Juta Nomor HP
JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri mengungkap penyalahgunaan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk registrasi simcard prabayar. Tak tanggung-tanggung satu NIK dipakai untuk mendaftarkan 2,2 juta nomor HP. Dalam catatan Kemendagri, tercatat NIK itu didaftarkan untuk meregistrasi nomor-nomor di lima operator seluler, yakni Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, Hutchison 3 Indonesia (Tri), dan Smartfren. Registrasi nomor ponsel secara massal dengan menggunakan satu NIK itu diduga dilakukan oleh operator. Praktik itu dilakukan ketika masuk masa transisi kebijakan registrasi nomor prabayar di November 2017. Tudingan bahwa registrasi massal dan tidak wajar itu terjadi di operator disampaikan oleh Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh. “Pada nakal itu mas berbisnisnya,” katanya kemarin (10/4). Dia memastikan bahwa pendaftaran secara masal itu dilakukan dari gerai-gerai resmi milik operator. Dia menegaskan tidak mungkin registrasi jutaan nomor dengan satu NIK itu dilakukan sendiri oleh jempol penduduk. Namun dia mengatakan masih perlu untuk mendalami fenomena ini. Termasuk berkoordinasi dengan pihak operator seluler. Zudan menegaskan bahwa informasi identitas di KTP itu bukan informasi rahasia. Tetapi tidak boleh disalahgunakan penggunaannya. Registrasi nomor ponsel secara masal dilakukan oleh pihak operator juga dibenarkan oleh Ketua Umum Kesatuan Niaga Cellular Indonesia (KNCI) Qutni Tyasari. Dia menjelaskan secara teknis kartu perdana yang masih tersegel bisa dilakukan proses registrasi. Termasuk juga diisi paket-paket layanan. Dia menjelaskan registrasi kartu perdana yang masih tersegel itu diantaranya untuk memasukkan benefit. “Misalnya mau diisi kuota 10 GB. Itu (registrasi, Red) memungkinkan lewat sistem,” katanya. Nah yang jadi pertanyannya adalah, siapakah pihak yang memiliki sistem untuk registrasi kartu perdana tanpa membuka segel tersebut. “(Yang punya sistem, red) Itu operator. Operator yang punya,” tandasnya. Dia menegaskan pemilik outlet sejatinya juga kepanjangan dari operator seluler. Namun di tengah gonjang-ganjing adanya satu nomor NIK digunakan untuk registrasi 2,2 juga nomor ponsel, dia berharap publik tidak lantas mencari siapa pihak yang disalahkan. Sebab dia mengatakan data itu ditemukan ketika masa transisi penerapan kebijakan registrasi kartu prabayar. Yakni mulai November 2017 lalu. Dia menjelaskan pada masa transasi, bisa jadi masih ada praktik registrasi nomor ponsel secara massal. Qutni mengatakan angka 2,2 juta nomor ponsel itu sejatinya tidak bisa disebut besar. Sebab dia mengatakan dalam satu tahun, nomor ponsel yang beredar dan dijual dari seluruh operator mencapai 500 juta nomor perdana. Qutni mengatakan sejak tiga tahun terakhir terjadi pergeseran pola penggunaan nomor ponsel. Dia mengatakan pada saat ini pelanggan lebih memilih membeli nomor perdana untuk dinikmati benefit kuota internetnya. Setelah itu nomor dibuang dan membeli nomor baru lagi. “Siapapun yang meregistrasi, yang penting bisa dipertanggungjawabkan. Kecuali bahasanya 2,2 juta nomor itu teridentifikasi melakukan penipuan. Itu lain cerita,” katanya. Dia menegaskan adanya registrasi jutaan nomor dengan satu NIK itu belum tentu mengarah ke kejahatan. “Kenapa pada ribut,” katanya. Namun dia mengatakan aparat kepolisian tidak boleh menutup mata terkait praktik penyelewengan penggunaan data NIK. Misalnya kasus warga Gresik yang nomornya digunakan untuk registrasi 1,6 juta nomor, dia mempersilakan polisi untuk mengusutnya. Bahkan dia menyebut polisi harus segera menindaklanjuti untuk menggali alasan kenapa melakukan registrasi menggunakan nomor NIK orang lain. Vice President Corporate Communications Telkomsel Adita Irawati menegaskan bahwa dalam pelaksanaan registrasi prabayar, Telkomsel selalu berupaya mengikuti aturan dan ketentuan yang berlaku. Adita menceritakan, sejak awal November 2017, dengan adanya dinamika terkait aspirasi outlet, BRTI menerbitkan surat edaran yang memperbolehkan satu identitas milik outlet untuk registrasi lebih dari 3 (tiga) nomor perdana. “Tapi dalam perkembangannya setelah kami lakukan evaluasi, Telkomsel berinisiatif menutup pendaftaran lebih dari 3 (tiga) nomor tersebut pada bulan Maret 2018,” ujarnya saat dikonfirmasi kemarin (10/4). Menurut Adita, pada dasarnya sistem di Telkomsel tidak dapat mendeteksi adanya satu nomor identitas yang digunakan untuk registrasi ratusan ribu nomor simcard karena semua registrasi langsung diteruskan ke Dukcapil. “Setelah kami mendapatkan feedback dari Dukcapil, setiap nomor perdana yang terbukti melakukan penyalahgunaan identitas saat di registrasi, telah kami lakukan pemblokiran,” pungkasnya. Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys menuturkan pihaknya masih terus menelaah temuan registrasi satu NIK untuk jutaan kartu seluler. Mereka juga sedang mencari data-data yang terungkap kepada publik itu. “Kita masih menelaah angka-angka tersebut dan data-data terkait lainnya serta proses yang terjadi hingga bagaimana indikasi tersebut terjadi,” ujar dia kepada Jawa Pos, kemarin (10/4). Dia menuturkan aturan selama ini satu NIK memang hanya terbatas untuk tiga nomor seluler dari operator yang sama. Sedangkan untuk nomor keempat dan seterusnya bisa langsung datang ke gerai operator masing-masing. Terkait dengan wajar tidaknya jutaan nomor seluler dari satu NIK dengan operator yang sama itu dia enggan menanggapi lebih dalam. “Nah itu yang sedang ditelaah,” imbuh dia. Dalam rapat dengar pendapat Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri dengan DPR, ada kemungkinan NIK itu dipakai untuk mengaktifkan nomor-nomor seluler yang nyaris kedaluwarsa. Merza pun tidak menampik potensi tersebut. “Mungkin saja. Nanti kalau sudah kita telaah dan sinkronkan kita akan infokan,” ucap dia. Pria yang juga menjadi Presiden Direktur Smartfren Telecom itu juga masih menunggu laporan lebih terperinci terkait penggunaan satu NIK untuk ratusan ribu nomor Smartfren. Ketua DPR Bambang Soesatyo mennyatakan, satu NIK yang mempunyai jutaan nomor seluler itu bukan sesuatu yang sepele. “Penggunaan satu NIK untuk registrasi jutaan nomor ponsel prabayar merupakan hal serius yang harus dicegah agar tak berulang,” terang dia kemarin. Menurut dia, salah satu cara untuk mencegah agar kasus tersebut tidak berulang lagi adalah melalui legislasi, yaitu penyusunan undang-undang data pribadi. Dia pun meminta pemerintah segera mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Data Pribadi. RUU itu bisa dimasukkan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas, sehingga bisa secepatnya dibahas. Sebab, kasus penyalahgunaan dan kebocoran data semakin sering terjadi. Sementara itu pada kesempatan yang sama Ketua Cyber Law Center Sinta Dewi menuturkan jika Indonesia saatnya memiliki undang-undang perlindungan data pribadi. Dia berharap dalam undang-undang tersebut akan mengatur mekanisme atau cara pengumpulan data pribadi dan sanksi-sanksi jika tidak bisa menjaga keamanannya. (jpg/bha)
Sumber: