Status JC Setnov Terancam

Status JC Setnov Terancam

JAKARTA-Setya Novanto harap-harap cemas. Ini karena sebentar lagi, dia akan dituntut oleh JPU KPK, sebelum divonis oleh majelis hakim. Selain itu, mantan Ketua DPR tersebut juga harus menunggu status justice collaborator (JC)-nya, apakah dikabulkan atau sebaliknya justru ditolak oleh KPK. Bila dikabulkan KPK, Setnov bisa saja mendapat keringanan vonis pidana. Namun, jika tidak, hukuman bagi mantan Ketua DPR tersebut sangat mungkin semakin berat daripada tuntutan jaksa yang masih akan dibacakan Kamis (29/3) mendatang. Sesuai ketentuan perundang-undangan, syarat menjadi JC cukup berat. Sebab, pemohon JC harus bukan pelaku utama. Selain itu, dia harus lebih dulu mengakui kejahatan yang didakwakan di pengadilan. Pun, jaksa penuntut umum (JPU) harus menyatakan bahwa pemohon JC telah memberikan keterangan dan bukti yang siginifikan untuk pengembangan kasus dan mengungkap pelaku lain. Dari syarat-syarat JC itu, Setnov masih belum layak menjadi JC. Sebab, sampai akhir sidang pemeriksaan terdakwa Kamis (22/3) lalu, suami Deisti Astriani Tagor tersebut belum juga mengakui seluruh perbuatannya. Dia hanya mengakui beberapa saja. Antara lain, soal pertemuan dengan Diah Anggraeni, Irman, Sugiharto serta Andi Narogong dan Johannes Marliem. Menanggapi hal ini, peneliti ICW Emerson Yuntho mengatakan, keterangan Setnov dalam kasus e-KTP sangat berpengaruh terhadap permohonan JC tersebut. Salah satunya soal keterangan nama-nama politisi lain yang diduga terlibat dalam proyek e-KTP. Bila keterangan itu dinilai membantu penyidikan KPK, bisa saja JC tersebut dikabulkan. ”Jadi keterangan dalam penyidikan akan sangat berpengaruh,” tegasnya. Namun, bila keterangan itu dianggap tidak membantu, Setnov bakal sulit mendapat status JC. Apalagi, sejak awal persidangan, Setnov cenderung kurang kooperatif. Dia sempat berasalan sakit perut ketika sidang akan dibuka. Pun, ‘drama’ itu membuat pembacaan surat dakwaan berlarut hingga berjam-jam. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengakui, Setnov masih setengah hati dalam mengajukan JC. Buktinya, sampai sekarang mantan ketua umum Partai Golkar itu belum mau mengakui perbuatannya. Yakni, menerima uang USD 7,3 juta dan jam tangan mewah merek Richard Mille seharga USD 135 ribu dari Andi Narogong dan Johannes Marliem. Di persidangan, Setnov terus membantah keterlibatannya dalam korupsi berjamaah e-KTP. Meski secara terang mengakui sejumlah pertemuan dengan sejumlah rekanan e-KTP, Setnov tetap saja memiliki alibi bahwa pertemuan itu tidak terkait dengan bagi-bagi fee e-KTP sebesar USD 7,3 juta. Dia mengaku hanya menjadi penengah para rekanan ketika uang DP proyek e-KTP tidak dicairkan Kemendagri. ”Jadi kami harus mempelajari terlebih dahulu (pengajuan JC Setnov),” kata Febri. Selain mempelajari sikap Setnov yang belum mengakui perbuatannya, KPK juga mempelajari semua keterangan yang muncul di persidangan. ”Kalau kita simak, yang disampaikan terdakwa itu mendengar dari orang lain, terutama tentang pemberian yang kepada sejumlah pihak anggota DPR, tentu kami harus memastikan apakah ada bukti lain yang mendukung fakta tersebut,” pungkasnya. (jpc)

Sumber: