Pinjaman Pendidikan Harus Selektif

Pinjaman Pendidikan Harus Selektif

JAKARTA – Program pinjaman pendidikan (student loan) yang ingin dihidupkan lagi oleh pemerintah, mendapat tanggapan pengamat pendidikan Indra Charismiadji. Dia mengatakan akses memperoleh layanan pendidikan tinggi di Indonesia saat ini masih terbatas. Buktinya angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi masih belum sampai 30 persen. Dia menjelaskan ketika jika program student loan ini mampu membantu urusan akses, alokasi dana pemerintah bisa sedikit digeser untuk peningkatan mutu. Selain itu Indra juga menyampaikan masukan soal mahasiswa seperti apa yang memiliki potensi untuk diberikan program pinjaman itu. Intinya dia menyampaikan student loan cocok diberikan untuk mahasiswa yang kuliah di program-program kurang diminati tapi di dunia kerja banyak dibutuhkan. "Misalnya program pengelolaan geotermal atau biologi kelautan (marine biologi) ," jelasnya. Sebaliknya untuk lulusan jurusan-jurusan atau program sosial sudah cenderung banyak atau jenuh. Dia juga mengamini lulusan program keguruan sudah terlalu banyak. Dia menyebut data Kemendikbud bahwa pertumbuhan siswa kelas I sampai XII dalam kurun 1999-2015 adalah 17 persen. "Tapi pertumbuhan guru PNS 23 persen dan guru honorer 860 persen," pungkasnya. Dirjen Sumber Daya Iptek-Dikti (SDID) Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti mengatakan program pinjaman untuk pendidikan, khususnya bagi para mahasiswa, sebenarnya bukan hal baru. Pada era 1980 sampai 1990 dahulu, sudah pernah ada program pinjaman student loan. Tapi dalam perkembangannya program student loan saat itu lenyap. "Masalahnya banyak (peminjam, red) yang tidak mengembalikan (uang pinjaman, red)," kata guru besar UGM itu seperti diberitakan Jawa Pos. Supaya kejadian seperti itu tidak terulang kembali, program student loan harus dikaji dengan matang. Sehingga bisa menekan potensi ada kreditur yang tidak mengembalikan uang pinjamannya. Ghufron mengatakan setelah Presiden Jokowi menyampaikan gagasan adanya student loan, sejumlah perbankan mulai jalin komunikasi dengan Kemenristekdikti. Pada intinya Kemenristekdikti berupaya mengakomodasi arahan presiden tersebut. Bahkan Kemenristekdikti sudah memiliki kajian terkait potensi serapan kerja untuk bidang-bidang kuliah tertentu. Dia mencontohkan meskipun banyak yang menyebut ada kekurangan guru, tetapi yang terjadi di lapangan tidak demikian. "(Lulusan, red) guru terlalu banyak. Serapannya (di dunia kerja, red) kurang," katanya. Sebaliknya lulusan kedokteran dan teknik, menurut Ghufron cukup tinggi serapan di dunia kerja. Sehingga mahasiswa yang mengambil kuliah di teknik atau kedokteran berpotensi mengakses student loan. Dia berharap kalaupun nanti program student loan jadi diterapkan, disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkannya. Ghufron mengatakan pemerintah sejatinya sudah memberikan bantuan pembiayaan bagi mahasiswa miskin melalui program beasiswa Bidik Misi. Namun karena kuota terbatas, banyak yang tidak ter-cover. Sehingga sangat memungkinkan menjadi sasaran penerima student loan. (jpnn/mas)

Sumber: