Wajib PAUD Sebelum Masuk SD
JAKARTA – Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) kini menjadi program prioritas pendidikan nasional. Menurut Direktur Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Harris Iskandar, pemerintah memberikan bantuan operasional PAUD sebesar Rp 600 ribu per anak. Tahun ini anggaran dana alokasi khusus (DAK) PAUD menjadi Rp 4 triliun. Selain itu, Kemendikbud telah mengambil sejumlah langkah kebijakan. Di antaranya program wajib PAUD satu tahun pra-SD. "Jadi sebelum masuk SD, anak-anak harus masuk PAUD dulu. Ini agar anak-anak bisa beradaptasi dengan lingkungan sekolah," terang Harris, Senin (26/2). Kebijakan lainnya adalah penyediaan sarana dan prasarana serta fasilitas PAUD untuk daerah-daerah terdepan, terluar, terpencil (3T) termasuk di wilayah perbatasan. Bantuan ini berupa alat permainan edukatif dan pembangunan unit gedung baru (UGB) PAUD. Pemerintah juga merintis program PAUD baru bagi desa-desa yang belum ada layanan sekolah anak usia dini. Di samping mengembangkan mutu lembaga sebanyak 12.459 PAUD. "Kualitas guru PAUD juga kami tingkatkan. Ada 11.398 guru PAUD yang akan mendapatkan pendidikan dan pelatihan," terangnya. Harris menambahkan, upaya mencapai target tersebut sudah dimulai dengan program satu desa satu PAUD. Capaian program tersebut cukup menggembirakan. Sampai 2017 tercatat 70,50 persen atau 56.739 desa memiliki PAUD , dari total 80.476 desa yang ada di seluruh Indonesia. Di tempat yang berbeda, Pemerhati Pendidikan H Bunyamin mengimbau agar balita di tingkat PAUD tidak dibebankan dengan belajar baca-tulis-hitung (calistung) seperti halnya di tingkat SD. Di masa usia emas itu harusnya balita diberikan pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membebani pikiran. "Membantu anak menjelajahi kekayaan bahasa melalui bermain itu justru dianjurkan, tetapi yang tidak boleh adalah belajar membaca dengan memaksakan tanpa anak itu tahu maknanya juga tidak membebankan pikiran anak dan metodenya tidak klasikal," ucapnya. Bunyamin mengatakan, kemampuan seseorang untuk memahami apa yang dibaca sangat tergantung pada pengetahuan yang ia miliki. Sehingga alangkah baiknya balita itu diberikan pengetahuan soal kata-kata melalui pendengarannya, bukan dengan membaca sebuah teks atau menulis sebuah kata. "Intinya bagi anak yang harus disampaikan adalah melatih kemampuan mendengarkan terlebih dahulu. Sebab kemampuan anak itu ada tahapannya dimulai dari mendengar menjadi kemampuan berbicara lalu membaca kemudian menulis," kata Bunyamin. Menurut Bunyamin, apabila membaca itu dianggap sebagai sebuah kecakapan yang harus segera diajarkan kepada anak usia dini itu merupakan pandangan yang salah. Bunyamin mengatakan membaca merupakan proses yang terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah decoding atau penerjemahan penglihatan yang memang merupakan sebuah kecakapan. Kedua adalah comprehension atau pemahaman, yang bergantung sepenuhnya pada kosakata dan pengetahuan lampau yang telah dimiliki seseorang. (jpnn/mas)
Sumber: