Peningkatan Kualitas SMK Belum Ideal
JAKARTA – Sekitar 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 dialokasikan untuk sektor pendidikan. Besarannya sekitar Rp 416 triliun. Mayoritas diperuntukan untuk transfer daerah. Jumlahnya Rp 268 triliun atau sekitar 64,45 persen.Hanya saja, peningkatan kualitas pendidikan, khususnya untuk SMK masih belum optimal. Menurut Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Bahrun, salah satu pangkal persoalannya lantaran kurangnya anggaran. "Tahun kemarin, anggaran untuk SMK dari Kemendikbud saja hanya mencapai Rp 614 miliar," kata dia, dalam sebuah diskusi di Jakarta. Bahrun menjelaskan, alokasi anggaran tersebut masih belum ideal. Dia lantas mencontohkan, untuk pembangunan ruang kelas baru (RKB) saja, estimasi anggarannya mencapai Rp 1,3 triliun. "Itu untuk 5.500 rombongan belajar baru, belum lagi keperluan lain seperti KIP dan fasilitas sarana prasarana," jelas dia. Adapun anggaran keseluruhan Kemendikbud adalah Rp 39,8 triliun, untuk semua jenjang baik SD, SMP, SMK, dan SMA. "Termasuk peruntukannya buat guru, dan program pendidikan serta kebudayaan lain," jelas dia. Senada dengan Bahrun, Kordinator Konsorsium Masyarakat Sipil untuk Ketenagakerjaan Indonesia, Abdul Waidl menjelaskan memang porsi untuk peningkatan pengembangan jenjang SMK dinilai masih kurang adil. "Kemenristekdikti tahun 2017 mendapat anggaran RP 38,73 Triliun, yang disumbang untuk program revitalisasi pendidikan ya hanya Rp 200 Miliar," terang Abdul dalam kesempatan yang sama. Sedangkan, untuk Kementerian Ketenagakerjaan anggaran pendidikannya mendapat Rp 3,4 Triliun dan menyisihkan Rp 1,7 Triliun untuk program penguatan kompetensi vokasi. Menurutnya, jika ditotal program pendidikan dan pelatihan vokasi dari tiga kementerian adalah sebesar Rp 2,5 Triliun atau 0,021 persen dari PBD. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, mengeluhkan sulitnya membuat kurikulum SMK menjadi fleksibel. Selama ini kurikulum SMK cenderung lebih banyak mengajarkan teori dibanding praktik. Padahal SMK dipersiapkan untuk mereka yang siap bekerja maupun berwirausaha. "Susahnya membuka kurikulum SMK itu bisa jadi lebih fleksibel. Semua bilang itu sudah benar. Tapi kok teori banyak sekali diajarin. Masa SMK belajar teori banyak-banyak? Praktik kapan?," ujarnya. Ia menambahkan, beberapa siswa SMK banyak yang memiliki kemampuan, hanya saja tidak mahir. Sebab praktik yang mereka lakukan hanya dalam waktu singkat. (jpnn/mas)
Sumber: