TNI dan BIN Diminta Tangkal Isu SARA
JOGJAKARTA-Kasus penyerangan terhadap para pemuka agama semakin marak terjadi di seluruh penjuru tanah air. Terakhir, aksi penyerangan terjadi di Gereja Katolik St Lidwina Bedog, Sleman, Yogyakarta. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Bambang Soesatyo mengatakan, dirinya meminta Badan Intelijen Negara (BIN) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) ikut mengantisipasi peningkatan potensi ancaman gangguan ketertiban dan keamanan. Sebab, pria yang akrab disapa Bamsoet ini mengungkapkan, potensi gangguan keamanan terhadap para pemuka agama terus berulang di Indonesia. “Komisi I DPR perlu mendorong TNI dan BIN untuk mengantisipasi situasi keamanan, ketertiban, dan kenyamanan dalam kehidupan masyarakat,” kata Bamsoet kepada JawaPos.com, Senin (12/2). Bamsoet juga menambahkan, insiden penyerangan yang telah memakan korban tentu mengundang keprihatinan. Namun, dirinya mengharapkan insiden serupa tidak terjadi lagi. Oleh karena itu, kata Bamsoet, dirinya juga meminta Komisi III DPR yang menjadi mitra Polri agar mendorong Korps Bhayangkara segera mengusut tuntas berbagai kasus penyerangan terhadap pemuka agama. “Agar sekaligus membongkar motif dan latar belakang penyerangan terhadap para pemuka agama, mengingat kejadian tersebut sangat meresahkan masyarakat dan berpotensi untuk memicu perpecahan antarumat beragama,” tegasnya. Selain itu, Bamsoet juga mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tetap tenang dan menahan diri. Menurut dia, aksi ini hanya dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. “Saya minta masyarakat tidak mudah terpancing dan tidak menjadikan insiden ini sebagai provokasi SARA,” pintanya. Sementara itu, Politikus Partai Golkar Ali Mochtar Ngabalin menegaskan, oknum yang melakukan penyerangan kepada pemuka agama itu, hanya ingin merusak kerukunan umat beragama di Indonesi?a. "DPP Partai Golkar mengutuk keras tindakan yang dilakukan oleh siapa pun di negeri ini," ujar Ngabalin di Gedung DPR, Jakarta, Senin (12/2). Mantan politikus Partai Bulan Bintang (PBB) ini menambahkan, orang yang dengan sengaja merusak persatuan maka harus enyah dari Indonesia. Indonesia menjunjung tinggi persatuan dan perbedaan. "Upaya dari kelompok dan siapa saja, mereka tidak layak hidup di negeri ini," katanya. Sebagai Informasi, dalam dua pekan terakhir, setidaknya ada empat kali penyerangan terhadap tokoh agama. Pertama, penganiayaan terhadap pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Umar Basri (Mama Santiong) yang diserang usai salat subuh pada 27 Januari 2018 lalu. Selang beberapa hari kemudian, Komando Brigade PP Persis Ustaz Prawoto juga dianiaya pada 1 Februari lalu di Bandung. Nahas, Ustad Prawoto akhirnya meninggal dunia. Sementara Biksu Mulyanto Nurhalim asal Desa Babat, Tangerang, Banten menghadapi persekusi warga pada Sabtu (10/2) lalu. Nurhalim dipaksa menandatangani surat perjanjian supaya tak menggelar kegiatan peribadatan di desanya sendiri. Terakhir, penyerangan di Gereja St Lidwina, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Pelaku bernama Suliyono asal Banyuwangi, menyerang para jemaah dan pastor gereja dengan pedang. (jpc/esa)
Sumber: