Hanya Berikan “Like” di Medsos kepada Bapaslon, ASN Bakal Disanksi
SERANG- Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018, poster dan konten kampanye mulai membanjiri sejumlah fitur di media sosial. Peralihan pola kampanye konvensional menuju digital ini mempermudah tim pemenangan peserta pilkada dan KPU untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang bakal calon (Balon) yang diusung. Namun, khusus bagi aparatur sipil negara (ASN) atau disebut juga pegawai negeri sipil (PNS), kampanye digital yang semakin ramai ini membuat mereka lebih berhati-hati. Sebab, jika sampai ASN terbukti memberikan like pada konten yang berbau pilkada di luar akun KPU, maka siap-siap saja ASN tersebut menerima hukuman disiplin. Ketua Panwaslu Kota Serang Rudi Hartono mengatakan, like di media sosial sangat terkait dengan netralitas Pilkada 2018. Pihaknya mengatakan, ASN dilarang mengunggah, memberikan like, dan atau menyebarluaskan visi misi bakal calon kepala daerah melalui media daring atau media sosial. “ASN punya hak suara, akan tetapi dibatasi untuk mengeksplorasi, hanya bisa disampaikan saat dalam bilik suara,” ungkap Rudi, yang ditemui disela-sela kegiatan Sosialisasi pengawasan pemilu partisipatif Netralitas ASN pada pilkada Kota Serang tahun 2018 dan pemilihan umum tahun 2019, di salah satu hotel di Kota Serang, Rabu (7/2). Hal ini jelas telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Dalam PP tersebut dijelaskan, berdasarkan pasal 11 huruf c, menyatakan bahwa dalam hal etika terhadap diri sendiri PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan. “Maka PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik. “Semisal Rudi mencontohkan, PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap parpol terkait rencana pengusulan dirinya ataupun orang lain sebagai balon kepala daerah atau wakil kepala daerah,” jelasnya. Kemudian dalam aturan itu juga, PNS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai balon kepala daerah/wakil kepala daerah. PNS juga dilarang menghadiri deklarasi bapaslon dengan atau tanpa menggunakan atribut bapaslon atau parpol. PNS juga dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto, visi-misi, maupun keterkaitan lain bapaslon kepala daerah/wakil kepala daerah melalui media online maupun media sosial. “Kami minta netralitas ASN, karena aturannya sudah jelas, dan dalam surat edaran Kemenpan RB sudah ada,” katanya. Biasanya kata Rudi, ASN ini ikut berpolitik bisa karena keinginan pribadi, atau diminta oleh atasannya. Keduanya itu tetap tak boleh. Meskipun yang bersangkutan (ASN) ikut dalam salah satu organisasi atau lembaga lainnya, kemudian menghadiri deklarasi atau kegiatan bapaslon mengatasnamakan dari organisasi tersebut, tetap tidak boleh. “Status ASN itu sudah melekat pada dirinya, kalau mau ikut mendukung maka harus berhenti dari ASN,” katanya. Dalam mengawasi hal ini, pihaknya telah membentuk tim untuk melakukan pengawasan di medsos. Jika diketemukan maka akan diproses, dan untuk sanksinya itu diserahkan ke BKD dan Komisi ASN. Asisten Komisioner bidang Pengaduan dan Penyelidikan Komisi ASN Sumardi mengatakan, memang jika mengacu pada PP 42 ASN sudah jelas, tidak boleh berpihak, walaupun itu hanya ikut komentar di medsos. Jika ditemukan ada ASN yang melakukan, maka itu melanggar kode etik PNS. Untuk Sanksi ini bisa peringatan terbuka dan tertutup, kalau dilakukan berulang bisa dikenakan sanksi ringan. “Yang memberikan sanksi atasan langsung. Kalau yang melanggar Kepal seksi, maka yang memberikan sanksi Kabid, jika kabid yang langgar, Kepala Dinas yang memberikan sanksi, jika Kadis atau Sekda itu Bupati atau Walikota yang mensanksinya,” katanya. Ia juga mengatakan, pihaknya sudah melakukan MoU dengan Bawaslu terkait pengawasan kepada ASN. ?Dirinya sendiri sudah menerima 12 laporan, dan untuk Banten sendiri itu dua, salah satunya Setda Banten yang dilaporkan, perihal mencalonkan akan tetapi tidak jadi. “Jika melihat dari PP 42 itu jelas melanggar, dan sudah ada Tim yang datang ke sini (Banten), namun saya belum menerima laporan hasil dari tim,” katanya. (and/ang)
Sumber: