Marak OTT KPK, Begini Kata Pak JK
Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, maraknya operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menyeret sejumlah kepala daerah bisa mengindikasikan dua hal. Yakni, jumlah korupsi besar semakin menurun atau bisa jadi para koruptor makin canggih dalam merampok uang rakyat. ”Kita tidak tahu yang mana, apakah menurun atau lebih canggih. Tapi saya kira kedua-duanya, pasti menurun,” ujar JK di sela-sela menghadiri rangkaian acara sidang umum Perserikatan Bangsa-bangsa di New York, Senin (18/9) waktu setempat. Bila dilihat dari kaca mata yang lebih positif atau angka korupsi yang turun itu juga ada indikasinya. JK menuturkan bahwa saat ini pejabat di kementarian atau lembaga seringkali ragu dalam mengambil keputusan. Sebab, dikhawatirkan mereka masuk penjara karena salah dalam pengelolaan anggaran. Namun, bisa jadi pula korupsi di Indonesia makin canggih modus operandinya. Apalagi Mahkamah Konstitusi menghapuskan kata ‘dapat’ dalam pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Pengapusan satu kata itu berdampak pada kasus korupsi sebagai delik materil yang harus terhitung jelas jumlah kerugian negara. ”Dengan perubahan undang-undang di MK tentang korupsi, kata tidak dapat lagi. Jadi (sebelum perubahan UU) asumsi aja orang bisa masuk KPK. (Setelah perubahan UU) Lebih sulit menangkap korupsi hanya dengan asumsi jadi lebih banyak OTT (operasi tangkap tagan, red),” ujar JK. Namun, OTT dianggap punya nilai kerugian negara yang tidak terlalu besar. Lantaran biasanya OTT dalam lingkup pelaksanaan. Bukan dari tahap perencanaan. ”Kalau di (korupsi) besar-besar mulai perencanaan sampai pelaksanaan, kalau di daerah pelaksanaan tapi kecil-kecil Rp 100 juta hingga Rp 200 juta,” tambah dia. Dia membandingkan dengan korupsi e-KTP yang diduga sudah dimulai dari tahap perencaaan hingga pelaksanaan. Selain itu, menurut JK, penanganan korupsi di Indonesia ini sudah menyentuh hampir semua jabatan publik. Mulai kepala daerah, menteri, hingga kepala lembaga. Tapi, dia meyakini bahwa jumlah pejabat yang bersih dari korupsi masih banyak. ”Kita ada 516 kepala derah, terakhir ini tiga kepala daerah (terkena OTT), di banding 516 (daerah) kan sebenanrya jumlah relatif di bawah satu persen,” tegas dia. Sementara itu, KPK masih terus mendalami sejumlah barang bukti hasil penggeledahan di Kota Batu. Salah satunya, rekaman closed circuit television (CCTV) di Amarta Hills Hotel dan Resort milik Filipus dan CCTV di rumah dinas (rumdin) Eddy Rumpoko. ”Isi rekaman CCTV merupakan materi penyidikan, belum bisa kami sampaikan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Meski demikian, Febri memastikan pihaknya akan terus melakukan kegiatan di sejumlah lokasi yang berkaitan dengan OTT di Kota Batu akhir pekan lalu tersebut. ”Nanti akan kami sampaikan perkembangannya,” tutur mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut. (jun/tyo)
Sumber: