Mantan Pimpinan KPK Sarankan SP2 Novel Dicabut

Mantan Pimpinan KPK Sarankan SP2 Novel Dicabut

Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendadak membela penyidik Novel Baswedan, yang telah menerima Surat Peringatan (SP) 2, lantaran berbeda sikap. Mantan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas meminta, kepada Agus Rahardjo cs untuk mencabut SP2 terhadap Novel. Karena SP2 yang dikeluarkan tidak mendasar hanya berbeda pandangan soal rekrutmen penyidik KPK. "Karena kritik yang tidak bisa dijadikan alasan untuk memberikan SP2," ujar Busyro di Gedung KPK, Rasuna Said, Jakarta, Kamis (30/3). Menurut pria kelahiran Yogyakarta tersebut, adanya SP2 tehadap Novel kemungkinan besar akan mempengaruhi mentalnya. Apalagi saat ini Novel sedang menangani kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP. Sementara di tempat yang sama, mantan Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, pimpinan lembaga antirasywah harus menghindari mengeluakan SP2 tersebut. Menurut Samad, alasan pemberian SP2 kepada Novel belum terlalu perlu. Mengingat hanya berbeda pandangan saja. Sehingga dia menyarankan pimpinan KPK mencabut SP2 itu. "Dilihat tidak ada alasan hukum yang kuat untuk terbitkan (SP2)," katanya. Menurut pria kelahiran Makassar itu, ketimbang mengeluarkan SP2 itu, baiknya pimpinan KPK melakukan komunikasi untuk penyelesaiannya. "Diskusi dan dialog yang harus dikemngkan internal KPK, dialog berimbang," pungkasnya. Sekadar informasi, Novel Baswedan berdasarkan informasi telah mendapat SP2 dari Ketua KPK Agus Rahardjo. SP2 itu diterbitkan untuk Novel dalam kapasitas sebagai Ketua Wadah Pegawai (WP) setelah dia keberatan dengan keinginan Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman terkait rekrutmen penyidik. Berdasarkan informasi Aris Budiman mengirimkan nota dinas kepada pimpinan KPK yang meminta perwira tinggi dari Polri untuk dijadikan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) penyidikan. Namun Novel melakuan keberatan. Ada tiga poin yang dinyatakan keberatan Novel, pertama, meminta perwira tinggi Polri sebagai Kasatgas Penyidikan di KPK tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Kedua, Wadah Pegawai mengkhawatirkan integritas perwira yang direkrut tanpa prosedur reguler. Ketiga, masih banyak penyidik di internal KPK yang dianggap memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menjadi Kasatgas Penyidikan, sehingga diharapkan rekrutmen dilakukan dari internal terlebih dahulu. Atas tindakan itu, pimpinan KPK memutuskan bahwa Novel melakukan pelanggaran sedang yaitu menghambat pelaksanaan tugas dan melakukan perbuatan yang bersifat keberpihakan. Ketentuan mengenai pelanggaran itu diatur dalam Pasal 7 huruf f dan g Peraturan Nomor 10/2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK.(cr2/JPG)

Sumber: