Rp 20 M Ditaruh di Rumah Kumuh

Rp 20 M Ditaruh di Rumah Kumuh

JAKARTA-KPK mengungkap kasus suap di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang nilainya fantastis, Rp 20 miliar. Perinciannya, Rp 18,9 miliar tunai (cash) dalam beberapa pecahan mata uang ; Rupiah, USD, Poundsterling, Euro dan Ringgit Malaysia. Serta dalam bentuk nontunai di rekening Bank Mandiri sebesar Rp 1,174 miliar. Barang bukti uang miliaran rupiah yang dimasukkan dalam 33 tas berukuran besar itu disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari operasi tangkap tangan (OTT) Rabu (23/8) pukul 21.45 hingga sore kemarin Kamis (24/8). Duit tersebut diamankan dari Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut (Hubla) Kemenhub Antonius Tonny Budiono (ATB). Tonny pun resmi menjadi tersangka dan ditahan. Penangkapan Tonny dilakukan di rumah dinasnya di kompleks Mess Perwira Bahtera Suaka Blok B, Jalan Gunung Sahari Raya Nomor 65 Jakarta Pusat pada Rabu malam. Uang yang diamankan dari Tonny diduga untuk memuluskan PT AGK Adiputra Kurniawan (AGK) sebagai pemenang lelang proyek senilai Rp 46,702 miliar tahun anggaran 2015 tersebut. KPK mengungkap indikasi modus baru dalam transaksi suap itu. Yakni, penyerahan uang dilakukan dalam bentuk kartu anjungan tunai mandiri (ATM). ”Ini modus yang relatif baru,” ujarnya saat konferensi pers di gedung KPK. Rekening itu sengaja dibuka oleh pihak pemberi suap dengan menggunakan nama orang lain (fiktif). ATM yang diperoleh saat membuka rekening itu kemudian diberikan kepada Tonny. Dengan demikian, transaksi keuangan antara pemberi dan penerima sulit terdeteksi. ”Penerima (Tonny, Red) sudah menggunakan ATM dalam berbagai transaksi,” terangnya. Nah, uang miliaran rupiah yang ditransfer dari penyuap kemudian dikumpulkan hingga mencapai Rp 20 miliar oleh Tonny di rumah dinasnya yang berukuran kecil dan terlihat kumuh. Hanya, hingga kemarin, Basaria menyebut belum mendapat informasi mau diberikan kepada siapa saja uang sebanyak itu. ”Masih kami dalami,” ungkapnya. Menurut Basaria, Tonny masih belum stabil memberikan keterangan kepada penyidik KPK. Baik soal aliran uang maupun terkait proyek pengerukan di Tanjung Emas yang disebut-sebut sebagai pekerjaan konstruksi untuk menyokong pembangunan jalur tol laut yang dicanangkan Presiden Joko Widodo itu. Antonius Tonny Budiono ke Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Timur cabang KPK di Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta Selatan, Jumat (24/8) dini hari. Saat ditanya apakah duit dalam 33 tas itu akan diberikan ke berbagai pihak termasuk atasannya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi? Antonius langsung membantah. "Tidak ada, tidak ada, tidak ada. Itu fitnah. Itu untuk operasional saya, tapi melanggar aturan," kata Antonius. Dia membantah duit itu juga akan dibagi-bagikan buat rekan-rekannya di Kemenhub. Selain itu, Antonius mengklaim pengumpulan pundi-pundi uang itu tidak ada kaitannya dengan kepentingan pembiayaan pemilihan umum 2019. "Tidak ada, tidak ada. Saya bukan orang politik," ujarnya. Antonius mengklaim bahwa penerimaan duit itu berasal dari sejumlah kontraktor. Selama ini, kata dia, kontraktor yang harusnya menang proyek dikalahkan. Sebagai dirjen dia menerima imbalan melakukan hal itu. "Saya jadi dirjen, saya hilangkan itu. Namun, karena itu melanggar hukum saya menerima apa yang harus saya terima," katanya. Dia pun tidak bisa menyembunyikan penyesalan. Antonius berharap peristiwa ini tidak terulang lagi di mana pun. "Atas nama pribadi saya mohon maaf kepada masyarakat," tegasnya. Antonius mengaku khilaf menerima duit sampai Rp 20 miliar. Duit itu dikumpulkannya sejak 2016. Menurut dia, penerimaan duit ini tanpa sepengetahuan menteri. "Itu tanggung jawab saya," tegasnya. Lebih lanjut Antonius membantah tidak mengumpulkan uang jelang masa pensiunnya. Menurut dia, uang yang diterimanya itu hanya digunakan untuk operasional. (jpnn)

Sumber: