Eks Kombatan Kumpul di Lamongan, Dirikan Yayasan Lingkar Perdamaian
Terobosan baru penanganan masalah terorisme Rabu (29/3) terjadi di Lamongan. Acaranya memang hanya peletakan batu pertama pembangunan pengembangan masjid dan taman pendidikan Alquran (TPA) plus di Solokuro, Lamongan, Jatim, yang dilakukan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius.
”Selama ini kami selalu bingung ketika ada napi terorisme keluar dari penjara dan bingung mau apa. Cari kerjaan sulit, tapi ada anak-istri yang harus dihidupi,” ungkap Ketua Yayasan Lingkar Perdamaian Ali Fauzi. ”Jika tidak ada yang mau peduli, biasanya nanti malah melakukan aksi (mengebom, Red) lagi,” imbuhnya. Itulah yang kemudian menggerakkan Ali Fauzi mengumpulkan pihak terkait untuk kemudian sama-sama membantu.
Gayung bersambut. Kepala BNPT Suhardi Alius meresponsnya dengan baik. Bertemu kali pertama pada September 2016, Suhardi menjanjikan untuk membantu dan memfasilitasi pengembangan masjid serta pembangunan gedung TPA plus di Solokuro, Lamongan. Suhardi tidak asal janji. Dia bahkan menugaskan Brigjen Herwan Haidir, salah seorang deputinya, untuk menjadi ketua panitia. ”Kami targetkan tiga bulan sudah kelar,” kata Herwan kemarin.
Selain itu, Suhardi melakukan improvisasi. Sadar BNPT tak punya dana taktis ataupun anggaran berlebih, Suhardi mengumpulkan sejumlah pengusaha yang bersimpati dan hendak menolong para mantan kombatan tersebut. ”Sebelumnya mereka khawatir untuk membantu menyelesaikan masalah terorisme dengan memberikan sumbangan kepada eks napi terorisme. Takut dicap sebagai pemodal terorisme,” papar Suhardi. ”Makanya, kami berikan jaminan mereka tidak akan dicap pemodal teroris,” imbuhnya.
Suhardi menambahkan bahwa BNPT tidak memungut sepeser pun dari dana tersebut. Semua dana itu bisa diaudit dan diakses. Menurut dia, terorisme tidak bisa hanya ditangani dengan penindakan. Yang paling penting justru aspek-aspek di sekelilingnya. ”Bagaimana dengan anaknya? Bagaimana dengan lingkungannya? Bagaimanakah jika ada napi terorisme yang sadar dan berubah?” tuturnya. Menurut Suhardi, hal-hal tersebut belum bisa terjawab dengan tuntas. Juga sulit jika hanya mengandalkan pemerintah.
Makanya, Suhardi begitu bergembira ketika justru para mantan kombatan itulah yang mengambil inisiatif. Tanpa banyak bicara, dia langsung setuju untuk membantu dan memfasilitasi. ”Gerakan-gerakan seperti inilah yang paling efektif untuk menekan laju terorisme,” tambahnya.
Suhardi mengungkapkan, saat ini total ada 1.500-an napi terorisme dan sekitar 560-an yang baru saja keluar sepanjang 2016. Yang menggembirakan, imbuh Suhardi, hanya tiga napi terorisme yang kembali melakukan aksi teror. ”Yang banyak memang justru yang baru-baru,” ucapnya. Untuk itu, lanjut Suhardi, penindakan akan selalu dibarengi pencegahan. ”Kami juga mengerjakan program yang hampir sama di Sumatera Utara dan NTB. Keduanya termasuk kantong,” terangnya.
Suhardi optimistis perang melawan terorisme bisa dilakukan dengan lebih baik. Sebagaimana yang diungkapkan Imam Besar Masjid Istiqlal Ustad Nasaruddin Umar yang kemarin juga hadir.
”Saya pernah bertemu dengan BNPT-nya Denmark. Mereka bilang para eks kombatan tak bisa menjadi sumber daya untuk melawan terorisme. Saya bilang silakan datang ke Indonesia,” kata Nasaruddin. ”Jadi, dalam waktu dekat mereka akan datang. Dan kita sama-sama buktikan bahwa mereka salah,” tambahnya.(ano/c9/nw)
Sumber: