Pemda Bingung Atur Ojek Online

Pemda Bingung Atur Ojek Online

TANGERANG-Pemerintah daerah (pemda) (di Tangerang, masih kebingungan mencari formula untuk mengatur ojek online. Menteri Perhubungan telah menginstruksikan agar pemda membuat aturan, untuk mengatur keberadaan ojek online, agar tidak terjadi gejolak.

Pemkab Tangerang masih kebingungan untuk mengaturnya. Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Tangerang Bambang Mardisentosa menilai, keberadaan transportasi berbasis online di Kabupaten Tangerang masih dalam tingkat wajar.

Hal itu disebabkan kondisi wilayah yang tidak memiliki banyak wilayah perkotaan. “Wilayah perkotaan di Kabupaten Tangerang hanya ada di sekitar Lippo Karawaci, Summarecon, dan kawasan perumahan menengah ke atas. Taksi atau ojek online belum terlalu mengancam keberadaan jasa transportasi konvensional,” katanya, Selasa (28/3).

Meski begitu, Bambang mengatakan tetap akan meningkatkan intensitas koordinasi dengan kepolisian dan Organisasi Angkutan Darat (Organda) agar pemberlakukan Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 pada 1 April nanti, berjalan kondusif. Selain itu, lanjut dia, koordinasi juga untuk menciptakan sarana transportasi publik yang nyaman, ramah, dan bebas macet.

Ditanya soal tarif angkutan, Bambang mengatakan, penentuan tarif merupakan wewenang Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Menurutnya, pemerintah daerah hanya melaksanakan ketentuan tarif yang sudah diputuskan BPTJ. Dia menambahkan, pemberian izin angkutan pun merupakan wewenang BPTJ.

“Soal izin, Pemkab Tangerang melalui dishub hanya memberikan rekomendasi,” ujarnya.

Pun begitu, Bambang menyesalkan insiden gesekan antara pengemudi angkutan online dengan pengemudi konvensional. Dia mengatakan, bentrokan itu seharusnya tidak perlu terjadi. Sebab, kata dia, masing-masing pola angkutan memiliki aturan tersendiri. Jika masing-masing pengemudi mematuhi aturan yang ada, maka gesekan antarpengemudi tentu tidak akan terjadi.

Menurut Bambang, pengemudi transportasi online wajib berbadan hukum dan memiliki garasi atau pool. Dengan begitu, kata dia, pengemudi transportasi online tidak akan mangkal sembarangan di jalanan. Namun yang terjadi, aturan-aturan itu diabaikan sehingga gesekan antarpengemudi tidak terhindarkan.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam beberapa waktu belakangan ini secara maraton terus melakukan sosialisasi ke beberapa kota terkait Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaran Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Tidak Dalam Trayek, di beberapa kota. Akhir pekan kemarin, di Kota Tangerang.

Hal ini dilakukan untuk memberikan payung hukum, menyamakan persepsi dan mengakomodir kepentingan semua pihak baik angkutan dan taksi reguler, penyedia angkutan online, pengemudi serta pengguna angkutan. "Tujuan saya kesini ingin menyampaikan bahwa pemerintah hadir dalam rangka memberikan kesetaraan dalam berusaha di bidang transport. Kita ingin sekali angkutan kota, taksi reguler dan angkutan sewa online saling mengisi dan kompak," kata Menhub di Kantor Pemerintahan Kota Tangerang, pada Sabtu (25/3).

Lebih lanjut Menhub mengatakan Revisi PM.32 Tahun 2016 ini akan diberlakukan mulai 1 April 2017 dan diberikan toleransi waktu selama 3 bulan bagi penyedia angkutan konvensional dan online untuk memenuhi peraturan yang ditetapkan. Walikota Tangerang Arief R Wismansyah menyambut baik Revisi PM.32 Tahun 2016 yang akan diberlakukan pada awal April ini.

"Kita semua ingin aturan yang berkeadilan, sama-sama mencari nafkah. Tapi, juga tentunya harus ada kaidah-kaidah aturan yang tidak merugikan baik bagi pengendara maupun penumpangnya. Intinya Pemerintah Kota Tangerang akan mengikuti arahan-arahan dari Kemenhub agar transportasi di Kota Tangerang bisa lebih baik lagi kedepannya," jelas Arief.

Pemkot Tangerang belum bisa berbuat banyak untuk mengatur keberadaan taksi dan ojek online di wilayah mereka. Jadi, kita  belum dapat petunjuk teknis seperti apa, karena di peraturan tersebut tidak dijelaskan masalah kuota, tarif dan lainnya," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Tangerang Saeful Rohman.

Menurut Saeful, Permenhub Nomor 23 Tahun 2016 yang berlaku mulai April 2017 belum bisa menjawab perselisihan antara kendaraan sewa umum dengan kendaraan sewa daring. "Itu kan masalah sewa taksi. Tapi yang bermasalah itu ojek online, oleh pusat yang harusnya memang diatur masalah itu," cetusnya.

Diakui Saeful, keberadaan taksi online tidak banyak menuai masalah. Saeful, menegaskan, hanya bisa melakukan penertiban pada kendaraan sewa yang mangkal di tempat yang bukan seharusnya. "Kami hanya melakukan pengawasan dan penertiban pada seluruh kendaraan yang memang mangkal tidak pada tempatnya. Terkait dengan ojek online, kami belum bisa berbuat banyak karena memang dari pusat belum mengatur itu," paparnya.

Di bagian lain, Sosiolog Universitas Indonesia Musni Umar menilai pembatasan kuota terhadap transportasi berbasis aplikasi online atau daring oleh pemerintah berpotensi meningkatkan jumlah pengangguran.

Pembatasan kuota transportasi online merupakan salah satu butir revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 tahun 2016 tentang Penyelengaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang dilakukan pemerintah.

“Selama ini, keberadaan bisnis angkutan berbasis aplikasi online turut menciptakan lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarakat," kata Musni seperti diberitakan Antara, Senin (27/3).

Menurut dia, bisnis transportasi berbasis aplikasi menjadi salah satu sumber mata pencaharian masyarakat. Maka dari itu, pemberian kuota dianggap dapat mengurangi lapangan pekerjaan yang selama ini sudah dinikmati oleh masyarakat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sambung dia, pada Agustus 2016 jumlah penduduk yang bekerja meningkat 3,59 juta orang dibandingkan dengan Agustus 2015. Sedangkan jumlah pengangguran berkurang sebanyak 530.000 orang.

Selanjutnya, dia mengatakan, kenaikan jumlah tenaga kerja, terutama di sektor Jasa Kemasyarakatan sebesar 1,52 juta orang atau 8,47 persen, Perdagangan 1,01 juta orang atau 3,93 persen, serta sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 500 ribu orang atau 9,78 persen.

"Dari data itu, sektor transportasi menjadi salah satu penyumbang tenaga kerja dengan pertumbuhan tertinggi, apalagi, sebagian besar pengemudi transportasi online merupakan masyarakat yang berada dalam status usia produktif," ujar Musni.

Dia pun menilai keberadaan transportasi online masih sangat dibutuhkan masyarakat. Selain memudahkan akses transportasi masyarakat, transportasi online juga menjadi mata pencaharian utama bagi para pengemudinya.

Sementara itu, pengamat transportasi azas Tigor Nainggolan menyarankan agar pemerintah mendorong kerjasama antara transportasi online dengan konvensional. "Yang terpenting saat ini adalah pengaturan standar pelayanan minimum yang memberikan keamanan dan kenyamanan bagi para pengguna jasa transportasi," kata Tigor.

Lebih lanjut, dia menambahkan standar tersebut juga harus diatur secara nasional dan tidak diserahkan kepada pemerintah daerah. (din/bha)

Sumber: