Ingin Fokus sebagai Panglima
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang mulai menggadang-gadangnya sebagai calon presiden. Namun, tentara yang akan memasuki masa pensiun pada Maret 2018 itu tak mau melanggar etika lantaran terbujuk dukungan. "Saya ini sekarang adalah Panglima TNI. Tidak etis punya keinginan untuk menjadi wapres maupun presiden," ujar Gatot usai menghadiri acara di Istana Bogor, Jawa Barat, Sabtu (12/8). Jenderal kelahiran Tegal, 13 Maret 1960 itu mengaku belum ingin berpikir untuk menjadi capres ataupun cawapres pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Sebab, dia masih fokus sebagai Panglima TNI. "Biarkan saya fokus sebagai Panglima TNI untuk melaksanakan tugas saya untuk menjaga keutuhan NKRI," katanya. Pengamat politik J Kristiadi optimistis Presiden Jokowi akan kembali memenangi pemilu presiden pada 2019. Menurutnya, indikator kemenangan sudah terlihat ketika fraksi-fraksi partai pendukung pemerintah berhasil meloloskan presidential threshold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional hasil Pemilu 2014. "Bau kemenyan kemenangan Jokowi sudah terasa. Namun, parpol pengusung dan tim relawan harus mulai menyusun langkah-langkah apa yang harus dibuat untuk memuluskan Jokowi," ujar Kristiadi dalam diskusi publik Dinamika Politik dan UU Pemilu di Jakarta, Sabtu (12/8). Dia lantas membandingkan capaian pemerintahan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang pada lima tahun pertama tak memperlihatkan hasil kerja yang signifikan. Begitu SBY masuk periode kedua, sambung Kristiadi, juga tetap tidak bisa menyelesaikan masalah seperti kasus Bank Century. "Masa sih lima tahun tidak tuntas-tuntas kasus Century? Karena itu pemerintahan Jokowi harus mengubah gaya seperti itu," ujarnya. Kristiadi juga mengkritik sejumlah kalangan yang masih mendebatkan PT 20-25 persen. Padahal, masih banyak hal yang harus dilakukan salah satunya bagaimana merawat kewarasan. Menurutnya, banyak debat bertele-tele untuk menggiring opini melawan pemerintah. Padahal banyak hal yang lebih substansial ketimbang urusan presidential threshold. “Kok politisi kita lebih senang berkutat dengan angka-angka. Kenapa tidak memperdebatkan isi pasal-pasalnya? Ini namanya demokrasi membunuh demokrasi," tuturnya.(jpc/jpnn)
Sumber: