Perjelas Aturan Beras Subsidi
Reporter:
Redaksi Tangeks|
Editor:
Redaksi Tangeks|
Selasa 25-07-2017,04:52 WIB
Penggerebekan gudang PT Indo Beras Unggul (IBU) di Bekasi oleh kepolisian beberapa waktu lalu masih menyisakan tanda tanya. Pemerintah terkesan tidak konsisten atas tuduhan yang diarahkan kepada PT IBU. Misalnya soal subsidi. Sebelumnya, PT IBU diduga mempermainkan harga beras subsidi Alasannya, beras dari benih IR 64 yang dibeli PT IBU dari petani adalah beras subsidi. Sebab, dalam produksinya para petani mendapatkan subsidi input seperti bantuan benih, pupuk, dan alat-alat pertanian.
Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi, ada kerancuan pengertian beras subsidi. "Setahu saya, beras subsidi itu raskin (beras untuk keluarga miskin, Red) atau rastra (beras untuk keluarga sejahtera, Red) yang sepenuhnya ditangani Bulog sesuai Inpres 5/2015," katanya kemarin.
Meski benih IR 64 tumbuh dan diproduksi dengan bantuan subsidi input, belum tentu hasilnya -baik berupa beras maupun gabah- otomatis menjadi beras subsidi. "Makanya, perlu dipertegas aturannya. Kalau benihnya subsidi, apa lantas berasnya juga berstatus beras subsidi?" tanya politikus PAN tersebut.
Karena itu, Viva minta pemerintah mempertegas aturan tentang beras subsidi supaya petani dan para pengusaha mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum. "Tuduhan mesti ditetapkan secara hati-hati. Contohnya kalau PT IBU membeli beras subsidi, lantas dioplos, itu baru namanya tindak pidana," jelasnya.
Kalaupun PT IBU membeli gabah dari petani lebih tinggi daripada harga pembelian pemerintah (HPP), seharusnya hal tersebut tidak dipermasalahkan. Menurut Inpres 5/2015, Bulog membeli gabah ke petani dengan HPP Rp 4.300 per kg. Lalu, beras premium dengan HPP Rp 7.300 per kg. "Kalau ada pengusaha yang membeli di atas itu, justru lebih bagus," ungkapnya. Meski demikian, Viva mengaku sepakat dengan menteri pertanian bahwa perusahaan tidak boleh berambisi meraup keuntungan fantastis di tingkat distributor dan pengecer.
Di tempat terpisah, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkapkan, hampir semua beras yang beredar di pasaran saat ini berasal dari satu benih yang sama. "Itu IR 64, Ciherang, Infari, semuanya satu kelas, 90 persen sumbernya sama," ujarnya kemarin.
Pemerintah pun selama ini menyubsidi input para petani. Mulai subsidi benih, subsidi pupuk yang mencapai Rp 30 triliun, hingga alat dan mesin pertanian (alsintan). ''Sehingga hasil per hektare atau per ton itu di dalamnya ada subsidi negara karena kita subsidi input-nya,'' lanjut Amran. Harga awal beras di tingkat petani rata-rata Rp 7.000 per kg. Namun, ketika dicek di supermarket setelah beras itu dikemas dalam berbagai label, banyak yang mematok harga tinggi. Misalnya, ada yang sampai Rp 25 ribu. Selisihnya cukup jauh, hingga 3,5 kali lipat. Karena itulah, saat ini yang sedang diupayakan adalah perbaikan distribusi.
Berkaitan dengan penggerebekan Kamis malam (20/7), sampai kemarin (24/7) Polri sudah memeriksa 17 saksi. Terakhir mereka memanggil sembilan saksi. Namun, tidak seluruhnya hadir. "Dari sembilan, satu sedang berlangsung (pemeriksaannya kemarin, Red). Yang delapan minta dilakukan penundaan," kata Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya. (tau/byu/syn/c10/oki)
Sumber: