Paradigma Non-Military di Kawasan Multipolar: Geopolitik Sumberdaya Alam

Paradigma Non-Military di Kawasan Multipolar: Geopolitik Sumberdaya Alam

Oleh Dr. Dina Nurul Fitria – Managing Director Amina Research & Business Consulting Menarik untuk dimaknai perspektif geopolitik energi dan sumberdaya alam dari kunjungan Menhan Prabowo Subianto ke Singapura. Ia menjadi pembicara pada International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue 2022 dengan topik "Mengelola Persaingan Geopolitik di Kawasan Multipolar” berlangsung pada 10-12 Juni 2022. Sebagai bagian dari rangkaian kunjungan di SIngapura, Menhan Prabowo Subianto berjumpa dengan kolega Menhan AS Lloyd James Austin III, Perdana Menteri Lee Hsien Loong dan Menteri Senior dan Menteri Koordinator Keamanan Nasional Singapura Teo Chee Hean dan kunjungan informal terjadwal sarapan bersama Menlu Singapura Vivian Balakrishnan. Pertemuan santai dengan Menlu Singapura diakhiri dengan Menhan Prabowo Subianto memberikan buku karyanya yang berjudul, "Military Leadership: Notes from Experience Lieutenant General TNI (Ret.) Prabowo Subianto." Kawasan Multipolar Konsep kawasan multipolar stratejik sebagai paradigma baru non-military substansinya adalah menjaga geoplitik sumberdaya alam dan energi global, dimana Indonesia sebagai bagian ASEAN dan Asia Pasifik merupakan poros maritim dunia. Kehadiran Menhan Prabowo Subianto mewakili Indonesia dalam Forum IISS 2022 diantara para pemimpin global dunia adalah representasi negara poros maritim dunia, diharapkan dapat memberikan perspektif baru pendekatan non-military yang mewujudkan sharing benefits & profits sebagaimana maritim adalah common resources yang dimiliki bersama sehingga harus dijaga bersama dan sejauh mungkin dihindari pemusatan kekuasaan militer dan non militer di kawasan multipolar, yakni Asia Pasifik. Konteks Kawasan multipolar, khususnya di Asia Pasifik berpusat pada penciptaan pembangunan ekonomi yang bernilai tambah yang mendatangkan manfaat dan kesejahteraan negara negara kawasan secara berkelanjutan. Tiap negara saling gotong royong berbagi kekuataan tidak ada lagi pemusatan penguasaan sumber daya ekonomi dan lingkungan. Inilah momentum yang tepat yang harus diambil Indonesia sebagai negara maritim yang menganut politik luar negeri bebas aktif secara dinamis. Setelah global pulih dari pagebluk Covid 19, maka suatu platform bersama sharing benefits & profits Asia Pasifik mengedepankan mitigasi risiko pada supply chain sumberdaya alam dan energi yang dirumuskan, dikawal pelaksanaannya secara transparan menghormati kedaulatan tiap negara dalam prinsip “no left behind”. Platform Geopolitik Sumber Daya Alam Disrupsi yang terjadi pasca pagebluk Covid 19 adalah kesadaran bersama akan pentingnya upaya mitigasi risiko perubahan iklim yang mengganggu keberlanjutan rantai pasok (supply chain sustainability) geopolitik sumberdaya alam. Keputusan bisnis bermula dari perencanaan operasional berbasis risiko guna memastikan arus barang, arus informasi, arus uang dari produsen ke konsumen antar negara dalam Kawasan multipolar lancar dengan memperhatikan kedaulatan negara masing masing. Kepemimpinan yang memperhatikan aspek mitigasi risiko keberlanjutan rantai pasokan sumberdaya alam ini awalnya terinspirasi dari cara pikir militer yakni pertahankan-kuatkan-kelola-kembangkan/ekspansi. Namun, pasca pagebluk Covid 19, pendekatan non-military geopolitik sumber daya alam dikontekstualisasi kedalam narasi perubahan iklim. Institusi RAND Corporation di bulan April 2022 merilis dokumen hasil riset “Assessing Risk to the National Critical Functions as a Result of Climate Change” yang ditulis oleh by Michelle E. Miro, Andrew Lauland, Rahim Ali, Edward W. Chan, Richard H. Donohue, Liisa Ecola, Timothy R. Gulden, Liam Regan, Karen M. Sudkamp, Tobias Sytsma, et al, mengemukakan bahwa platform kritikal isu nasional akibat perubahan iklim meliputi mitigasi risiko pasokan air bersih, sumber energi kelistrikan, transportasi, pergudangan dan rantai pasokan, ketersediaan pangan, farmasi dan bahan kimia, perumahan, pendidikan dan kesehatan masyarakat. Sejalan dengan isu kritikal tersebut, Menhan Prabowo Subianto juga telah menuangkan gagasan sektor prioritas pembangunan tahun 2045 dalam buku Paradoks Ekonomi yang juga selaras dengan visi poros maritime dunia. Artinya, platform geopolitik sumberdaya ekonomi dan lingkungan di kawasan multipolar Asia Pasifik “maritime based continent” dalam narasi yang sama yakni, menjadikan prioritas pembangunan negara pada upaya mitigasi perubahan iklim yang berdampak pada pasokan air, farmasi, sumber energi kelistrikan dan pangan serta transportasi dan rantai pasok. Kepemimpinan yang kuat dalam pengawalan implementasi platform geopolitik sumberdaya alam merupakan pendekatan baru non militer yang perlu diwujudkan dalam konsensus bersama dalam forum IISS 2022, forum G20 dan konteks Indonesia pada suksesi pimpinan nasional 2024 kelak.***

Sumber: