Sudah Ada Oknum yang Dibidik
SERANG--Masa pendaftaran siswa baru belum lepas dari pungutan liar. Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Polri menerima ratusan laporan pungli terkait pendaftaran siswa tersebut. Bila tidak juga berhenti melakukan pungli, Saber Pungli memastikan akan menjerat oknum sekolah yang melakukan pidana. Target sudah diketahui satgas, tinggal dieksekusi. Di sisi lain, hasil temuan Ombudsman Banten terkait adanya dugaan jual beli kursi pada penerimaan siswa baru pun ditanggapi serius oleh berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Ketua Komisi V DPRD Banten Fitron Nur Ikhsan. Fitron mengatakan, pada dasarnya proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berdasarkan zonasi merupakan formulasi baru menuju perbaikan yang luar biasa. “Jadi bukan orang itu berprestasi atau tidak tapi bagaiman mereka bisa menjangkau sekolah. Jangan sampai siswa baru dibebani dengan ongkos mahal, padahal biaya pendidikan saja sudah mahal,” kata Fitron saat ditemui di DPRD Banten, KP3B, Kota Serang, Kamis (13/7). Dijelaskan Fitron, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) juga telah mengeluarkan surat edaran dimana penerimaan sesuai dengan zonasi. Di dalam surat edaran tersebut juga terdapat aturan yang mengatur jumlah kuota dikurangi rombongan belajar, sehingga membuat daya tampung sekolah tidak memadai. “Hal itu membuat banyak calon peserta didik baru tidak diterima, sehingga membuat kisruh. Itu juga yang buat orang ramai-ramai pengen masuk sekolah negeri, karena lantaran merasa tidak bisa masuk sehingga menghalalkan segala cara,” jelasnya. Sementara terkait temuan Ombudsman, Fitron mengaku belum mendapatkan laporan resmi dari mereka. Meski begitu, ia menilai, perilaku jual beli kursi dapat menciderai tujuan dari bagian dari proses perubahan menuju ke arah yang lebih baik. “Kasihan kan kalau si calon siswa baru punya nilai tinggi tapi kalah sama yang punya duit. Kalau punya uang ngga usah masuk negeri masuk saja ke swasta, karena sekolah negeri disediakan bagi orang yang tidak mampu,” tegasnya. “Karena berdasarkan surat edaran dari Kemendikbud ada dua persyaratan pertama berdasarkan kedekatan antara tempat tinggal dengan sekolah (zonasi) dan yang kedua adalah Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), dan kalau ada yang pakai itu diprioritaskan,” sambungnya. Fitron juga membenarkan Banten sebagai provinsi ke dua di bawah Jawa Barat yang prosesnya PPDB-nya kacau. “Jadi sekarang nggak usah ngomongin prestasi, kalau siswa nggak ada prestasinya itu kesalahan sekolah, nggak bagus juga mengukur dengan prestasi itu nggak linear, jangan sampai diciderai. Yang pasti pemerintah saat ini pengen anak yang lulus sekolah di dekat ruamhnya,” imbuhnya seraya mengatakan akan melakukan evaluasi proses PPDB dengan OPD terkait. Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah mengungkapkan, proses PPDB merupakan bagian upaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaa (Dindikbud) dalam memperbaiki siswa. “Kalau yang terjadi misalkan di sekolah A itu favorit passing grade nya 28 tapi yang di bawah itu bisa masuk itu kan jadi kecemburuan sama yang nilainya besar tapi ngga masuk. Sudah saja kalau begitu buat kelas khusus, daripada ada sistem tapi dilanggar oknum itu menciderai tujuan awalnya,” kata Asep. Menurut Asep dengan adanya jalur khusus itu bisa menjadi bagian dari subsidi bagi siswa yang tidak mampu. “Daripada aturan dilabrak lebih claer begitu. Kalau sekolah itu favorit bikin jalur khususnya kaya universitas nggak usah tes tapi bayarnya gede,” ujarnya. Dari Jakarta dilaporkan, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Rikwanto menjelaskan, saat ini masa krusial terjadinya pungli di sekolah-sekolah, pasalnya terdapat momen pendaftaran siswa baru di seluruh Indonesia. “Momen ini yang banyak dimanfaatkan untuk melakukan pungli,” terangnya. Dari laporan yang diterima Saber Pungli terdapat setidaknya 58 jenis pungli di sekolah, diantaranya uang pendaftaran, uang SPP, uang OSIS, uang ekstrakulikuler, uang daftar ulang, uang les, uang paguyuban, uang bangunan, uang LKS, uang infak, uang fotokopi, sumbangan pergantian guru, uang materai, uang jasa guru mendaftarkan dan uang tes IQ. “Banyak jenis punglinya,” terangnya. Maka, dengan laporan yang begitu banyak warning diberikan pada semua oknum dalam sektor pendidikan. Baik, pihak sekolah dan komite sekolah. “Tidak boleh melakukan pungli,” papar jenderal berbintang satu tersebut. Sementara anggota Satgas Saber Pungli sekaligus Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Martinus Sitompul menuturkan, Satgas Saber Pungli telah bekerjasama dengan Unit Penindakan Provinsi (UPP) di setiap Pemda dalam mendeteksi pungli tersebut. “Dia berharap jangan sampai ada penindakan di sekolah-sekolah, jadi jangan ada pungli ya,” tuturnya. Bila sampai ada oknum yang tertangkap, maka tidak hanya akan menjerat oknumnya. Namun, lebih besar lagi, kredibilitas sekolah tersebut akan tercoreng. “Sekolahnya bahkan sampai dinas pendidikannya juga akan malu sendiri,” tutur mantan Kabidhumas Polda Metro Jaya tersebut. Dia meminta pada pelajar dan orang tuanya untuk melaporkan bila menemui pungli di sekolah. Ada banyak akses yang bisa ditempuh dalam melaporkannya. “Lapor dan kami pasti bertindak cepat. Saat ini sudah ada laporan yang sedang ditindaklanjuti,” jelasnya. Mendikbud Muhajir Effendy mengatakan masalah paling banyak muncuk dalam PPDB tahun ini adalah orangtua yang protes karena anaknya tidak diterima di sekolah favorit. Dia menegaskan mendapatkan amanah dari Wapres Jusuf Kalla untuk menghapus budaya sekolah favorit. Muhadjir menyampaikan permohonan maaf kepada wali murid yang cenderung berburu sekolah favorit. “Jangan lagi ada sekolah kasta brahmana dan sekolah kasta sudra," katanya di kantor PGRI kemarin. Dia menjelaskan dengan sistem yang ada selama ini, muncul sekolah yang kelimpahan pelamar tidak lolos di sekokah favorit. Sehingga ada sekolah negeri yang isinya anak-anak miskin ekonomi dan miskin akademik alias tidak pintar. Saking tingginya gelombang protes, Muhadjir mengatakan ada spanduk di Nunukan yang isinya meminta Muhadjir dicopot. Setelah dia cek ke sekolah setempat, ternyata yang membuat spanduk itu adalah oknum pejabat. Oknum ini kecewa karena anaknya tidak diterima di sekolah favorit. Muhadjir juga mencontohkan di Jakarta ada anak tidak lolos di sekolah yang selama ini diklaim sekolah favorit. Padahal rumah anak itu ada di depan sekolah tadi. Akhirnya si anak sekolah sampai 20 km dari rumahnya. "Ujungnya anak ini putus sekolah karena tidak kuat setiap hari menempuh 20 km," jelasnya. Muhadjir mengakui sistem zonasi sekarang adalah tahun pertama. Pasti ada kelemahan yang harus diperbaiki. Intinya semangat yang diusung adalah pemerataan pendidikan. Jangan sampai ada sekolah yang sangat ramai. Kemudian ada sekolah yang kekurangan siswa. Terkait dengan praktik pungli dan semacamnya, Muhadjir menyerahkan ke aparat berwenang. Intinya Kemendikbud sudah mengeluarkan panduan kepada komite sekolah dalam memungut biaya pendidikan. Selama mengikuti aturan yang ada, tidak perlu takut. Kemudian kepada penegak hukum juga jangan sampai mencari-cari kesalahan, selama pungutan sesuai regulasi. Muhadjir menegaskan pungutan kepada siswa tidak dilarang. Asalkan jangan sampai memberatkan siswa dari keluarga miskin. “Anak dari keluarga miskin harus dibantu. Sekolah gratis itu penyesatan,” katanya. Sejak pertengahan bulan lalu, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) turut mengawasi proses penerimaan peserta didik baru (PPDB). Itu dilakukan lantaran potensi pelanggaran masih tinggi. “Besok (hari ini) deadline untuk melaporkan temuan,” ungkap Koordinator Tim 7 Bidang Pendidikan ORI Rully Amirullah kemarin (13/7). ORI memang belum bisa merinci laporan pelanggaran proses PPDB. Namun, Rully menyebutkan bahwa pungli merupakan salah satu pelanggaran yang masih terjadi. Praktik jual beli kursi misalnya. “Kami sedang dalami dugaan pungli di Kalimantan,” kata dia. Itu dilakukan lantaran ORI menerima laporan bahwa salah satu sekolah di sana meminta sejumlah uang kepada orang tua calon peserta didik baru. Tidak tanggung, angkanya mencapai bellman juta rupiah untuk setiap calon peserta didik baru. “Kalau tidak kasih uang, tidak dapat kursi,” ujar Rully. Pelanggaran tersebut jelas mencederai komitmen pemerintah untuk memberantas pungli. Apalagi pada pelayanan pendidikan yang notabene merupakan salah satu kebutuhan penting bagi masyarakat. Meski belum tahu pasti persentase pelanggaran proses PPDB tahun ini, ORI berharap besar angkanya lebih kecil dari tahun lalu. Senada dengan Rully, Komisioner Ombudsman Ahmad Suadi menyebutkan, belum bisa menyebutkan angka pasti pelanggaraan yang terjadi pada proses PPDB tahun ini. “Tetapi, di setiap daerah ada,” tegas Ahmad. Dia pun menyebutkan bahwa pungli dalam proses PPDB bukan hanya jual beli kursi. Melainkan juga penyalahgunaan sistem PPDB online. Kecenderungan sekolah negeri favorit melakukan pungli pun diakui masih ada. Ninik Rahayu, komisioner ORI lainnya juga menyampaikan bahwa pungli dalam proses PPDB tahun ini masih terjadi. “Antara lain yang soal uang, amplop, dan sumbangan,” jelasnya. (tb/ang/jpg/bha)
Sumber: