Desain Kampanye Rawan Corona

Desain Kampanye Rawan Corona

JAKARTA-Ketentuan kampanye yang masih memperbolehkan kegiatan pengumpulan massa di masa pandemi mendapat sorotan. Sebagaimana diketahui, dalam Peraturan KPU Nomor 10 tahun 2020 tentang Pilkada di masa pandemi, sejumlah kegiatan masih diperbolehkan. Seperti pentas seni, panen raya, jalan santai, sepeda santai hingga konser musik. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi meminta PKPU tersebut dikaji ulang. Sebab kegiatan semacam itu berpotensi mempersulit upaya dalam mengontrol persebaran virus Covid-19. Meskipun dalam ketentuannya semua kegiatan tersebut dibatasi massanya. Maksimal 100 orang. Dia tak yakin bisa dilaksanakan. Sebab jika merujuk tahapan pendaftaran saja, dalam praktiknya ada banyak pelanggaran. Meskipun PKPU sudah memberikan batasan. "Evaluasi atas pelaksanaan tahapan pendaftaran bapaslon pada awal September kemarin, rasanya sulit menerapkan Protokol Kesehatan Covid-19 melalui kegiatan konser musik," jelas Arwani kemarin (16/9). Dia mencontohkan, sejumlah acara konser musik lain yang bersifat komersial saja, sudah banyak dibatalkan. Atau paling tidak ditunda sepanjang 2020 ini. Demi menekan angka persebaran Covid-19. Dengan demikian, tidak layak jika diacara pillkada masih diperbolehkan. Untuk itu, politisi PPP itu mengimbau KPU sebagai penyelenggara perlu menyesuaikan bentuk-bentuk kampanye yang diperbolehkan dengan situasi pandemi. Dia meminta agar aturan yang memperbolehkan konser musik dan sejenisnya dibatalkan. "Semua kegiatan yang dibolehkan basisnya adalah penerapan protokol kesehatan," tegasnya. Sementara itu, Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, sebetulnya pihaknya ingin mendesain kampanye seideal mungkin untuk kondisi pandemi. Namun, tidak bisa serta merta menghapus jenis-jenis kampanye. Mengingat sudah diatur dalam UU 10 tahun 2016. "Bentuk-bentuk kampanye sudah diatur di situ, tentu KPU tak bisa mengubah dan meniadakannya," ujarnya. Kecuali dilakukan revisi terhadap UU Pilkada terlebih dahulu. Yang bisa dilakukan KPU, lanjut dia, adalah meminimalisir potensi penyebaran virus Covid-19 dalam setiap kegiatan. Oleh karenanya, dalam PKPU diatur batas maksimal 100 orang, menerapkan protokol kesehatan dan berkoordinasi dengan satgas penanganan COVID-19 di daerah masing-masing. Raka menambahkan, syarat koordinasi dengan satgas diharapkan dapat memberikan aspek peninjauan atau kelayakan menggelar acara dengan massa di sebuah daerah. Nantinya, satgas yang akan menentukan apakah dapat digelar secara langsung atau cukup melalui online. "Kami mendorong pemanfaatan teknologi informasi," kata mantan anggota Bawaslu Provinsi Bali tersebut. Sementara itu, Peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay menyarankan agar pelaksanaan pilkada ditunda sementara. Hal itu dibutuhkan untuk memperbaiki persiapannya. Termasuk dalam hal kesiapan regulasi. "Baiknya kita stop dulu, kita rapikan dulu apa yang mau kita lakukan," kata Hadar yang juga mantan Komisioner KPU RI. Diakuinya, ada banyak regulasi yang harus dibenahi dan disesuaikan dengan kondisi pandemi. Dan itu harus dilakukan di level UU Pilkada. Bahkan jika diperlukan, bisa berbentuk Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang). Salah satu norma yang harus diubah adalah aturan kampanye. Sebab jenis kampanye pada UU Pilkada saat ini masih tatap muka. "Perlu mengurangi atau bahkan menghilangkan pertemuan-pertemuan langsung yang bisa menciptakan kerumunan," imbuhnya. Diakuinya, meski ada pembatasan, namun instrumen yang ada saat ini belum cukup kuat untuk melakukan penertiban. Sebab, kondisi sosial masyarakat Indonesia dalam berdemokrasi sangat khas dengan kerumunan. (far/deb)

Sumber: