Vaksin Covid, 2 Tahun Lagi

Vaksin Covid, 2 Tahun Lagi

JAKARTA-Wabah Covid-19 akan berakhir jika sudah ditemukan vaksin sebagai penangkalnya. Pemerintah Indonesia telah memerintahkan Kemenkes untuk membuat vaksin sendiri. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengembangkan vaksin Covid-19. Meskipun upaya percepatan sudah dilakukan. Untuk memastikan vaksin yang dikembangkan ampuh mencegah Covid-19 dan aman untuk manusia perlu pengujian yang memakan waktu lama. Dalam keterangannya di kantor Presiden kemarin, Presiden Direktur PT Bio Farma Honesti Basyir mengatakan kemugkinan vaksin Covid-19 baru siap pada 2022 mendatang. Ia menjelaskan perkembangan dua jenis vaksin sedang dikembangkan perusahaannya. Pertama adalah vaksin lokal yang dikembangkan bersama Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19. Kedua adalah pengembangan vaksin kerja sama antara Bio Farma dan Sinovac Tiongkok. Vaksin lokal merupakan proyek jangka panjang yang dikembangkan di fasilitas milik Bio Farma. Diawali dari pengembangan prototipe oleh Eijkman Institute yang ditargertkan selesai pada Februari 2021. ’’Kemudian, pengembangannya dilanjutkan oleh Bio Farma,’’ terangnya. Uji preklinis akan dilakukan apda kuartal pertama 2021. Kemudian, uji klinis tahap pertama diperkirakan bakal dimulai pada kuartal ketiga 2021. ’’Bila hasilnya baik, kita akan bisa menyediakan vaksin untuk publik pada kuartal pertama atau pertengahan 2022,’’ lanjut Honesti. Sementara, pengembangan vaksin bersama Sinovac akan memasuki fase ketiga uji klinis. Pada fase ketiga itulah transfer teknologi dari Sinovac ke Bio Farma akan dilakukan. Nantinya, Bio Farma akan melakukan uji klinis tahap ketiga berkolaborasi dengan Universitas Padjajaran Bandung dan beberapa lembaga lain. ’’Diperkirakan hasil awal uji klinis tahap ketiga bisa digunakan untuk penggunaan secara darurat pada kuartal pertama 2021, dengan seizing BPOM,’’ tambahnya. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC-19) dan Kemenristek/BRIN meluncurkan mesin deteksi Covid-19. Mesin ini mampu menguji 1.000 sampel swab per hari. Mesin tersebut diberi nama COBAS 6800 Fully-automated Molecular System. Mesin ini adalah satu dari dua mesin yang telah beroperasi di Indonesia. Mesin pertama telah ditempatkan di Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. Mesin untuk mendeteksi virus penyebab Covid-19 ini menggunakan pendekatan molekuler atau nucleid acid amplification testing (NAAT). Mesin ini diklaim mampu untuk menguji sampel swab dengan kapasitas 1.000 sampel per hari dan akan mendukung target pengujian sampel hingga 30 ribu sampel per hari. Peluncuran mesin pendeteksi COVID-19 ini dilakukan oleh Menteri Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro di LBM Eijkman di Jakarta, pada hari ini, Kamis (16/7). "Kami bangga Lembaga Eijkman melakukan terobosan menggunakan mesin Cobas 6800 System yang dapat menguji 1.000 sampel per hari sehingga meningkatkan kapsitas uji sampel Covid-19 di Indonesia," ujar Bambang. Kepala LBM Eijkman Amin Soebandrio menyebut pengoperasian Cobas 6800 System ini semuanya dilakukan secara otomatis. Tidak ada intervensi manusia. "Tidak ada intervensi manusia ketika proses berjalan, sehingga meningkatkan keamanan operator. Fully automatic, artinya terkendali, kualitasnya terjamin dan lebih cepat, itu kenapa itu bisa seribu tes per hari," ujar Amin. Di sisi lain, saat ini Bio Farma sudah memproduksi PCR test kit dengan kapasitas 240 ribu per bulan. Kapasitasnya segera dinaikkan menjadi 1,5 juta per bulan. Kemudian pada September akan naik lagi menjadi 2 juta test kit per bulan. Tes kit tersebut sudah disesuaikan dengan karakter virus yang berkembang di Indonesia, sehingga diyakini lebih akurat. Sementara itu, Lembaga Eijkman baru saja mengupgrade kemampuan uji PCR-nya. Lembaga di bawah Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ini berhasil mendatangkan mesin deteksi Covid-19 COBAS 6800. Mesin senilai Rp 10 miliar tersebut diperoleh dari dana sumbangan PT Tempo Scan Pacific. Kepala Lembaga Eijkman Amin Soebandrio menuturkan, pihaknya membutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk mendapatkan mesin tersebut. Indonesia harus bersaing dengan 300 lembaga lainnya di dunia guna mendapatkan mesin deteksi ini. Menurutnya, mesin ini memiliki banyak kelebihan. Mesin ini menggunakan sistem otomatis yang khusus didesain untuk pengerjaan aplikasi yang highthrouput, seperti perhitungan viral load, skrining darah, dan uji mikrobiologi lainnya. Sistem tersebut mampu meminimalisir kesalahan pre-analitik selama proses pemeriksaan Covid-19. Selain itu, dapat mengurangi jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan jika dibandingkan dengan proses pemeriksaan PCR COVID-19 secara manual. "Kualitas lebih terjamin. Kerja lebih cepat. Itu kenapa dapat melakukan 1000 tes perhari," tuturnya dalam temu media secara daring kemarin (16/7). Pengujian SARS-CoV-2 menggunakan COBAS 6800 Systems ini pun telah disetujui untuk EUA (Emergency Use Authorization). Sehingga sensitivitasnya sama seperti PCR pada umumnya. Dengan adanya penambahan kemampuan tes PCR ini, dia meyakini bahwa nantinya hasil uji swab tak akan lama lagi. Cukup dua hari sejak spesimen diterima. "Sample diterima hari ini, besokannya masuk mesin. Eseok harinya bisa kita berikan hasilnya. Tentu dengan sedikit proses administrasi," paparnya. Setiap harinya, Eijkman setidaknya menerima 700-800 spesimen dari seluruh Indonesia. Pihaknya sudah berjejaring dengan 274 fasilitas kesehatan. Saking banyaknya sampel yang masuk, freezer Eijkman bahkan disebut tak sanggup lagi menampung. Dia menambahkan, untuk pengoperasian mesin ini, pihaknya mendapat bantuan reagen dari pemerintah New Zealand sebanyak 15 ribu spesimen senilai Rp 4,5 miliar. Artinya, reagen hanya dapat digunakan sangat singkat. Terlebih, mesin sudah mulai running sejak 16 Juni lalu. (jpg)

Sumber: