Pemda Harus Perbanyak Tes PCR
JAKARTA-Provinsi Jawa Timur masih menjadi wilayah dengan jumlah kasus terbanyak di Indonesia. Meskipun, tingkat penularan per 100 ribu penduduknya berada di urutan 10 terbanyak. Jawa Timur memerlukan tes PCR lebih banyak lagi untuk meningkatkan kualitas pemetaan penularan. Sehingga pemerintah daerah bisa mengambil langkah yang tepat untuk menangani pandemi tersebut. Secara global, Indonesia berada di urutan 26 negara dengan kasus Covid-19 terbanyak. Bila diasumsikan ke depan penularan perhari rata-rata 1.200. Bukan tidak mungkin akhir bulan ini jumlah kasus konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia akan menyalip Tiongkok. Kemarin negara tersebut hanya mencatatkan 7 kasus baru dan berada di urutan ke-22 negara dengan kasus Covid-19 terbanyak. Data Worldometers menunjukkan kasus kumulatif di Tiongkok 83.572. Koordinator Tim Data Kawal Covid-19 Ronald Bessie menjelaskan, yang paling utama harus dikejar pemerintah saat ini adalah meningkatkan kapasitas tracing dan testing. Pemerintah harus memastikan bahwa mereka yang terjaring dalam tracing wajib menjalani swab. ’’Kalau tidak mau swab, dia harus menjalani isolasi mandiri 14 hari,’’ terangnya. Dia mencontohkan Jatim yang testing rationya ada di kisaran 4 pada pekan ketiga Juni lalu. Artinya untuk 1 kasus baru, hanya ada 4 orang yang dites setelahnya. Padahal, sangat mungkin yang kontak dengan si pasien lebih dari itu. ’’Jatim ini tracingnya belum jalan dengan baik, testingnya juga,’’ lanjutnya. Dengan kondisi yang belum baik saja, Jatim sudah mencatatkan diri sebagai wilayah dengan jumlah kasus konfirmasi terbanyak. Maka seharusnya pemda dipacu untuk memperbanyak tes PCR bila ingin memetakan penularan. Bukan hanya mengandalkan rapid test. Karena bagaimanapun yang dijadikan acuan seseorang tertular Covid-19 atau tidak itu adalah hasil tes PCR. Data dwi mingguan Kemenkes menunjukkan, pada periode 20 Juni-3 Juli Provinsi Jatim mencatatkan penularan harian rata-rata 285 kasus. Jauh di atas DKI Jakarta yang sebenarnya juga tinggi, yakni 168. Meskipun demikian, untuk jumlah penularan per 100 ribu penduduk, DKI Jakarta memang masih tinggi. Yakni 1.132,91 per 100 ribu penduduk. Sementara Jatim 328,68 per 100 ribu penduduk. Karena jumlah penduduk Jatim empat kali lipat Jakarta. Jika diteliti secara nasional, Ahli Epidemiologi Tim Pakar Gugus Tugas Nasional Dewi Nur Aisyah mengatakan bahwa hanya 67 kota/kabupaten di Indonesia yang mencatatkan angka kematian lebih dari 5 orang per 100 ribu penduduk. “Kalau dilihat top ten kota dengan angka kematian tertinggi masuk pada kategori kematian lebih dari 5 orang. Hanya 67 saja yang masuk kategori ini,” jelas Dewi kemarin (8/7) Sementara kluster kota/kabupaten yang lebih besar mencatatkan angka maupun rasio kematian yang minim, 82 kabupaten/kota yang mencatatkan 2 hingga 5 kematian per 100 ribu penduduk. Diikuti dengan 81 kabupaten/kota dengan 1 orang kematian. Lalu 284 sisanya tidak ada kematian sama sekali. “Jadi hanya 67 angka kematian tinggi dibandingkan dengan 514 yang angka kematiannya rendah atau tidak ada sama sekali,” jelas Dewi. Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengundang kementerian-kementerian dengan anggaran besar Selasa (7/7) lalu. ’’Karena kita ingin ada percepatan penyerapan anggaran,’’ ujarnya. Sehingga perekonomian di bawah bisa segera berjalan kembali. Dalam kesempatan tersebut, Presiden mengungkapkan kembali unek-uneknya tentang kinerja kementerian. Salah satunya dalam penerapakn work from home selama hampir 3 bulan. ’’Yang saya lihat, ini kayak cuti malahan,’’ lanjutnya. Padahal, dalam kondisi krisis, harusnya elemen pemerintah bekerja lebih keras dari biasanya. Bila biasanya membuat regulasi dalam dua pekan, maka dalam kondisi krisis seharusnya bisa selesai dalam sehari. Cara bekerjanya harus digeser. Bila sebelumnya rumit, maka harus diubah menjadi cepat dan sederhana. SOP yang normal diganti menjadi lebih cepat namun tetap akurat. Dia yakin jajaran kementerian lebih tahu caranya untuk mempercepat kerja. Dia mengingatkan, kondisi pandemi sekarang bukanlah hal yang biasa saja. ’’Karena saya merasakan, ini mengerikan lho,’’ ucap Jokowi. Dia sudah berbicara dengan sejumlah kepala negara, dan semuanya mengatakan hal yang sama. Bahwa pandemi Covid-19 begitu mengerikan. Semua prediksi ekonomi dunia semakin buruk. Di Indonesia, pertumbuhan di kuartal pertama anjlok menjadi 2,97 persen. Meskipun kuartal kedua belum diketahui angkanya, namun terlihat bahwa terjadi penurunan. Baik dari sisi demand maupun supply. Juga penurunan produksi. Semua terganggu dan rusak. Karena mobilitas selama pandemi memang dibatasi. Dalam kondisi seperti saat ini, satu-satunya yang mampu mengerakkan ekonomi hanya belanja pemerintah. Karena itu, dia meminta semua belanja dipercepat. Khususnya belanja yang besar. Kemendikbud ada Rp 70,7 triliun, Kemensos Rp 104,4 triliun, Kemhan Rp 117,9 triliun, Polri Rp 92,6 triliun, Kemenhub Rp 32,7 triliun. Dia meminta semua belanja tersebut dipercepat. Memang, pasca Sidang Kabinet Paripurna yang lalu, mulai ada pergerakan. Namun, menurut presiden belum sesuai yang diharapkan. Karena itu dia mengundang para dirjen untuk langsung mempercepat belanja. Tentu yang diutamakan adalah produk dalam negeri. belanja produksi luar negeri sebisa mungkin ditahan, digantikan dengan produk dalam negeri. Beberapa produk yang sebelumnya harus impor sudah bisa diproduksi di dalam negeri sehingga tidak perlu lagi impor. ’’APD 17 juta produksi kita perbulan, padahall kita pakainya hanya 4-5 juta,’’ tegasnya. Kuncinya ada di kuartal ketiga. Begitu kuartal ketiga bisa mengungkit, maka kuartal keempat akan menjadi lebih mudah. Begitu pula tahun depan. (jpg)
Sumber: