Covid-19 Jadi Bencana Nasional, Lonjakan Kasus dan Perintah Jokowi Antisipasi Puncak Pandemi

Covid-19 Jadi Bencana Nasional, Lonjakan Kasus dan Perintah Jokowi Antisipasi Puncak Pandemi

JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional. Keputusan itu dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) nomor 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional yang ditekan pada 13 April. Salah satu keputusan yang diambil dalam beleid ini, seluruh kebijakan yang diambil kepala daerah termasuk Gubernur, Bupati, dan Walikota harus mengikuti arahan pusat. Kepala daerah juga berperan sebagai ketua Gusus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di masing-masing wilayah yang dipimpin. "Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah, dalam menetapkan kebijakan di daerah masing-masing harus mempertahikan kebijakan pemerintah pusat," bunyi Keppres 12 tahun 2020 tersebut. Dalam menetapkan status bencana nasional tersebut pemerintah mempertimbangkan sejumlah aspek. Pertama, meningkatkan jumlah korban dan kerugian harta benda serta melusnya cakupan wilayah yang terdampak. Keppres 12 tahun 2020 ini juga menjelaskan, Covid-19 dianggap menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia. Pertimbangan lainnya adalah keputusan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global yang 'menyerang' ratusan negara di dunia. Melalui penetapan status bencana nasional ini, komando penanganan penyebaran Covid-19 berada di tangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Sebagai bencana skala nasional, maka gugus tugas akan memimpin koordinasi antarkementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Dalam sejarah, status bencana nasional sebelumnya ditetapkan untuk penanganan gempa dan tsunami Flores, NTT tahun 1992, dan tsunami Aceh tahun 2004. Pemerintah pada Senin (13/4), mengumumkan penambahan sebanyak 316 kasus positif Covid-19 selama 24 jam terakhir. Sehingga, total kasus positif Covid-19 di Indonesia adalah 4.557 kasus. Dari angka tersebut, sebanyak 21 orang kembali dinyatakan sembuh sehingga total pasien sembuh sebanyak 380 orang. Sedangkan 26 orang meninggal dunia dalam satu hari terakhir, sehingga total pasien meninggal 399 orang. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyebutkan, sebagian besar pasien yang meninggal berusia di atas 50 tahun dan memiliki penyakit bawaan, seperti hipertensi atau darah tinggi, diabetes, dan penyakit paru-paru seperti asma dan bronkitis. "Maka sekali lagi diingatkan agar masyarakat tetap menjaga jarak dan menunda perjalanan. Produktif di rumah," ujar Yurianto, Senin (13/4). Dari total angka pasien sembuh, DKI Jakarta mencatatkan kasus sembuh tertinggi yakni 142 pasien dalam 24 jam terakhir. Kemudian Jawa Timur mencatatkan 73 sembuh, dan diikuti Sulawesi Selatan dengan 31 orang sembuh. Terus melonjaknya laporan kasus positif Covid-19 sepertinya tidak terlepas dari upaya peningkatan kapasitas dan perluasan tes PCR. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan meminta tes PCR terus ditingkatkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 agar meningkatkan jumlah tes masif kepada masyarakat luas "Bapak presiden juga telah memerintahkan untuk meningkatkan kapasitas PCR test, demikian juga Bapak Wakil Presiden meminta supaya tes masif ditingkatkan," ujar Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo kepada wartawan, usai rapat terbatas dengan Presiden, Senin (13/4). Doni menyebut peningkatan kapasitas tes PCR dan jumlah tes masif sangat penting untuk bisa mengetahui masyarakat yang telah positif Covid-19. Dengan begitu, mempermudah penanganan terhadap masyarakat yang positif baik itu isolasi mandiri maupun dirujuk ke rumah sakit tertentu. Karena itu, Doni menyebut sudah ada beberapa pihak baik swasta maupun BUMN bersedia untuk ikut partisipasi tes PCR Covid-19. "Ada beberapa swasta yang nantinya akan berpartisipasi dalam PCR test yang bekerjasama juga dengan Kementerian Kehatan, kemudian juga dengan BUMN," ujar Doni. Tak hanya itu, Presiden, juga kata Doni, memerintahkan peningkatan kapasitas laboratorium yang digunakan untuk memeriksa Covid-19. Sebab, saat ini baru 29 laboratorium yang siap dari 79 laboratorium yang tersebar di Tanah Air "Yang semula hanya ada tiga, kemudian tambah 12, dan saat ini 29 menuju ke 52 dari 79 laboratorium yang tersebar di Tanah Air," ujarnya. "Bapak Menristek/kepala BRIN juga telah membantu Lembaga Eikjman agar kapasitas pemeriksaannya ini juga bisa lebih banyak lagi," ujar menambahkan. Puncak pandemi Pemerintah memprediksi puncak pandemi Covid-19 di Indonesia berlangsung pada lima hingga enam pekan mendatang atau sekitar pertengahan hingga akhir Ramadhan 1441 H. Artinya, pada masa-masa tersebut jumlah penderita Covid-19 diperkirakan akan mencapai angka tertinggi sejak kasus konfirmasi positif pertama kali diumumkan pada awal Maret lalu. Doni Monardo menjelaskan, untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah melalui Kementerian BUMN telah menambah ketersediaan alat tes Covid-19 dengan metode PCR. Kementerian BUMN telah mendatangkan 18 unit alat PCR. Alat ini diharapkan bisa meningkatkan kapasitas pemeriksaan menjadi 9.000 tes per hari. "Ketersediaan reagen perlu kita upayakan maksimal karena masa puncak di Indonesia diprediksi akan terjadi 5-6 minggu yang akan datang," kata Doni selepas mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Senin (13/4). Selain pemeriksaan dengan metode PCR yang akurat, pemerintah juga sedang memasifkan pelaksanaan tes cepat atau rapid test. Kendati tidak seakurat tes PCR, rapid test dianggap dapat memetakan penyebaran Covid-19 di daerah. "Upaya ini sangat penting untuk bisa mengetahui masyarakat yang telah positif setelah dilakukan pemeriksaan sehingga bisa dilakukan langkah-langkah untuk isolasi mandiri, termasuk juga untuk dirujuk ke rumah sakit tertentu," kata Doni.(rep)

Sumber: