Sudah Terjadi Gelombang Mudik, Tegal Di-Local Lockdown

Sudah Terjadi Gelombang Mudik, Tegal Di-Local Lockdown

JAKARTA-Lebaran masih dua bulan lagi. Namun, kondisi Jakarta yang sepi aktivitas membuat gelombang mudik mulai berjalan. Hal itu menimbulkan kekhawatiran meluasnya persebaran virus korona ke berbagai daerah. Karena itu, pemerintah mengimbau agar tradisi mudik tahun ini dihentikan dulu. Imbauan itu disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin kemarin (26/3). Dia menuturkan, masyarakat yang telanjur mudik sebaiknya diawasi atau diperiksa terlebih dahulu. Wapres mengatakan menerima laporan tentang gelombang mudik yang sedang berlangsung dari Jakarta ke Jawa Tengah. Dia menuturkan, jika diperlukan, petugas perlu mengawasi titik perbatasan daerah. Menurut Wapres, para pemudik yang telanjur berangkat perlu mengikuti rapid test. Pemeriksaan itu penting untuk memastikan pemudik tidak berpotensi membawa virus korona ke daerahnya. Ma’ruf mengatakan, silaturahmi Lebaran tahun ini sebaiknya dilakukan dengan cara online. Atau, jika tetap ingin tatap muka, silaturahmi bisa dilakukan saat wabah Covid-19 sudah tidak ada. Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Abdullah Azwar Anas meminta jajaran pemkab menyiapkan diri terkait adanya potensi mudik dari kota besar. Sebab, meski sudah dilarang, potensi itu tetap ada. ’’Pemkab-pemkab hendaknya melakukan pemantauan,’’ ujarnya kepada Jawa Pos kemarin. Sosok yang juga menjabat bupati Banyuwangi itu menjelaskan, pemantauan diperlukan sebagai langkah preventif. Dia meminta perantau didata dan diberi edukasi untuk melakukan isolasi diri selama 14 hari. ’’Untuk selanjutnya ditangani sesuai SOP, apakah masuk PDP dan seterusnya,’’ tuturnya. Anas menambahkan, saat ini jajaran pemkab sudah melakukan upaya menghadapi pandemi Covid-19. Mayoritas telah melakukan realokasi APBD untuk penyediaan ruang isolasi, APD, alat rapid test, dan sebagainya. ’’Pemkab-pemkab juga memiliki gugus tugas dengan bidang-bidang, mulai promotif-preventif sampai kuratif,’’ katanya. Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri memberikan lampu hijau terhadap langkah pemda yang melarang warganya pulang. Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Kastorius Sinaga mengatakan, pemda boleh bekerja sama dengan pemda lain untuk mencegah mudik di tengah wabah korona.’’Seperti terobosan gubernur Jateng itu yang membangun komunikasi dengan provinsi asal mudik, seperti Jabodetabek dan Jabar, untuk sosialisasi gerakan tunda mudik tahun ini,’’ ujarnya. Kasto menambahkan, pemda juga bisa membatasi atau bahkan menghilangkan kebiasaan acara mudik bersama. Upaya itu diharapkan bisa menekan mobilitas orang dari kota ke kampung. Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi juga menyatakan, mudik tak sejalan dengan imbauan pemerintah untuk mengurangi kerumunan. Memang, larangan mudik secara resmi belum ditetapkan pemerintah pusat. ’’Kita bisa bersilaturahmi dengan menggunakan WhatsApp dan video call,’’ tuturnya. Budi mengingatkan, perjalanan mudik bisa saja membuat pemudik tertular korona. ’’Yang mudik berpotensi membuat wilayah sebaran Covid-19 semakin luas,’’ ucap Budi. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Tri Nuke Pudjiastuti mengungkapkan, pihaknya sedang membuat kajian khusus terkait mobilitas penduduk dalam masa pandemi korona. Terutama soal hajatan mudik Lebaran. ”Ini kebutuhan mendesak, dalam satu sampai dua minggu ini selesai,” ujarnya dalam konferensi video bersama dengan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro kemarin (26/3). Sayangnya, jika riset baru muncul seminggu lagi, tentu terlambat. Sebab, pergerakan orang mudik ke kampung halaman mulai terjadi. Menyangkut hal itu, Prof Nuke sangat memahami. Namun, pihaknya harus tetap menyadarkan pemerintah berdasar evidence based policy. Sebab, jika hanya berupa imbauan, akan tetap terjadi penyebaran. ”Berbeda halnya jika ada kebijakan yang lebih tegas dalam dua level, pemerintah dan masyarakat,” ungkapnya. Lalu, apakah dapat dijadikan pedoman untuk menerapkan kebijakan lockdown? Menurut dia, full lockdown rasanya tidak memungkinkan di Indonesia. Dia menilai malah terlalu berbahaya. Sebanyak 70 persen tenaga kerja Indonesia merupakan pekerja informal yang pendapatannya adalah harian. Belum lagi soal bahan makanan yang hampir seluruhnya berasal dari luar Jakarta. ”Ketika kemampuan pemerintah menyantuni semua warganya rendah, terlalu berisiko mengambil kebijakan full lockdown,” jelasnya. Dia berpendapat, yang paling pas adalah kebijakan semi-lockdown di setiap wilayah. Artinya, ada pembatasan mobilitas keluar masuk dalam satu wilayah. Ini berkaitan erat dengan mudik. Seharusnya ada ketegasan dari pemerintah untuk menetapkan tidak ada mudik. Sementara itu, langkah berani diambil Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono untuk menyelamatkan warganya dari virus korona. Kemarin dia memutuskan menutup akses masuk kota dari semua arah. Dedy menyebut kebijakannya itu dengan istilah local lockdown. ’’Jadi, yang kita tutup pintu masuk ke kota, kalau jalur nasional dan provinsi bukan kewenangan kita,” jelas Dedy kepada Radar Tegal. Sejak kasus korona merebak, akses masuk kota sebenarnya sudah dibatasi. Namun, pemkot hanya memasang water barrier yang mudah dipindah. Nah, setelah ada kebijakan local lockdown, penghalang jalan itu diubah menjadi MBC beton. ’’Kebijakan ini berlaku mulai Senin, 30 Maret, hingga 31 Juli. Semua perbatasan akan ditutup dengan MBC beton, bukan lagi water barrier,’’ tegasnya. Dia juga meminta para babinsa dan bhabinkamtibmas untuk memantau warga yang baru pulang dari luar kota. ’’Kalau ada, mohon segera melapor sehingga bisa dilakukan upaya pencegahan,” tegasnya. Kebijakan local lockdown diambil setelah Kota Tegal ditetapkan masuk zona merah Covid-19 kemarin. Penetapan itu menyusul rapat bersama Tim Gugus Penanganan Covid-19 dan forkompinda Kamis sore (26/3). ’’Kita sudah umumkan bahwa ada warga yang terkonfirmasi positif. Karena itu, semua sepakat kita masuk zona merah,” katanya. Satu orang yang positif terinfeksi virus korona adalah warga Kecamatan Tegal Timur. Usianya 34 tahun. Dedy menyadari bahwa kebijakan local lockdown berpotensi mematikan ekonomi daerah. Namun, bagi dia, keselamatan warga harus dinomorsatukan. ’’Lebih baik mati ekonomi ketimbang ada warga yang mati. Saya memilih dibenci daripada maut menjemput mereka (warga),’’ tegasnya. Selain menutup akses masuk kota, Pemkot Tegal akan melakukan penyemprotan disinfektan dalam skala besar. Penyemprotan akan dilaksanakan di beberapa tempat keramaian dengan menggandeng unsur TNI. Penyemprotan direncanakan menggunakan kendaraan pemadam kebakaran. Hingga Rabu malam (25/3), jumlah orang dalam pemantauan (ODP) di Kota Tegal mencapai 37 orang. Sementara itu, pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 22 orang dari tiga daerah. (wan/lyn/far/mia/idr/muj/zul/c7/oni)

Sumber: