RSU Banten Khusus Covid-19, Rapid Test Belum Pasti

RSU Banten Khusus Covid-19, Rapid Test Belum Pasti

SERANG-Sebaran virus Corona (Covid-19) semakin menjadi di Banten kok. Sudah merenggut 4 nyawa. Jumlah warga yang positif terinfeksi juga semakin bertambah. Hingga Minggu (22/3) tercatat 34 warga positif Covid-19, 29 dirawat dan satu orang dinyatakan sembuh. Kasus terbanyak berada di tiga daerah Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangsel. Tangerang raya pun masuk zona merah. Pemprov Banten mengambil langkah strategis. Rumah Sakit Umum (RSU) Banten yang biasanya melayani pasien umum, akan diubah menjadi rumah sakit khusus menangani pasien Covid-19. Rencananya, mulai Rabu (25/3) rumah sakit yang berada di Jalan Syeh Nawawi Al Bantani, Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, ini akan difungsikan sebagai rujukan kasus Covid-19, khususnya untuk warga Banten. Juru bicara (Jubir) Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten, Ati Pramudji Hastuti mengatakan, seluruh ruang perawatan di RSU Banten akan dikhususkan untuk menangani pasien Covid-19. "Hari Rabu besok sudah operasional seluruhnya untuk pasien Covid. Tidak lagi menerima pasien umum. Seluruh kamar ada 250 bed (tempat tidur,red). Untuk operasional itu akan dilakukan sampai tiga bulan ke depan," kata Ati saat dihubungi melalui telepon, Minggu (22/3). Penunjukkan RSU Banten sebagai RS khusus Covid-19, kata Ati, dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan kasus. "Kalau ada pasien Covid-19 yang kesulitan dapat rumah sakit rujukan, penuh misalnya, bisa kita tampung di RSU Banten ke depannya. Dan saat ini kita (di Banten) baru ada lima RS rujukan yaitu RSUD Tangerang, RS Siloam, RS Drajat Prawiranegara (RSDP) Kabupaten Serang, RSU Banten dan RSUD Cilegon," katanya. Terkait pasien umum yang saat ini tengah menjalani perawatan di RSU Banten, lanjut Ati, pihaknya telah bekerja sama dengan rumah sakit terdekat. Ia juga mengaku, saat ini RSU Banten tengah melakukan perjanjian dengan RS baik milik pemerintah dan swasta. "Nanti dipindahkan. Misalkan ke RSUD Kota Serang dan rumah sakit lainnya. Sekarang lagi dilakukan perjanjian kerja terkait peralihan pasien. Dan Alhamdulillah seluruh rumah sakit juga mendukung," jelasnya. "Dan ini juga keinginan Pak Gubernur dibantu organisasi profesi seperti IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan perhimpunan dokter spesialis untuk jadi dokter Covid," sambungnya. Saat ditanya terkait data kasus positif Covid-19 di Banten, Ati menuturkan, dari hasil tracking (penelusuran) di lapangan, baru mendapatkan 23 kasus dengan rincian 16 dalam perawatan, tiga meninggal dan satu pasien sembuh. Hal itu berbeda dengan data dari Kemenkes yang menyatakan positif Corona di Banten mencapai 27 kasus. "Benar ada 27, (sisa) empat data yang kami terima ada di Banten positif pasiennya. Tap dari data domisili itu bukan tinggal di Banten tapi di Jakarta. Kita kan menggunakan azas domisili bukan azas dirawat di RS Banten. Misalkan pusat merilis kasus poistif dan itu warga Banten makanya masuk data kami. Tapi yang empat orang itu nggak masuk data, karena bukan warga Banten walaupun dirawatnya di rumah sakit rujukan di Banten," ujarnya. Ati juga beralasan, azas domisili diterapkan agar mempermudah melakukan tracking di lapangan. "Jika benar warga Banten (positif) siapa saja yang telah kontak. Kan kita melakukan penelusuran untuk memutus rantai penularan. Kalau bukan warga Banten, nggak mungkin kita tracking ke Jakarta," katanya. Selain azas domisili, pihaknya juga menunggu hasil tes lab yang dilakukan oleh pusat. "Ketika pusat katakan 47 yang positif. Kami bukan menerima begitu saja. Tapi hasil labnya yang kami mau, datanya bagaiamana. Kan kita mau ikutan ngomong harus by name by addres. Contoh dulu pertama kita umumkan, oleh pusat ditegur. Padahal data sudah kita terima dari Dirjen P2P Kemenkes, dan kami juga sudah cek memang benar warga Banten dan itu masuk data kami. Kalau sama (mengacu) data pusat nggak usah buat data. Sedangkan kita butuh buat lihat sebaran covid ada di mana, di Kota Tangerang kah, Tangsel kah, Kota Serang kah," ujarnya. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan rapid test di wilayah DKI Jakarta untuk mendeteksi sebaran virus. Salah satunya, semua warga di Jakarta Selatan menjalani tes darah. Saat ditanya terkait persiapan rapid test Covid-19, Ati mengaku, saat ini pihaknya masih menunggu arahan pusat. "Tadinya kita sudah ada penyedia yang akan melakukan tes itu. Tapi belakangan di-cancel (dibatalkan) karena penyedia harus menyediakan dua juta rapid test yang dipesan pusat. Kita berharapnya Banten juga bisa dapat rapid test dari pusat. Soal berapa banyak kita juga masih menunggu keputusan pusat, jadi saya belum bisa bicara banyak," katanya. Menurut Ati, saat ini yang diperlukan oleh rumah sakit adalah alat kesehatan (alkes) dan alat pelindung diri (APD). Ia juga mengaku, pemprov mengalami kesulitan untuk pengadaan alat-alat khusus tersebut. "Kami berharap pemerintah pusat juga dapat menertibkan perusahaan-perusahaan. Karena kami sangat kesulitan. Untuk APD saja harus inden (menunggu) dan April baru ada. Padahal ini sangat dibutuhkan," ujarnya. Terpisah, Direktur RSU Banten Danang Hamsah Nugroho membenarkan jika RSU Banten ditunjuk sebagai rumah sakit khusus penannganan Covid-19. Ia juga mengaku, pihaknya telah melakukan persiapan khusus. "Ya, kaya melakukan sterilisasi ruangan-ruangan. Tapi kita menunggu bu kadis kapan mau di-launching," kata Danang. Terkait pasien yang saat ini masih dirawat, Danang menjelaskan akan dialihkan ke sejumlah rumah sakit yang ada di Banten. "Dialihkan ke RS lain. Secara bertahap, mulai hari ini (kemarin) sampai Selasa," ujarnya.(tb)

Sumber: