Tenaga Honorer Dihapus Bertahap
JAKARTA -- Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) akan melakukan pengurangan tenaga honorer secara perlahan di pemerintah pusat maupun daerah. Pengurangan tenaga honorer akan dihapus sepenuhnya pada 2023. “Iya pelan-pelan transisinya. Masa transisi itu lima tahun sejak 2018 sampai 2023. Dalam jangka waktu tersebut silahkan para tenaga honorer mengikuti prosedur untuk seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak(PPPK) sesuai persyaratan yang ada ya,” kata Deputi Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Setiawan Wangsaatmaja di Gedung Kemenpan RB, Jakarta Selatan, Senin (27/1). Kemudian, ia mengaku dalam masa transisi ini pemerintah pusat maupun daerah masih boleh mengambil tenaga honorer. Namun harus diperhitungkan sesuai kebutuhan. Kemudian, para tenaga honorer harus diberi gaji sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) di wilayahnya. Ia mengaku belum tahu sampai kapan gaji UMR ini diberikan kepada tenaga honorer. Saat ini Kemenpan RB sedang melakukan evaluasi bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, nasib para tenaga honorer yang memang tidak sesuai persyaratan mengikuti CPNS maupun PPPK akan dibahas melibatkan berbagai kementerian. Ia menambahkan saat ini yang menjadi masalah adalah tenaga honorer yang menjadi guru di daerah. Masalah tersebut belum bisa ditangani oleh Kemenpan RB. Sehingga kedepannya hal ini akan dibahas lagi untuk mencari jalan keluarnya. “Ya para tenaga honorer yang tidak bisa ikut CPNS dan PPPK akan dipikirkan mereka akan diberikan pelatihan menjadi pengusaha atau apa. Kami punya rencana dan kami akan bahas. Yang penting itu kan tenaga-tenaga SDM harus didasarkan kepada kebutuhan analisis beban kerjanya,” kata dia. Sampai saat ini belum ada surat edaran resmi terkait penghapusan tenaga honorer. Setiawan mengaku akan mengeluarkannya bersama Kemendikbud. Tetapi ia belum bisa memastikan kapan surat edaran tersebut dikeluarkan. “Ya barangkali surat edaran dari Kemendikbud dan Kemenpan RB atau mungkin bersama nanti kurang lebih seperti itu,” kata Setiawan. Setiawan menegaskan berdasarkan Pasal 96 PP 49 Tahun 2018 pejabat pemerintah dilarang untuk mengangkat tenaga non-PNS atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. Pada Pasal 99, disebutkan kalau tenaga non-pns masih bisa tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun setelah aturan itu terbit. “Pasal 96 yang masih mengangkat itu akan dikenakan sanksi. Sanksi akan diputuskan bersama dengan kementerian terkait. Ini kan tergantung dari instansi mana,” kata dia. Setiawan juga mengatakan Kemenpan RB menyatakan instansi pemerintah pusat atau daerah yang masih melakukan pengangkatan terhadap tenaga kerja honorer akan diberikan sanksi. Menurutnya, aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018. "Jadi Pasal 96, yang masih mengangkat akan dikenakan sanksi," kata Setiawan. Kendati demikian, Ia tidak merinci mengenai sanksi tersebut. Dalam hal ini, kata Setiawan, sanksi tersebut akan diputuskan bersama dengan instansi terkait. Jika mengacu pada undang-undang yang dimaksudkan, Pasal 96 menjelaskan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. PPK dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam undang-undang itu pun tidak dijelaskan sanksi apa yang akan diberikan kepada instansi. Saat ini jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau ASN di seluruh Indonesia saat ini mencapai 4.286.918 juta orang. Sebanyak 39,1% atau sekitar 1,6 juta di antaranya adalah tenaga administrasi. Untuk itu, pemerintah sedang melakukan pembenahan komposisi dari ASN tersebut.(bis/cnn)
Sumber: