63 Persen Calon Jamaah Haji Berisiko Tinggi

63 Persen Calon Jamaah Haji Berisiko Tinggi

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah merampungkan pemeriksaan kesehatan calon jamaah haji (CJH) 2017. Dari 220 ribu CJH, lebih dari separo, 63 persen, ternyata masuk kategori jamaah lansia. Mereka di atas 60 tahun dan berisiko tinggi (risti).

Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes Eka Jusup Singka menjelaskan, jamaah lansia risti merupakan jamaah yang memiliki gangguan penyakit tertentu. Mereka perlu penanganan khusus.
Berdasar hasil pemeriksaan, penyakit jantung, pernapasan, dan diabetes melitus paling banyak ditemukan. Jamaah yang mengidap penyakit tersebut mungkin akan mengalami keterbatasan saat menjalankan rukun dan wajib haji. ”Bahkan berpotensi mengalami kesulitan dalam beribadah yang penuh dengan aktivitas fisik,” kata Eka.
Eka menambahkan, jamaah dengan risiko tinggi itu sudah mendapatkan perlakuan khusus sejak di tanah air. Ada pendampingan khusus. Hal itu tidak hanya saat mereka berangkat ke Tanah Suci, tapi sejak jauh-jauh hari. Mereka diarahkan untuk mempersiapkan kondisi fisik sebaik-baiknya. Pembinaan berlanjut hingga jamaah masuk asrama, berangkat, dan beribadah di Tanah Suci. Rangkaian itu sudah termaktub dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji. ”Dari pemeriksaan tersebut, yang tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan jemaah haji langsung disarankan untuk menunda keberangkatan. Ini direkomendasikan agar jamaah benar-benar dapat melaksanakan rukun dan wajib haji,” jelasnya. Selain itu, jamaah yang memiliki risiko tinggi akan diberi gelang risti. Ada tiga warga gelang yang diberikan sesuai dengan kondisi masing-masing. Hijau bagi yang manula tanpa penyakit, kuning bagi jamaah yang memiliki penyakit tapi berusia di bawah 60 tahun, serta merah bagi jamaah haji di atas 60 tahun dan berpenyakit. Gelang tersebut akan memudahkan tenaga kesehatan untuk mengidentifikasi kondisi jamaah dan penanganannya. ”Kami juga berikan imbauan untuk menjaga kondisi kesehatan melalui pembatasan aktivitas yang tidak penting,” ungkapnya. Kemenkes juga telah menyiapkan tenaga kesehatan di setiap kloter. Ada satu dokter dan dua perawat yang akan menampingi para jamaah sejak masuk asrama hingga di Tanah Suci. Tahun ini jumlah kloter haji mencapai 510. Untuk nonkloter, Kemenkes agak sedikit kecewa karena kuota tenaga kesehatan harus dikurangi. Jika tahun lalu jatah tenaga kesehatan nonkloter mencapai 306 orang, tahun ini jumlah itu menurun menjadi 268 orang. ”Jadi, malah menurun 38 orang. Kemenkes sudah berupaya meminta penambahan kepada menteri agama, namun belum memperoleh hasil yang memuaskan,” tuturnya. Meski begitu, pihaknya tidak putus asa. Kebutuhan tenaga kesehatan yang begitu penting membuat Kemenkes menempuh jalur lain. Menteri kesehatan saat ini tengah meminta menteri luar negeri agar penambahan tenaga kesehatan bisa diupayakan melalui visa nonhaji. Dia berharap usaha itu bisa membuahkan hasil karena tenaga kesehatan nonkloter tersebut sangat dibutuhkan untuk menangani jamaah yang justru bertambah tahun ini. (mia/c10/ang)

Sumber: