Jelang Lebaran, Ruang Permainan Mafia Pangan Semakin Sempit

Jelang Lebaran, Ruang Permainan Mafia Pangan Semakin Sempit

Keberhasilan pemerintah menjaga harga dan suplai bahan pokok menjelang lebaran, ternyata mampu mempersempit ruang gerak dari spekulan untuk mempermainkan harga.  Sampai-sampai Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengaku stres. Alasannya, harga daging ayam dan telur cepat turun. Permintaan yang tinggi ternyata “dihujani” dengan pasokan yang tinggi pula.

Ayam yang belum apkir sudah terlanjur dipotong. Sementara ayam petelur terus bertelur. Alhasil oversupply dan mengakibatkan harga turun. Sehingga para spekulan tidak bisa mempermainkan harga menjelang hari raya Idul Fitri. "Pada tahun ini dapat dijaga relatif stabil," ungkap Enggar di Jakarta, Rabu (14/6). Sementara itu, Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Imaduddin Abdullah menuturkan, penentu harga bahan pokok dilihat dari dua faktor, yakni suplai dan demand (permintaan). Biasanya menjelang puasa dan lebaran, permintaan naik. Hal itu bukan karena ingin mengkonsumsi makanan lebih banyak ketika lebaran. Melainkan karena dipersepsikan oleh masyarakat bahwa harga bahan kebutuhan pokok menjelang lebaran itu naik. "Jadi ekspektasinya naik, sehingga orang cenderung untuk beli dulu, untuk mengamankan," tutur Imaduddin Abdullah. Lebih jauh dia menuturkan jika dilihat dari suplainya, terdapat dua faktor penentu. Pertama adalah dilihat dari kondisi barang komoditas tersebut masuk masa panen sehingga harusnya suplai barang meningkat. Kedua, walaupun sudah meningkat tapi ada penimbunan. "Yang kedua inilah yang menimbulkan masalah harga bergejolak," sambungnya. Selain itu, masalah rantai distribusi yang panjang juga mempengaruhi suplai sehingga akan mempengaruhi harga juga. Jadi memang tugas pemerintah untuk memastikan suplai barang cukup. Penyelesaian permasalahan spekulan atau yang biasa disebut mafia pangan ini seolah menjadi agenda hisap jempol pemerintah semata. Harga daging sapi misalnya, pada tahun lalu pemerintah dikritik habisan lantaran rakyat baru bisa menikmati daging dengan menukar uang kisaran Rp 130.000 – Rp 150.000 untuk satu kg-nya. Fenomena anomali dengan harga yang cenderung turun lebaran tahun ini bukan berarti mafia pangan atau para spekulan sudah tidak ada lagi. Pasti ada saja yang ingin meraup untung sebesar-besarnya dengan segala cara. "Pemerintah rupanya berhasil “mengelabui” mafia pangan dengan menjaga suplai pasokan bahan pokok, melakukan pengawasan, dan menegakan hukum dengan baik," terangnya. Imaduddin melihat sejumlah kebijakan Kemendag dapat mencegah terjadinya penimbunan dan praktik sejenis. Ketika suplai terus ditingkatkan, penimbun ini tidak punya "senjata" lagi.  "Senjata" tersebut hanya akan efektif kalau bahan kebutuhan pokok langka, tapi kalau di pasar barang tetap tersedia maka otomatis akan tumpul senjata itu. Sisi lain yang memperkuat pengawalan harga bahan pokok tahun ini adalah kerja sama pemerintah pusat dan daerah yang baik. (iil/JPG)

Sumber: