Musim Hujan Tiba Waspada Puting Beliung dan Hujan Es
JAKARTA- Penduduk di Pulau Jawa harus bersabar menanti hujan. Berdasar prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), secara umum musim hujan pada 2019 terlambat datang. Selain itu, masa transisi diperkirakan dipenuhi berbagai kejadian cuaca ekstrem. ’’Musim hujan secara umum tahun 2019 mundur dari biasanya. Sebagian besar wilayah Jawa dan Bali akan mengalami musim hujan pada minggu kedua November,’’ jelas Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepuddin . Berdasar data perkiraan musim hujan BMKG, sebagian besar wilayah Jawa akan memasuki musim hujan pada dasarian (periode 10 hari) kedua hingga ketiga November. Di beberapa wilayah, musim hujan malah datang pada Desember. Musim hujan yang telat hingga Desember itu rata-rata terjadi di wilayah pesisir. Mulai dari Serang, Jakarta, Karawang, Bekasi, Indramayu, Jepara, Pati, hingga Rembang. Di Jawa Timur, seluruh wilayah di Pulau Madura diperkirakan baru merasakan musim hujan mulai dasarian pertama Desember. Demikian pula di pesisir utara Tuban, Lamongan, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, hingga ujung timur pantai Banyuwangi. Meski demikian, walaupun belum masuk musim hujan, tidak berarti tidak akan turun hujan. Hujan bisa saja terjadi karena dinamika atmosfer lokal di wilayah yang tidak seberapa luas. Miming menjelaskan, dalam masa transisi dari kemarau ke musim hujan yang lazim disebut pancaroba, banyak bahaya cuaca ekstrem yang patut diwaspadai. Di antaranya, angin kencang, puting beliung, dan hujan es. ’’Hujan-hujan berdurasi singkat dengan angin kencang dan petir juga akan banyak terjadi pada masa pancaroba,’’ ungkapnya. Dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 98 persen bencana yang terjadi pada Januari hingga Oktober 2019 merupakan bencana hidrometeorologi. ’’Puting beliung mendominasi kejadian hingga mencapai 964 kali,’’ kata Kapusdatin dan Humas BNPB Agus Wibowo. Puting beliung tidak hanya mengakibatkan korban, tetapi juga kerusakan. Berdasar data BNPB, hingga akhir Oktober 2019 tercatat 16 jiwa meninggal dan 2 lainnya hilang. Kemudian, 177 jiwa mengalami luka-luka. Rumah yang rusak mencapai puluhan ribu. Perinciannya, 1.794 unit rumah rusak berat (RB), 2.978 rusak sedang, dan 17.816 rusak ringan. Kerusakan di sektor lain seperti pendidikan mencapai 115 unit, peribadatan (93), dan kesehatan (15). Puting beliung merupakan angin kencang dengan parameter kecepatan angin yang menyertai dan waktu kejadiannya. BMKG merilis informasi seputar puting beliung. Warga bisa mengaksesnya. Fenomena puting beliung terjadi saat pancaroba, baik peralihan dari musim hujan maupun sebaliknya. Agus menjelaskan, puting beliung lebih sering terjadi saat siang atau sore. Masyarakat dapat mengenali tanda-tanda terjadinya puting beliung. Misalnya, udara panas pada malam hingga pagi, terlihat pertumbuhan awan cumulus, serta embusan udara dingin. ’’Pada awan tadi, pada pagi hari tampak di antara awan jenis awan lain yang terbatas tepi dan sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol. Lalu, awan cumulus akan berubah warna secara cepat,’’ paparnya. Bencana hidrometeorologi lain yang terjadi adalah banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Sebaran bencana tersebut kebanyakan terjadi di Pulau Jawa. Paling banyak terjadi di Jawa Tengah dengan 748 kejadian. Disusul Jawa Barat (593 kejadian), Jawa Timur (455), Aceh (149), dan Sulawesi Selatan (142). Potensi gelombang tinggi selama November perlu diwaspadai di perairan barat Sumatera hingga selatan Bali dan Nusa Tenggara Barat. (jpg)
Sumber: