Jaksa Agung Warning Kajati, Jangan Mencari Kesalahan Adminstrasi
JAKARTA - Penanganan suatu perkara korupsi tidak hanya sekadar mempidanakan pelaku dan mengembalikan kerugian negara. Namun juga dapat memberikan solusi perbaikan sistem. Sehingga perbuatan tersebut tidak dilakukan kembali. Pemberantasan korupsi wajib dilakukan secara berimbang. Sanksi pencopotan kepada yang membangkang perintah, dinilai akan lebih mengena daripada sekadar arahan semata. Hal itu ditegaskan Jaksa Agung ST Burhanuddin saat bertemu 32 Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) se-Indonesia di Jakarta, Selasa (29/10), kemarin. "Para jaksa harus dapat melakukan pendekatan hukum yang mendukung investasi. Baik di pusat maupun di daerah. Jangan mencari-cari kesalahan administrasi maupun perizinan demi mendapatkan keuntungan pribadi. Lakukan pencegahan (preventif) dan penindakan (represif). Kedua pendekatan ini harus bisa bersinergi," tegas Burhanuddin. Dalam kesempatan itu, Burhanuddin juga meminta jajaran kejaksaan meningkatkan peran dalam pengamanan dan penyelamatan aset BUMN, BUMD, dan Pemerintah Daerah. Dia berharap aset yang terbengkalai atau dikuasai pribadi maupun pihak lain dapat dipulihkan dan difungsikan kembali sesuai peruntukannya. Seperti aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Surabaya senilai Rp10 triliun yang dapat diselamatkan pihak Kejaksaan. "Selain itu, di era digital seperti sekarang jaksa juga wajib memanfaatkan sarana informasi teknologi (IT). Ini untuk mendukung kinerja kejaksaan. Saya berharap melalui sistem IT kejaksaan dapat memberikan transparansi dan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat," tutupnya. Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menegaskan apapun arahan yang dilakukan Jaksa Agung Burhanuddin terhadap jajarannya tidak akan membuahkan hasil jika hanya formalitas belaka. "Siapapun bisa memberi arahan. Apalagi kalau cuma formalitas. Nggak ada gunanya," ujar Boyamin. Menurutnya, arahan yang disampaikan seharusnya dibarengi dengan tindakan tegas. Yakni mencopot anak buah yang tidak mengikuti arahannya. "Harus tegas. Copot kalau ada Kajati atau Kajari yang membangkang. Berani tidak?," tegasnya. Dia menegaskan arahan Jaksa Agung terkait soal penanganan perkara tindak pidana korupsi bukan hal baru. "Arahan niatnya baik. Tetapi akan lebih baik lagi dibarengi dengan tindakan, kerja keras, koordinasi antar penegak hukum agar korupsi bisa diberantas," pungkasnya. Sebelumnya, saat sertijab dengan HM Prasetyo, Burhanuddin, masih irit bicara soal rencana jangka panjang. Ditanya soal prioritas program, Burhanuddin mengaku masih melakukan mapping. Saat ini dia berupaya mengawali pekerjaan rumahnya dari pembenahan SDM. "Program prioritasnya pasti akan menangani SDM dulu, supaya kita cepat bisa lari kencang," paparnya. Ia tidak menjelaskan secara detail bagian mana yang paling perlu dibenahi dari segi SDM. Namun, dengan mengumpulkan para Kajati, dia menargetkan bisa membangun komunikasi yang lebih baik untuk menata SDM. Sehari sebelumnya, saat Burhanuddin menyatakan akan mengumpulkan para Kajati, dia bahkan menargetkan setidaknya harus ada gebrakan baru di Kejagung pada periode kepemimpinannya ke depan. "Nanti pasti ada gebrakan," ungkapnya. Keterkaitannya dengan salah satu anggota PDIP juga membuat publik mempertanyakan independensi dan integritasnya. Burhanuddin adalah adik kandung TB Hasanuddin, politikus PDIP. Namun, Burhanuddin menegaskan bahwa dia tidak peduli hubungan saudara sekalipun, jika ada pihak yang korupsi, akan langsung langsung. "Kantor PDIP saja saya nggak tahu, apalagi manusianya. Nggak ada hubungannya dengan tugas pokok saya," tegas mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan TUN itu. Sementara itu, dalam sertijab kemarin, Prasetyo menyinggung hubungan Kejaksaan Agung dengan partai. Di mana sebelumnya dia sendiri juga menduduki jabatan tersebut karena aktif sebagai anggota Partai Nasdem. "Saya dulu berjuang melalui partai, memang saya akui secara terbuka," papar Prasetyo. Bahkan, dia menambahkan bahwa tidak ada jaksa agung yang tidak didukung partai politik sebelumnya. Atas dasar itulah, Prasetyo berpesan kepada Burhanuddin agar tidak mundur meski mendapat banyak komentar terkait dukungan salah satu partai politik kepada dirinya. "Jadi Pak Bur, saya pikir nggak perlu kita terlalu kecil hati kalau dalam perjalanan nanti banyak komentar, bahkan caci-maki," lanjutnya. Menurutnya, Jaksa Agung memang tidak terlepas dari jabatan politis dan bukan sekadar jabatan publik. Sehingga, suka atau tidak, bakal ada komunikasi politik di dalamnya. Prasetyo menegaskan agar kepemimpinan selanjutnya bisa meneruskan capaian-capaian yang dihasilkan di masanya kemarin. "Saya sampaikan bahwa Pak Bur adalah saya, saya adalah Pak Bur, akan ada keberlanjutan," ujar Prasetyo. Dia meminta jajaran penegak hukum lain dan masyarakat turut mendukung penegakan hukum karena tidak mungkin hanya dikerjakan oleh instansi kejaksaan saja," ujarnya. (lan/fin/rh)
Sumber: