Penetapan UMP 2020 Tidak Bulat
SERANG-Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Banten tahun 2020 tak bulat. Unsur dalam Dewan Pengupahan Provinsi Banten yaitu Pemprov Banten, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dan akademisi sepakat mengikuti Surat Edaran (SE) Menteri Tenaga Kerja (Menaker) yang menetapkan kenaikan UMP sebesar 8,51 persen. Sementara, serikat pekerja serikat buruh meminta kenaikan UMP 2019 berdasarkan inflasi daerah yakni sebesar 9,31 persen atau naik sebesar 0,80 persen. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten, Al Hamidi membenarkan jika Rapat Pleno Dewan Pengupahan tidak menghasilkan suara yang bulat. "Jadi hasilnya sepakat tidak sepakat. Kalau pemerintah, Apindo, dan akademisi masih mengacu pada PP 78 Thaun 2014 tentang Pengupahan. Kalau dari serikat sepakat, kenaikan mengacu pada inflasi dan PDRB Nasional," ujarnya kepada wartawan usai Rapat Pleno Tertutup Penetapan UMP2020 di Kantor Disnakertrans Banten, KP3B, Kota Serang, Selasa (22/10). Terkait adanya dua usulan kenaikan UMP, Al Hamidi mengaku hal itu merupakan hasil dari sebuah mekanisme. Ia menilai dalam pengambilan keputusan tidak slealu harus dengan suara bulat. "Yang kita sepakati bahwa penetapan UMP tidak melalui voting. Dan hasil hari ini kita tuangkan dalam berita acara yang nantinya akan menjadi rekomendasi untuk Gubernur Banten. Mudah-mudahan UMP Banten bisa ditetapkan sesuai jadwal yaitu 1 November 2019," ujarnya. Terkait mana usulan yang akan dipilih untuk UMP 2020, Al Hamidi mengaku hal tersebut merupak kebijakan Gubernur Banten. "Jadi Pak Gubernur (Wahidin Halim) nanti yang buat pertimbangan apakah kenaikan berdasarkan SE Menaker ataukah inflasi daerah. Dan yang harus diketahui, UMP ini merupakan batas bawah. Jadi upah minimun kabupaten/kota (UMK) tidak boleh di bawah UMP," ujarnya. Sementara, Wakil Sekjen Apindo Banten, Ahmad Muhit mengatakan, dari sisi aturan, pihaknya akan mengikuti aturan yang berlaku. Namun, dari sisi kondisi usaha di Banten secara umum belum semua perusahaan tumbuh. "Kalau regulasi kita tetap berpedoman pada PP 78 dan juga SE Menaker. Tapi kalau dilihat dari sisi usaha sih, banyak perusahaan terutama menengah ke bawah ada yang tumbuh tapi ada juga yang tidak. Kami sih inginnya enggak naik tapi flat," katanya. Menurut Muhit, pihaknya harus mematuhi aturan yang berlaku. Meski begitu, ia menilai, pleno dewan pengupahan merupakan bagian kompromi Apindo terhadap kenaikan UMP. "Kan kalau aturan kita nggak bisa nolak. Tapi bagi pengusaha menengah ke bawah, itu sangat berat untuk menaikkan upah dengan kondisi yang cukup besar ini. Namun, pada akhirnya tetap ikuti aturan yang berlaku," katanya. Di sisi lainnya, ia menilai, akibat yang akan ditimbulkan dari kenaikan baik UMP dan UMK adalah larinya pengusaha ke daerah yang UMP-nya lebih rendah dari Banten. "Namanya usaha kan nyari kenyamanan, profit (keuntunga). Dan saya meyakini kalau terus menerus naik sementara jaminan usaha belum ada maka dipastikan banyak yang lari. Lalu dari sisi produktivitas, kesungguhan usaha, daya saing kalau itu lemah, semuanya akan tutup," ujarnya. Terpisah, Ketua DPD FSPI Banten, Redi Darmana mengatakan, pihaknya mengusulkan kenaikan UMP 2020 berdasarkan inflasi daerah. Oleh karena itu, pihak serikat mengusulkan kenaikan UMP sebesar 9,31 persen. "Dalam berita acara yang direkomendasikan ke Pak Gubernur itu ada dua yang disepakati pemerintah, Apindo dan akademisi itu mengacu pada PP 78 dengan inflasi dan PDRB nasional yaitu sebesar 8,51 persen. Tapi dari unsur serikat pekerja Banten itu 9,31 persen," kata Redi. Pihaknya berharap, Gubernur Banten memutuskan UMP 2020 sesuai apa yang diinginkan oleh serikat pekerja. "Dibilang sepakat yah tidak sepakat juga. Kami inginnya Pak Gubernur mengacu pada inflasi daerah," ujarnya. (tb/tnt)
Sumber: