Suhu Panas Hingga Akhir Oktober, BMKG: Suhu Panas Siang Sentuh 38 Derajat
Jakarta -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat suhu udara pada siang hari masih terjadi di sekitar wilayah Indonesia hingga akhir Oktober 2019. Deputi bidang meteorologi BMKG, Mulyono R. Prabowo menerangkan, beberapa stasiun pengamatan BMKG mencatat suhu udara maksimum mencapai 37 derajat Celcius pada 19 Oktober 2019. BMKG mencatat suhu panas di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan masih akan terjadi hingga satu pekan ke depan. "Sekitar satu minggu ke depan masih ada potensi suhu panas terik di sekitar wilayah Indonesia," jelas Mulyono melalui keterangan resmi. Mulyono menerangkan persebaran suhu panas yang dominan di selatan Khatulistiwa erat kaitannya dengan gerak semu matahari. Kondisi ini menyebabkan radiasi matahari yang diterima sekitar wilayah Indonesia bagian Selatan relatif lebih banyak sehingga suhu udara meningkat pada siang hari. "Posisi semu matahari masih akan berlanjut ke selatan dan kondisi atmosfer yang masih cukup kering sehingga potensi awan yang bisa menghalangi terik matahari juga sangat kecil pertumbuhannya," jelasnya. Pantauan BMKG dalam dua hari terakhir mencatat atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan relatif kering sehingga sangat menghambat pertumbuhan awan. Padahal pertumbuhan awan berfungsi untuk menghalangi panas terik matahari. "Minimnya tutupan awan mendukung pemanasan permukaan hingga berdampak pada meningkatnya suhu udara pada siang hari," imbuhnya. Kendati demikian, gerak semu matahari merupakan siklus yang biasa terjadi setiap tahunnya. Dengan demikian, potensi suhu panas juga akan terulang pada periode yang sama setiap tahunnya. Pada Minggu (20/10) tiga stasiun pengamatan BMKG di Sulawesi mencatat suhu maksimum tertinggi 38,8 C di Makassar, 38,3 C di Maros, dan 37,8 derajat Celcius di Sangia Ni Bandera. Dalam satu tahun terakhir BMKG mencatat suhu maksimum pada periode Oktober 2018 mencapai 37 derajat Celcius. Suhu tersebut merupakan catatan suhu tertinggi dalam satu tahun terakhir, di mana pada periode Oktober pada 2018 tercatat suhu maksimum mencapai 37 derajat Celcius. Stasiun - stasiun meteorologi yang berada di pulau Jawa hingga Nusa Tenggara mencatatkan suhu udara maksimum terukur berkisar antara 35 derajat - 36.5 derajat Celcius pada periode 19-20 Oktober 2019. Sementara itu, stasiun meteorologi yang berlokasi di Jawa hingga Nusa Tenggara mengukur suhu udara maksimum pada akhir pekan lalu berkisar antara 35 derajat Celcius hingga 36,5 derajat Celcius. "Seperti yang kita ketahui pada bulan September, matahari berada di sekitar wilayah khatulistiwa dan akan terus bergerak ke belahan Bumi selatan hingga bulan Desember. Sehingga pada bulan Oktober ini, posisi semu matahari akan berada di sekitar wilayah Indonesia bagian Selatan (Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dsb)," tandasnya. Kondisi itu menyebabkan radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di wilayah tersebut relatif menjadi lebih banyak, sehingga akan meningkatkan suhu udara pada siang hari. Selain itu pantauan dalam dua hari terakhir, atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan relatif kering sehingga sangat menghambat pertumbuhan awan yang bisa berfungsi menghalangi panas terik matahari. Minimnya tutupan awan itu akan mendukung pemanasan permukaan yang kemudian berdampak pada meningkatnya suhu udara. Gerak semu matahari merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun. Sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya. Dalam waktu sekitar satu minggu ke depan masih ada potensi suhu terik di sekitar wilayah Indonesia. Hal itu mengingat posisi semu matahari masih akan berlanjut ke selatan dan kondisi atmosfer yang masih cukup kering. Sehingga potensi awan yang bisa menghalangi terik matahari juga sangat kecil pertumbuhannya. BMKG mengimbau masyarakat yang terdampak suhu udara panas ini untuk minum air putih yang cukup untuk menghindari dehidrasi. Selain itu, masyarakat diminta mengenakan pakaian yang melindungi kulit dari sinar matahari jika beraktivitas di luar ruangan. Masyarakat juga dinilai perlu mewaspadai aktivitas yang dapat memicu kebakaran hutan dan lahan khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi tinggi karhutla.(cnn/rep)
Sumber: