Udara Palembang Berbahaya Bagi Kesehatan

Udara Palembang Berbahaya Bagi Kesehatan

JAKARTA - Kualitas udara di wilayah Palembang, Sumatra Selatan, dilaporkan berada pada level yang berbahaya bagi kesehatan. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan kualitas udara di Palembang, Sumatra Selatan saat ini mencapai angka 821.942 atau pada level yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat sekitar. "Memang kondisi kualitas udara yang dipantau dengan konsentrasi PM10 BMKG Palembang saat ini pada level berbahaya," kata Kepala Sub Bidang (Kasubid) Informasi Pencemaran Udara BMKG, Suradi seperti dikutip di Jakarta, Selasa (15/10). Suradi mengatakan, berdasarkan pemantauan BMKG terhadap kondisi udara di Palembang, kualitas udara di sana tercatat sangat buruk atau pada level berbahaya dengan Partikulat Matter (PM)10 mencapai 821.942. Angka tersebut jauh berbeda dengan kualitas udara yang tercatat sedang dengan PM10 sekitar 51 sampai 150 pada hari sebelumnya. BMKG menyebutkan kualitas udara disebut tidak lagi sehat jika angka PM10 yang dipantau mencapai di atas 150, yakni pada rentang angka 151 sampai 350. Kemudian, ia menambahkan bahwa sangat tidak sehat jika sudah melampaui angka 351 sampai 420 dan selanjutnya menjadi berbahaya jika angkanya telah melampaui 420. Di tengah kondisi udara yang berbahaya tersebut, BMKG mengimbau masyarakat Palembang untuk meminimalisasi aktivitas di luar ruangan. Selain itu, Suradi mengimbau masyarakat untuk menggunakan masker pelindung sehingga meminimalkan dampak paparan udara terhadap kesehatan paru-paru. Selain menjelaskan kualitas udara yang buruk di Palembang, BMKG juga mencatat kualitas udara cukup sedang di daerah lain seperti Pekanbaru dengan PM10 sebesar 85.59, Jambi dengan PM10 81.87, Kototabang sebesar 62.00 dan Cibeureum dengan PM10 sebesar 57. Sementara itu, daerah Mempawah, Samarinda dan Medan mencatatkan kualitas udara cukup baik dengan PM10 sebesar 40.31, 34.72 dan 33.243 masing-masing secara berurutan, demikian Suradi. Kabut asap ekstrem yang terjadi di wilayah Palembang hari ini merupakan dampak dari kebakaran hutan dan lahan di tiga kabupaten di Sumatera Selatan. Tiga kabupaten tersebut kata Kasubdit Penanggulangan Karhutla dari Direktorat Pengendalian Karhutla, Ditjen PPI, Radian Bagiyono, yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Musi Banyuasin, dan Banyu Asin. Kondisi ini diperparah lantaran hujan belum turun di daerah Sumatera Selatan ditambah minimnya bibit awan untuk melakukan teknik modifikasi cuaca (TMC) dengan menghasilkan hujan buatan. Adapun untuk melakukan TMC bibit awan harus mencapai 70%. "TMC belum berhasil. Karena kan Sulawesi Selatan kering, bibit awannya belum banyak, belum bisa jadi hujan," ujarnya seperti dilansir Bisnis, Senin (14/10). Kendati demikian, upaya pemadaman tetap dilakukan melalui jalur darat. Di OKI, KLHK bahkan memberi bantuan kendali operasi manggala agni dari Daop Lahat dan Banyu Asin. Sementara itu dia menerangkan hingga hari ini karhutla juga sedikit terpantau di Jambi, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. "Yang Riau sudah agak bersih. Jadi konsentrasi kami di Jambi, Sumsel Kalteng, dan Kalsel," tuturnya. Hotspot juga masih terpantau di NTT, Sulawesi, dan Papua. Akan tetapi lahan yang terbakar berupa tanah mineral sehingga tidak menimbulkan kabut asap. Total hingga hari ini berdasarkan satelit NOAA kata Radian terdapat 183 hotspot, Terra/Aqua terpantau 186 hotspot. Di sisi lain, data KLHK menunjukkan kenaikan jumlah hotspot periode 1 Januari-13 Oktober 2019 dibanding periode yang sama tahun 2018. Berdasarkan satelit NOAA, hotspot pada periode 1 Januari-13 Oktober sebanyak 7.810 titik, meningkat 79,05% atau 3.448 titik dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebanyak 4.362 titik. Kenaikan tersebut juga dicatat Satelit Terra/Aqua (NASA) Conf. Level =80%. Pada periode tersebut tahun ini tercatat ada 23.882 titik panas. Jumlah ini meningkat 288,46% atau 15.603 titik pada periode yang sama tahun sebanyak 8.279 titik.(bis)

Sumber: