Sidang Pendahuluan UU KPK Hasil Revisi, Uji Materi Terburu-buru

Sidang Pendahuluan UU KPK Hasil Revisi, Uji Materi Terburu-buru

JAKARTA-- Mahkamah Konstitusi (MK) mengkritisi penomoran Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat sidang pendahuluan uji materi terhadap aturan ini, Senin (30/9). Sebagaimana diketahui, UU KPK hasil revisi hingga saat ini belum diundangkan di lembaran negara oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hakim Konstitusi, Wahiduddin Adams mengatakan, dalam petitum terkait permohonan uji formil terhadap UU KPK hasil revisi, tidak disebutkan adanya nomor aturan tersebut. Menurut Wahiduddin, hal ini mengesankan uji materi menjadi terburu-buru. "Jadi ini supaya diperhatikan dan kelihatan memang terburu-buru dan menunggu nomor dari UU yang sudah disetujui bersama. Dan memang sebagaimana kita ketahui dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan undang-undang, bahwa pembentukan undang-undang itu membutuhkan tahapan perencanaan, ini sudah, penyusunan sudah, pembahasan sudah, pengesahan itu uang belum. Karena pengesahan oleh Presiden, dan pengundangan, " ujar Wahiduddin saat sidang pendahuluan di Gedung MK, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (30/9). Sementara itu, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, mengungkapkan nantinya pemohon boleh menempuh proses perbaikan permohonan. Enny menggarisbawahi nomor undang-undang harus ditegaskan dalam perbaikan permohonan nanti. "Jadi betul sekali, harus ada kepastian bahwa apa yang sebetulnya Maz Zico ingin ajukan permohonan ke MK. Harus ada kepastian, mau melakukan uji materi yang mana ke MK. Sebab walau bagaimanapun MK tidak mungkin memutus putusannya titik-titik gitu, " ujar Enny. Sebab, kata Enny, dalam judul permohonan uji materi yang diajukan hanya diberi tulisan titik-titik sebagai objek gugatannya. "Kalau kemudian UU masih titik-titik (belum ada nomor), maka belum memiliki kekuatan yang mengikat. Kekuatan mengikat baru bisa setelah diundangkan, sehingga keluar lembaran negaranya terkait batang tubuhnya," tegasnya. Enny meminta Zico Leonard sebagai kuasa pihak pemohon untuk membaca pasal 87 UU Nomor 12 Tahun 2011. Di dalamnya, kata Enny, menyatakan bahwa UU mulai berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat saat tanggal diundangkan. "Ini kan belum ada kekuatan mengikatnya. Jadi harus dipikirkan dulu, " tegas Enny. Sebelumnya, MK menggelar sidang perdana terhadap UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi, Senin. Uji materi ini diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), selaku pemohon. Para mahasiswa ini diwakili kuasa, pemohon Zico Leonard Simanjuntak. Mereka mengajukan uji materi karena menilai UU KPK hasil revisi cacat formil dan materiil. Dari sisi formil, pemohon mempersoalkan rapat paripurna DPR saat mengesahkan revisi UU KPK. Sebagaimana diketahui, pengesahan pada 17 September lalu hanya dihadiri oleh 80 anggota DPR saja. Selain itu, proses penyusunan revisi UU KPK ini disebut tidak melibatkan masyarakat. Kemudian dari sisi materiil, pemohon mempersoalkan pasal 29 UU KPK hasil revisi. Pasal tersebut mengatur bahwa pimpinan KPK harus memenuhi syarat tidak pernah melakukan perbuatan tercela, memiliki reputasi baik dan melepaskan jabatan struktural atau jabatan lain selama menjadi pimpinan KPK. Sementara itu, untuk diketahui, hingga saat ini UU KPK hasil revisi belum disahkan dalam lembaran negara. Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK) Anwar Usman, meminta permohonan uji materi terhadap undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) diperbaiki. MK memberikan waktu perbaikan hingga 14 Oktober 2019 mendatang. Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK), Anwar Usman, mengatakan masukan dari para hakim konstitusi terhadap permohonan uji materi yang diajukan mahasiswa, pengusaha dan politikus ity sudah jelas dan lengkap. Salah satunya terkait nomor UU KPK hasil revisi yang menjadi objek permohonan uji materi. Sementara itu, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, selalu perwakilan pemohon uji materi UU KPK, mengatakan jika aturan itu tak diberikan nomor hingga hari H batas akhir perbaikan permohonan, maka permohonan tersebut tidak bisa diterima. Namun, pihaknya mengaku sudah melakukan persiapan untuk menyiasati hal itu. "Permohonan kehilangan objek (jika tidak ada nomor UU-nya). Tidak diterima. Tapi kami ada beberapa pemikiran juga untuk menyiasati. Tetapi saya tidak bisa cerita dulu. Tunggu saja sidang berikutnya,'' kata Zico. Meski demikian, Zico mengungkapkan jika mahasiswa masih berharap Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan UU KPK hasil revisi. Mereka berharap perppu bisa keluar sebelum MK memutuskan sikap soal uji materi UU KPK hasil revisi ini. "Ini adalah tempat terakhir. Jadi kalau Pak Presiden mengayomi masyarakat, mendengar suara rakyat. Harapan kami Pak Presiden mengeluarkan perppu sebagai tanggapan atas persoalan ini. Ketika mahasiswa turun ke jalan, jawaban beliau tidak, tidak ada Perppu. Tapi saat didatangi akademisi dia langsung bilang iya akan saya pertimbangkan. Kami masih berharap Pak Presiden mendengarkan suara kami," tegas Zico.(rep)

Sumber: