DPR Tunda Pengesahan RKUHP
JAKARTA -- Pimpinan DPR sepakat tidak akan mensahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), hari ini. Pengesahan RKUHP bergantung pada forum lobi antara DPR dan pemerintah yang akan dilakukan hingga 30 September 2019. Sebagai informasi, DPR diagendakan mengesahkan RKUHP pada Selasa (24/9). Namun, Ketua DPR Bambang Soesatyo menegaskan bahwa pengesahan RKUHP tidak akan dilakukan sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan sebelumnya. "Iya [pengesahan] tidak besok [Selasa (24/9)]," katanya seusai audiensi dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/9). Sejumlah pimpinan DPR dan anggota fraksi mendatangi Istana Merdeka, Senin (23/9) siang. Mereka tiba sekitar pukul 13.00 WIB dan langsung menuju Istana Merdeka untuk menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pimpinan DPR dan anggota yang hadir di antaranya adalah Ketua DPR Bambang Soesatyo, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR Utut Ardiyanto, Anggota Fraksi Nasdem Johnny G Plate, Pimpinan Fraksi Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono, dan Pimpinan Komisi III Arsul Sani. Selain itu, terlihat hadir pula Anggota Fraksi Gerindra Novita Wijayanti, Anggota Komisi Hukum DPR Erma Suryani, dan Ketua Komisi Hukum DPR Aziz Syamsuddin. Anggota parlemen masih mencoba meyakinkan pemerintah untuk mengesahkan RKUHP sesuai jadwal, yakni Selasa (24/9) pada rapat paripurna besok. Dalam pertemuan itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengakui pro dan kontra di masyarakat mengiringi pembahasan RKUHP ini. Pro dan kontra itu, menurutnya, memperkaya pembahasan di DPR. Bambang mengakui bahwa RKUHP memiliki sejumlah kelemahan. Hal itu, menurutnya, sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, Bambang mengatakan di depan Presiden bahwa DPR telah menganalisa segala kemungkinan dan upaya yang bisa dilakukan. Tak jauh berbeda, Ketua Panitia Kerja Mulfachri Harahap mengungkapkan pengesahan RKUHP tidak akan dilakukan dalam rapat paripurna terdekat. Dia menjelaskan DPR masih memiliki tiga agenda rapat paripurna hingga 30 September 2019, sebagai akhir dari tugas anggota DPR periode 2014-2019. "Sebelum itu, ada forum lobi dengan pemerintah dan DPR. Nanti kita lihat sejauh mana forum lobi itu menghasilkan sesuatu yang baik untuk kita semua," terangnya. Mulfachri mengingatkan masyarakat, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan menolak pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), melainkan meminta untuk menunda pengesahannya. Berdasar sikap presiden ini, artinya pembahasan RKUHP masih berlangsung. "Presiden bukan menolak, menunda. Kalau teman-teman melihat, mendengarkan dengan baik-baik apa yang disampaikan, presiden menyampaikan untuk menunda," kata Mulfachri, Senin (23/9). Soal apakah pembahasan RKUHP akan dilanjutkan oleh DPR periode selanjutnya atau tidak, Mulfcahri menyerahkan pada forum lobi dan tiga kali paripurna yang tersisa. Seperti diketahui, anggota DPR masih memiliki tiga rapat paripurna sebelum periode kerja mereka habis pada 30 September 2019. Dia juga menambahkan DPR membuka peluang untuk merevisi sejumlah pasal yang dianggap bermasalah dan meresahkan oleh publik. "Soal pasal-pasal bermasalah itu debatable. Kita tahu bahwa RUU KUHP sudah dibahas hampir 4 tahun, kita mendengar banyak pihak," ujar Mulfachri. Kepala Staf Presiden Moeldoko usai mendampingi Presiden Jokowi bertemu para pimpinan DPR mengatakan, pemerintah tidak mengubah sikapnya untuk menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). "Kita tunggu dari paripurna besok seperti apa. Nanti akan ada option yang berkembang di paripurna. (Tapi sikap pemerintah) tidak berubah. Sangat jelas," jelas Moeldoko. Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menambahkan, pemerintah menyerahkan mekanisme pembahasan pada rapat paripurna DPR yang akan digelar pada Selasa (23/9) besok. Selain RKUHP, pemerintah dan DPR juga belum menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan serta RUU Permasyarakatan. "Belum selesai. Besok disampaikan di paripurna. Pertanahan belum, DPR juga belum," kata Yasonna. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan terdapat kurang lebih 14 pasal RKUHP yang membutuhkan pendalaman lebih lanjut. Kendati demikian, Presiden tidak merinci 14 pasal tersebut dan tidak menyebutkan kenapa perlu didalami lebih lanjut. Seperti diketahui, Jokowi meminta DPR menunda pengesahan RUU KUHP yang kontroversial tersebut. "Saya melihat materi-materi yang ada, substansi-substansi yang ada ada kurang lebih 14 pasal. Ini yang akan kami komunikasikan, baik dengan DPR dan dengan kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan materi-materi yang ada," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Bogor, Jawa Barat.(bis/rep)
Sumber: