Pemerintah Kirim Balik Sampah Impor ke Australia
JAKARTA -- Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memulangkan sampah plastik impor asal Australia sebanyak sembilan kontainer, atau seberat 135 ton. Pemulangan ini berdasarkan hasil penindakan terhadap tiga perusahaan pengimpor. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan, ketiga perusahaan yang dimaksud antara lain PT HI, PT NHI, dan PT ART. Ketiga perusahaan itu saat ini merupakan penerima fasilitas kawasan yang memiliki aturan kepabeanan (berikat) di Tangerang, Banten. “Ketiga perusahaan ini kedapatan mengimpor limbah yang tercampur di dalamnya B3 (bahan berbahaya dan beracun). Bahkan salah satu perusahaan mengimpor tanpa dilengkapi dengan administrasi yang lengkap,” kata Heru kepada wartawan, di Terminal Peti Kemas, Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (18/9). Dia menjelaskan, pihaknya bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melakukan penindakan dan pemeriksaan di sejumlah pelabuhan terkait masuknya limbah impor. Pemeriksaan dilakukan antara lain di Pelabuhan tanjung Perak, Pelabuhan Batam, Pelabuhan Tanjung Priok, dan Tangerang. Dari pemeriksaan tersebut diketahui terdapat 23 kontainer yang sampah impornya terkontaminasi limbah B3 dan diberi rekomendasi untuk dikembalikan ke negara asalnya. Dia menjelaskan, secara keseluruhan sampah impor yang tercemar limbah B3 tersebut berasal dari negara-negara maju. Adapun negara pengekspor sampah tersebut antara lain Australia sebanyak 13 kontainer, Amerika Serikat sebanyak tujuh kontainer, Spanyol dua kontainer, dan Belgia satu kontainer. Sedangkan dari pengawasan tersebut, terdapat 79 kontainer lainnya yang dinyatakan bersih dan diberikan izin untuk digunakan sebagai bahan baku industri. Dari penindakan dan pengawasan yang dilangsungkan, dia menyebut pemerintah bakal melakukan pemulangan sampah impor yang tak sesuai ketentuan secara bertahap. Untuk tahap awal, pemulangan sampah diawali dengan sembilan kontainer menuju Australia. Secara prinsip internasional, pemulangan tersebut ditanggung oleh negara pengekspor dan dipastikan sampai ke negara tujuan. “Kami pastikan (sampah impor yang terkontaminasi, Red) ini sampai ke negara asalnya,” pungkasnya. Saat ini, kata dia, pemerintah telah melakukan proses investigasi lebih lanjut kepada tiga importir yang bersangkutan. Apabila terdapat bukti-bukti lanjutan terkait penyalahgunaan izin impor atau apapun yang menyangkut tentang ketentuan kepabeanan, dapat dimungkinkan prosesnya akan berlanjut dan diperadilkan di pengadilan. Sebagai catatan, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 tahun 2016 tentang KetentuanImpor Limbah non-B3, importir limbah harus memenuhi beberapa persyaratan terkait aspek lingkungan dan ketentuan perdagangan. Persyaratannya antara lain limbah tidak berasal dari kegiatan landfill atau tidak berupa sampah dan tak terkontaminasi B3 dan limbah lainnya. Selain itu, importir juga harus mengantongi rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk mengajukan importasi. Apabila aspek tersebut dipenuhi, surai izin impor (SPI) baru akan dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menggenapi persaratan administrasi impornya. Namun sebelum pengapalan limbah non-B3 dilakukan, barang impor tersebut juga harus diverifikasi oleh surveyor di negara pengekspor. Karena ketiga importir tak memenuhi ketentuan yang disayaratkan, kata dia, maka pemulangan sampah impor perlu dilakukan. “Sesuai ketentuan, sampah ini harus di-reekspor 90 hari sejak tanggal inward manifest ke negara asal atas biaya importir yang bersangkutan,” katanya.(rep)
Sumber: