1 September, Iuran BPJS Naik
JAKARTA - Pemerintah akan memberlakukan kenaikan BPJS Kesehatan mulai 1 September 2019. Kenaikan ini lebih cepat dari usulan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani pada 1 Januari 2020. Pemberlakuan kenaikan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani. Menteri Puan mengatakan, sebelum diterapkan, akan diterbitkan peraturan presiden pada akhir bulan ini. Setelah perpers terbit, Kementerian PMK kemudian menerbitkan aturan turunan berupaya peraturan menteri koordinator PMK. "Akan berlaku mulai 1 September," ujar Puan di Jakarta, Kamis (29/8). Puan mengungkapkan, kenaikan besaran iuran telah dibahas oleh Kementerian Keuanan (Kemenkeu) bersama komisi IX dan Komisi XI DPR. Dengan kenaikan iuran ini, Puan meminta juga dibarengi meningkatkan kinerja manajemen. Dia juga berharap, asuran kesehatan pelat merah ini tidak lagi mengalami defisit. Dengan demikian, tidak ada lagi suntikan dana dari pemerintah. Mengenai Penerima Bantuan Iuran (PBI), Puan memastikan tidak akan membebani peserta PBI. Sebab iuran tetap ditanggung oleh pemerintah. "PBI masih tetap ditanggung pemerintah," ucap Puan. Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Pieter Abdullah menilai, kenaikan BPJS Kesehatan sebagai upaya anggaran BPJS Kesehatan sehat. Oleh karena itu, kenaikan tersebut untuk dijalankan masyarakat dengan disiplin membayar premi. "Jangan sampai masyarakat minta iurannya rendah, nggak disiplin lagi, terus mintanya BPJS Kesehatan tidak defisit," ujar seperti dikutip Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (29/8). Sebelumnya kenaikan yang diusulkan Menteri Sri Mulyani menuai penolakan dari kalangan anggota dewan. Sebab kenaikan hingga 10 persen itu dinilai terlalu tinggi sehingi akan memberatkan masyarakat yang pada akhirnya akan malas untuk membayar premi. Saat itu, Sri Mulyani mengusulkan iuran kelas Mandiri I dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan. Lalu, iuran kelas Mandiri II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan. Kemudian, iuran kelas Mandiri III dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan. Usulan Sri Mulyani lebih tinggi ketimbang usulan dari Dewan Jaminan Kesehatan Nasional (DJSN). Usulan DJSN, yaitu untuk kelas I menjadi Rp120 ribu, kelas II menjadi Rp75 ribu dan kelas II di angka yang sama, Rp42 ribu. "Setiap kenaikan apapun yang cukup drastis harus dimitigasi oleh pemerintah. Jadi saya tidak sepakat kalau kenaikannya mencapai Rp100 persen," ujar Anggota Komisi XI, Ichsan Firdaus di Jakarta, Selasa (27/8). Dengan alasan itu, dia meminta pemerintah untuk mengkaji lagi kemampuan masyarakat di tengah kondisi perekonomian dunia yang sedang bergejolak ini. "Perlu dilihat apakah masyarakat mampu atau tidak. BPJS Kesehatan kan bersaing dengan perusahaan asuransi swasta," kata dia. Sementara Anggota Komisi IX dari fraksi PKB, Mafirion meminta pemerintah untuk memperbaiki tata kelola perusahaan. "Karena kenaikan iuran akan sia-sia tanpa adanya perbaikajn tata kelolla sebagai pelayanan publik," ucap dia. Adanya kenaikan iuran ini karena defisit BPJS Kesehatan tahun ini yang semula diperkirakan sebesar Rp28,3 triliun, ternyata lebih besar yakni mencapai Rp32,8 triliun. Perhitungan defisit tersebut dilihat dari defisit tahun 2018 yang menapai Rp9,1 triliun.(din/fin)
Sumber: