Gundala, Pelopor Jagoan Indonesia
Hari ini (29/8) Gundala mulai beraksi di bioskop seluruh Indonesia. Menjadi lokomotif atau awal dari lahirnya jagoan-jagoan Jagat Sinema Bumilangit. Film itu menawarkan cerita yang seru dan tegang. Tetapi tetap membumi dan relevan dengan kondisi Indonesia masa kini. Proses syuting Gundala dilakukan pada pertengahan tahun lalu. Joko Anwar menjadi sutradara sekaligus penulis naskahnya. Bukannya melanjutkan film pertamanya, Gundala Putra Petir, yang dirilis pada 1981, plot cerita justru mengambil setting yang baru. Penonton diajak ke masa Sancaka, identitas asli Gundala, hanyalah bocah cilik tak berdaya. Sancaka cilik (Muzakki Ramdhan) kehilangan orang tua. Lantas menjadi anak jalanan. Kehidupan yang keras malah membuat Sancaka tangguh. Bertahun-tahun kemudian, Sancaka dewasa (Abimana Aryasatya) bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah perusahaan percetakan. Hanya satu yang dia takutkan: petir. Suatu ketika, tubuh Sancaka tersambar petir saat hujan lebat turun di pabrik tempatnya bekerja. Bukannya tewas, Sancaka justru mendapat kekuatan sehingga menjadi jagoan bernama Gundala. Sebagai tugas pertamanya, Gundala harus melawan Pengkor (Bront Palarae), mafia berwajah cacat yang memimpin komplotan penjahat yatim piatu. Imansyah Lubis, project manager Bumilangit Studios, mengungkapkan bahwa Gundala dipilih sebagai pelopor film jagoan Bumilangit berkat popularitasnya. Jagoan ciptaan almarhum Hasmi itu bisa dibilang sebagai ikon jagoan dan komik Indonesia. ’’Penggemarnya cukup banyak dan militan,’’ ungkap Iman. Gundala sengaja diangkat dengan format reboot (memulai kisah baru dari awal). Tujuan pertama, mengajak penggemar lama Gundala bernostalgia. Karena itulah, kekuatan Gundala masih sama. Tujuan kedua, memperkenalkan Gundala yang lebih kekinian kepada generasi milenial. Di tangan Joko Anwar, Gundala hadir lebih modern dan edgy. Kostumnya tak lagi serbaketat seperti di versi komik atau film lama. Dalam film berdurasi sekitar 2 jam itu, penonton akan melihat alasan serta upaya Gundala merancang dan membuat kostumnya. ’’Desainnya lebih realistis dan ada alasan jelas dia membuat kostumnya seperti itu,’’ ujar Joko. Untuk cerita, Joko menggabungkan konsep origin (asal usul) dan tribute untuk komik Gundala ciptaan Hasmi. ’’Di komik kan Sancaka jadi ilmuwan. Di sini kami mengangkat konsep what if alias bagaimana kalau Sancaka tak jadi ilmuwan,’’ terangnya. Sebagai latar cerita kelahiran Gundala menjadi jagoan, Joko mengangkat isu kesenjangan kelas sosial yang berbuntut pada kekacauan dan kriminalitas. Nah, Gundala muncul sebagai sosok yang membawa keteraturan dalam kekacauan tersebut. ’’Kita harus menyuarakan cerita dengan riil. Nggak mungkin kita kayak film superhero Marvel yang musuhnya alien,’’ tegas Joko. Karakter Gundala dan Sancaka dirancang lebih riil. Di balik kostum gagah dan kekuatan petirnya, Sancaka menyimpan kesedihan dan kerapuhan lantaran masa lalu yang kelam. Abi, pemeran Gundala, merasa terhubung dengan tokoh yang diperankannya. ’’Gue lahir dan besar di lingkungan paling bahaya di Jakarta,’’ ucapnya. Meski begitu, Gundala merupakan salah satu film yang cukup menantang bagi Abi. Dia harus bisa memerankan sosok yang sangat ikonik. Belum lagi karakter Sancaka yang sangat kompleks. ’’Sancaka itu reaktif. Apa pun yang terjadi di sekitarnya akan dia respons,’’ kata Abi. Apakah Gundala bakal muncul lagi di film Jagat Sinema Bumilangit lainnya? ’’Yang pasti di Patriot sih muncul,’’ ujarnya. Selain itu, sebuah sekuel berjudul Gundala Putra Petir tengah disiapkan. ’’Tunggu tanggal mainnya,’’ tandas Joko. (jpg)
Sumber: