Iuran BPJS Kesehatan Naik hingga Rp40 Ribu
JAKARTA-Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Mulai dari Rp16.500 hingga Rp40 ribu. Kenaikan itu salah satu cara yang dilakukan pemerintah agar BPJS Kesehatan tidak terus mengalami tekor atau defisit. Iuran kelas 1 tercatat sebagai yang paling signifikan, dari Rp80 ribu menjadi Rp120 ribu. Lalu, iuran kelas 2 naik dari Rp51 ribu menjadi Rp80 ribu. Sementara iuran kelas 3 diusulkan naik dari Rp 25.500 menjadi Rp42 ribu. Rencana kenaikan sebesar itu mendapat pro dan kontra dari masyarakat. Ada yang setuju dan merasa keberatan dengan jumlah yang dianggap terlalu mahal itu. Iwan, salah satu warga Tangerang, mengambil kepesertaan kelas 2, meminta pemerintah untuk tidak menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kalau naik pun tidak lebih dari Rp5 ribu. "Jangan tinggi-tinggi naiknya. Kalau memang naik menjadi Rp80 ribu itu sangat mahal. Keberatan saya," ujar dia kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Senin (26/8). Berbeda dengan Lina, ibu rumah tangga yang mengambil kelas 3. Ia setuju dengan rencana kenaikan menjadi Rp42 ribu demi keuangan BPJS Kesehatan tidak defisit. "Saya setuju saja asalkan BPJS Kesehatan tetap ada. Kalau kenaikan segitu masih wajar. Dan sangat membantu masyarakat demi meringankan masyarakat untuk berobat. Tapi harus dibarengi dengan peningkatkan pelayananan di rumah sakitnya," kata dia. Menanggapi usulan kenaikan tersebut, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Pieter Abdullah mengatakan, bisa dilihat dengan dua pendekatan. Yakni pertama dibandingkan dengan nilai ekonomis fasilitas kesehatan yang diterima, kenaikan tidak kemahalan. "Fasilitas kesehatan yang diterima peserta itu komplet dan sangat meringankan beban peserta ketika mengalami sakit membutuhkan perawatan," ujar Pieter kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Senin (26/8). Pendekatan kedua, mahal atau tidak mahal dari kemampuan membayar. "Walaupun sebenarnya murah. Tapi kalau tidak mampu pasti terasa mahal. Untungnya untuk kelompok yang tidak mampu ini kan ada bantuan pemerintah," kata Pieter. "Jadi menurut saya kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak kemahalan," imbuh dia. Menurut Pieter, yang harus dibutuhkan adalah kesadaran peserta BPJS Kesehatan untuk membayar iuran tepat waktu, dan tidak ada tunggakan. "Yang perlu dibangunkan di masyarakat kesadaran bahwa iuran BPJS Kesehatan itu sesungguhnya adalah wujud semangat gotong royong. Wujud kepedulian sosial. Iuran yang kita bayarkan walaupun kita sehat sesungguhnya untuk membantu meringankan saudara-saudara kita yang sedang sakit," jelas Pieter. Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, setuju dengan kenaikan yang diusulkan DJSN Kesehatan dari tiap kelas. Usulan kenaikan untuk iuran kelas 1 tercatat sebagai yang paling signifikan, dari Rp80 ribu menjadi Rp120 ribu. Lalu, iuran kelas 2 naik dari Rp51 ribu menjadi Rp80 ribu. Sementara iuran kelas 3 diusulkan untuk naik dari Rp 25.000 ribu menjadi Rp42 ribu. "Ya, yang sesuai yang diberikan DJSN itu," kata Fachmi di Jakarta, Kamis (15/8). Mengenai kenaikan iuaran, Fachmi menegaskan pihaknya tidak ikut campur dalam penyusunan nominal iuran. Semua usulan besaran iuran dilakukan DJSN. Pihaknya hanya menyodorkan data-data besaran pengeluaran dan berbagai informasi lain. "Memang yang mengusulkan DJSN. Tapi apakah kita terlibat, tentu tidak. Kita support data. Itu saja posisi kita," ujar dia. Terkait masalah keuangan di BPJS Kesehatan, sebelumnya Presiden Jokowi meminta BPJS Kesehatan untuk memperbaiki sistem penagihan iuran kesehatan. Pasalnya defisit tahun ini diperkirakan sebesar Rp28 triliun. (din/fin)
Sumber: