Kaltim Lokasi Ibukota Baru, DPR akan Lawan Pemindahan Ibukota

Kaltim Lokasi Ibukota Baru, DPR akan Lawan Pemindahan Ibukota

JAKARTA -- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil memastikan Ibukota negara akan pindah ke Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Namun untuk lokasi persisnya belum tahu. "Kalimantan Timur, tapi lokasi spesifiknya yang belum," kata Sofyan di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (22/8). Sofyan menegaskan, pengadaan lahan untuk kebutuhan Ibukota ini masih menunggu pengumuman resmi lokasi pasti Ibukota baru oleh Presiden. Ia memastikan kebutuhan lahan Ibukota baru untuk tahap pertama memerlukan tanah seluas 3.000 hektare yang akan dimanfaatkan guna pembangunan kantor pemerintahan. "Setelah itu luas perluasannya bisa 200-300 ribu ha, sehingga bisa bikin kota, dengan taman kota yang indah, banyak tamannya, orang bisa hidup sehat dan udara bersih. Kita harapkan jadi kota menarik buat dihidupi," kata Sofyan. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta izin kepada seluruh rakyat Indonesia untuk pindah Ibukota dari Jakarta ke Pulau Kalimantan dalam Pidato Kenegaraan HUT RI-74 pada Sidang Bersama DPD dan DPR RI di Jakarta, Jumat (16/8). "Dengan memohon ridho Allah SWT, dengan meminta izin dan dukungan dari Bapak Ibu anggota dewan yang terhormat, para sesepuh dan tokoh bangsa terutama dari seluruh rakyat Indonesia, dengan ini saya mohon izin untuk memindahkan Ibukota negara kita ke Pulau Kalimantan," katanya. Namun, pada kesempatan itu, Presiden tidak menyebutkan secara spesifik provinsi atau kota mana yang akan dijadikan Ibukota baru tersebut. Ibu kota, kata dia, bukan hanya simbol identitas bangsa, tetapi juga representasi kemajuan bangsa. Dia mengatakan pemindahan Ibukota tersebut dilakukan demi terwujudnya pemerataan dan keadilan ekonomi. Di tempat terisah, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, tahap persiapan dalam rencana pemindahan Ibukota baru ke Kalimantan akan dilakukan pada 2020. "Karena memang belum ada aktivitas yang signifikan di tahun 2020, baru tahap persiapan," ujar Bambang Brodjonegoro usai menghadiri diskusi media di Jakarta, Kamis (22/8). Dia juga menegaskan, anggaran pembiayaan pemindahan ibukota ke Kalimantan tidak bergantung kepada APBN, dan pembiayaan paling besar berasal dari investasi swasta serta BUMN. Rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan akan mulai memasuki tahap groundbreaking pada 2021, di mana yang akan dibangun pertama kali merupakan pusat pemerintahan di atas lahan sekitar 3.000 sampai dengan 6.000 hektare. "Kita akan menyediakan lahan sekitar 6.000 hektare, tapi mungkin yang akan efektif 3.000 hektare," kata Menteri PPN/Kepala Bappenas tersebut. Saat diminta untuk menanggapi kemungkinan Ibukota pindah ke Kalimantan timur, khususnya Samboja, Bambang Brodjonegoro meminta publik untuk menunggu pengumuman resmi dari Presiden Joko Widodo. "Pokoknya tunggu pengumuman dari Presiden Joko Widodo," katanya sambil bercanda dengan para awak media. Sementara itu, dalam diskusi bertajuk “Tantangan Regulasi Pemindahan Ibu Kota” di Gedung DPR, kemarin, anggota Fraksi Gerindra Bambang Haryo dan anggota Fraksi PAN Yandri Soesanto menilai, pemerintah telah melangkahi kewenangan DPR terkait rencana pemindahan Ibukota negara. Pasalnya, hingga kini belum pernah membahasnya dengan parlemen mengingat proses tersebut membutuhkan undang-undang. Bambang mengatakan waktunya belum tepat untuk memindahkan Ibukota dari Jakarta ke wilayah Kalimantan. Selain tidak melibatkan parlemen, pemerintah juga tidak melibatkan perguruan tinggi dan sejumlah instansi terkait untuk membuat perencanaan pemindahan Ibukota. “Kalau dipaksakan kami akan lawan habis-habisan. Jangan sampai pemindahan Ibukota asal-asalan. Kami merasa DPR ini dilewati. Ini satu ketidakapatutan,” ujar Bambang. Sedangkan dari sisi ekonomi, Bambang mengatakan seharusnya pemerintah mengutamakan pemenuhan kebutuan pokok rakyat akibat harga listrik dan bahan pangan naik. Sedangkan Yandri mengatakan rencana pemindahan Ibukota belum memiliki kekuatan hukum sehingga pemindahan tersebut masih ilegal hingga kini. “Belum ada kekuatan hukum pemindahan Ibukota sehingga belum bisa dilaksanakan karena undang-undang belum ada,” ujar Yandri. Oleh karena itu, Yandri menilai apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi baru sifatnya pengumuman pemindahan Ibukota. Sependapat dengan Bambang, Yandri juga mengatakan dari sisi ekonomi, pemerintah dan rakyat sedang kesulitan. Pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah saja hanya 5,3 persen, atau terendah dalam sejarah negara Republik Indionesia. “Di tengah ekonomi melambat saat ini, apa kita mau pindahkan Ibukota,?” ujarnya mempertanyakan. (rep)

Sumber: