Dilaporkan ke Bareskrim, UAS Tak Akan Lari

Dilaporkan ke Bareskrim, UAS Tak Akan Lari

JAKARTA-Video lawas Ustaz Abdul Somad (UAS) terkait salib beredar. Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) melaporkan UAS ke Bareskrim dengan tuduhan dugaan penistaan agama. Ketua GMKI Korneles Jalanjinjinay menjelaskan, dalam video tersebut UAS menyatakan bahwa simbol agama itu tertentu seperti setan. ”Maka, kami melaporkannya, ini menyangkut kepentingan bangsa dan negara,” ujarnya. Dengan laporan ini, diharapkan UAS bisa segera diperiksa dan menjelaskan pernyataannya. Sehingga, bisa diketahui posisi hukumnya seperti apa. ”Seharusnya, semua menghargai dan menghormati agama masing-masing,” terangnya. Korneles baru mengetahui video itu pada Sabtu lalu (17/8). Saat ini GMKI semua cabang juga akan melaporkan ke tiap polres di kota masing-masing. ”Kalau ditanya mau bertemu, silakan. Tapi, ini negara hukum, jadi mau ketemu atau berdamai, tapi proses harus jalan,” urainya. UAS mengaku heran, video pengajiannya yang menjawab pertanyaan jemaah soal salib menjadi viral. UAS menyebut pengajiannya itu dilakukan sekitar tiga tahun lalu. Penjelasan UAS melalui pengajian diunggah oleh akun Youtube FSRMM TV pada Minggu (18/8). Video tersebut berjudul 'Klarifikasi Tentang Anggapan Ustadz Abdul Somad Menghina Kristen / Menghina Salib'. Ia memaparkan penjelasannya mengenai salib merupakan pertanyaan dari jemaah. Dia menyebut lokasi pengajian saat itu berada di Pekanbaru, Riau. "Pengajian itu lebih 3 tahun lalu. Sudah lama, di kajian subuh Sabtu, di Masjid Annur, Pekanbaru. Karena rutin pengajian di sana, satu jam pengajian dilanjutkan diteruskan dengan tanya jawab, tanya jawab," kata UAS. Ia menegaskan pengajiannya dilakukan dalam forum tertutup. Pihaknya mengaku apa yang diucapkan untuk internal jemaah yang semuanya umat Islam. "Kenapa diviralkan sekarang, kenapa dituntut sekarang? Saya serahkan kepada Allah SWT. Sebagai warga yang baik saya tidak akan lari, saya tidak akan mengadu. Saya tidak akan takut, karena saya tidak merasa bersalah, saya tidak pula merusak persatuan dan kesatuan bangsa," tuturnya. Ia menjelaskan subtansi ceramah tersebut hanya untuk menjawab pertanyaan dari jamaah tentang patung dan kedudukan Nabi Isa AS yang tertera dalam Alquran dan Sunah Nabi Muhammad SAW. "Itu pengajian di dalam masjid tertutup, bukan di stadion. Bukan di lapangan sepak bola, bukan di TV. Tapi untuk internal umat Islam menjelaskan pertanyaan tentang patung dan tentang kedudukan nabi Isa AS untuk orang Islam dalam Alquran dan sunnah Nabi Muhammad SAW," kata dia. Sementara Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengungkapkan keprihatinan dan menyesalkan beredarnya video tersebut sehingga menimbulkan polemik yang dapat mengganggu harmoni kehidupan umat beragama di Indonesia. “MUI meminta kepada aparat kepolisian untuk mengusut pengunggah pertama video yang diduga mengandung konten SARA tersebut untuk mengetahui motif, maksud dan tujuan dari pelakunya,” kata Zainut kemarin (20/8). Ia juga mengimbau kepada semua pihak untuk dapat menahan diri. Tidak terpancing dan terprovokasi oleh pihak-pihak yang sengaja ingin menciptakan keresahan di masyarakat dengan cara mengadu domba antarumat beragama. “Hati-hati dan dewasa dalam menyikapi masalah tersebut, agar tidak menimbulkan kegaduhan dan membuat masalahnya menjadi semakin besar dan melebar kemana-mana,” jelasnya. Zainut menjelaskan, MUI memahami masalah keyakinan terhadap ajaran agama adalah sesuatu yang bersifat sakral, suci dan sensitif bagi pemeluknya. Sehingga hendaknya semua pihak menghormati dan menghargai keyakinan agama tersebut. Oleh karenanya, menurut Zainut, penting bagi semua tokoh agama khususnya umat Islam untuk bersikap arif dan bijaksana dalam menyampaikan pesan-pesan agama. Menghindarkan diri dari ucapan yang bernada  menghina, melecehkan dan merendahkan simbol-simbol agama lain. “Selain dapat melukai perasaan hati umat beragama, juga tidak dibenarkan baik menurut hukum maupun ajaran agama,” jelasnya. Terhadap masalah yang menimpa Ustadz Abdul Somad, Zainut menyarankan agar para pihak menempuh jalur musyawarah dengan mengedepankan semangat kekeluargaan dan persaudaraan. “Jika jalur musyawarah/kekeluargaan tidak dapat dicapai kata mufakat, sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum maka jalur hukum adalah pilihan yang paling terhormat,” pungkasnya.(idr/tau)

Sumber: