Hati-Hati Pindahkan Ibukota ke Kalimantan
JAKARTA -- Keputusan untuk memindahkan ibukota pemerintahan ke Kalimantan harus mendapat pertimbangan mendalam. Ini lantaran wilayah Kalimantan rawan kebakaran lahan dan banyaknya lubang bekas galian tambang. Demikian dikatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Selasa (30/7). JK mengingatkan, pulau terbesar di Indonesia itu didominasi oleh lahan gambut yang mudah terbakar. "Harus hati-hati juga kalau di Kalimantan, contohnya lahan gambut banyak, bisa terbakar. Kalau di Kalimantan Timur juga banyak bekas-bekas lubang tambang," kata Wapres. Proses memilih calon ibukota pemerintahan baru tidaklah mudah karena harus mempertimbangkan syarat-syarat yang dinilai tepat menggantikan DKI Jakarta. Oleh karena itu, Wapres mengingatkan agar keputusan calon ibu kota pemerintahan baru tidak terburu-buru. "Jadi semua juga harus dipilih dengan betul. Ini memakan tempo yang panjang," ujarnya. Wapres pernah mengatakan syarat ibukota pemerintahan baru antara lain harus berada di tengah geografi Indonesia, penduduknya harus mempunyai tingkat toleransi baik, memiliki risiko kecil terhadap bencana alam dan daerah tersebut harus memiliki sedikitnya 60 ribu hektare lahan kosong. Kalimantan memang memenuhi beberapa syarat sebagai calon ibukota baru, yakni ketersediaan lahan yang luas untuk dijadikan kota baru. Namun, posisi Kalimantan tidaklah persis di tengah Indonesia secara geografis. "Ya pertama kan Kalimantan lahannya luas, kalau di Jawa kan (untuk) mendapatkan lahan besar tidak ada lagi, sulit. Tanahnya luas dan berada agak di tengah, agak ya, karena kalau persis di tengah itu Mamuju," ujarnya. Wapres juga menegaskan bahwa pemilihan Kalimantan sebagai calon ibukota pemerintahan baru masih dalam tahap studi dan kajian, sehingga belum masuk ke tahap perencanaan. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) masih membahas konsep pembangunan infrastruktur pemerintahan dan fasilitas umum untuk calon ibukota pemerintahan baru tersebut. Sarana utilitas yang perlu dibangun untuk calon ibukota pemerintah yang baru tersebut antara lain saluran multifungsi, sarana penerangan, air bersih dan minum, listrik , jalan, dan gedung perkantoran pemerintahan. Saat ini Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) masih membahas konsep pembangunan infrastruktur pemerintahan dan fasilitas umum untuk calon ibukota pemerintahan baru tersebut. Sarana utilitas yang perlu dibangun untuk calon ibukota pemerintah yang baru tersebut antara lain saluran multifungsi, sarana penerangan, air bersih dan minum, listrik , jalan, dan gedung perkantoran pemerintahan. "Ya kita lihatlah perkembangannya, ini kan jangka panjang, (perlu) biaya besar. Yang bisa dibiayai (APBN) itu kalau ada jalannya ini kemana, jembatan dimana; kalau tidak ada apa-apanya, bagaimana mau dibiayai?" kata JK. Sementara itu Gubernur Kalteng Sugianto Sabran mengaku, masih menunggu kabar dari pemerintah pusat terkait hal itu. Sugianto mengatakan, jika ditetapkan menjadi ibukota tentu masyarakat akan bersyukur. Namun, jika tidak ditetapkan sebagai ibukota, masyarakat tetap optimistis untuk terus melakukan pembangunan. Ia menambahkan, masyarakat Dayak tidak mempermasalahkan dimanapun yang akan menjadi ibukota baru. Ia tegaskan, masyarakat Dayak selalu bersabar dan mudah menerima keputusan. Rencana pemindahan ibukota diketahui telah mencuat sejak dua tahun lalu. Wacana ini kembali muncul dalam pembahasan ratas di istana pada April lalu. Presiden Joko Widodo sendiri telah meninjau empat daerah di Kalimantan yang disebut sebagai ibukota baru yakni Palangkaraya, Gunung Mas, Katingan, dan Pulang Pisau. Jika jadi dilaksanakan, pemindahan ibukota dari Jakarta diprediksi butuh biaya ekstra besar sekitar Rp466 triliun.(cnn/rep)
Sumber: