Tiga Warga Curug Jadi Tersangka Penjual Tanah Wakaf

Tiga Warga Curug Jadi Tersangka Penjual Tanah Wakaf

SERANG - Kepolisian Daerah (Polda) Banten menetapkan tiga warga Kelurahan Curug Manis, Kecamatan Curug, Kota Serang sebagai tersangka kasus penjualan tanah wakaf 1.137 meter persegi kepada SBT seharga Rp90 jua. Ketiga tersangka itu meliputi SW (55), NW (56), dan SN (44). Ketiganya masih ada ikatan keluarga. Meski demikian, ketiga tersangka itu belum ditahan oleh polda karena kooperatif dan masih pengembangan. Namun mereka wajib lapor. Tanah wakaf itu berada di Kampung Cikacung/Sibuta RT 18/RW 04, Kelurahan Curug Manis, Kecamatan Curug, Kota Serang. Kasus penjualan tanah wakaf itu terungkap atas laporan ketua RT, RW, dan tokoh masyarakat Cikacung. Semula, tanah wakaf itu untuk madrasah. Setelah dijual, di atas tanah itu dibangun rumah pribadi milik SBT. Sebelum dijual tanah itu diubah kepemilikannya menjadi tanah pribadi. Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Banten, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Edy Sumardi Priadinata mengatakan tahun 1984, almarhum Raiman mewakafkan sebidang tanah seluas 1.137 meter persegi kepada pengurus madrasah, Burohim. Tanah itu lantas dibangun madrasah oleh masyarakat setempat secara gotong royong. Kemudian pada 1993 tanah wakaf itu dibuatkan akta pengganti ikrar wakaf dan ditindaklanjuti dengan permohonan sertifikat pada 1994 atas nama pengurus madrasah sebanyak lima orang. "Setiap tahun, pengurus membayar SPPT (pajak bumi dan bangunan) dan pada tahun 2009 terbit atas nama wakaf. Namun pada tahun berikutnya, yakni 2010, terjadi pemutihan secara tiba-tiba, SPPT berubah menjadi nama Sawi yang sudah meninggal dunia tahun 2015," katanya kepada awak media saat ekspose di Markas Polda (Mapolda) Banten, Selasa (24/7). Ketika para guru pengajar berpindah tugas dan meninggal dunia serta seiring berjalannya waktu, kata Edy, di madrasah tersebut tidak ada aktivitas belajar karena ketiadaan pengajar. Situasi tersebut dimanfaatkan oleh para pelaku dengan bermodalkan SPPT. Almarhum Sawi menjual tanah itu kepada SBT. Penjualan dilakukan sebelum Sawi jatuh sakit dan akhirnya meninggal pada tahun yang sama yakni 2015. Penjualan itu berdasarkan akta jual beli (AJB) nomor 170/2015 Curug Manis. Menurut Edy, penjualan tanah wakaf itu berawal dari almarhum Sawi pada tahun 2010 memerintahkan NW sebagai menantu untuk mengubah nama wajib pajak yang semula atas nama wakaf menjadi atas nama Sawi. Pada Selasa 24 Februari 2015 terjadi jual beli terhadap tanah wakaf yang terletak di lokasi tersebut antara Sawi dan kawan-kawannya kepada SBT. "Mereka mengklaim tanah wakaf itu milik almarhum Sawi kemudian menjual tanah wakaf tersebut untuk mendapatkan keuntungan," katanya. Di tempat sama, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Mafia Tanah Direktorat Kriminal Umum Polda Banten Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Sofwan Hermanto mengatakan terungkapnya kasus itu bermula dari laporan 36 warga Curug yang merasa keberatan tanah yang mestinya untuk madrasah dijadikan tempat tinggal. "Kami lakukan penyelidikan, kita temukan keterangan paslu dokumen otentik yang dipalsukan," ungkapnya. Ia mengatakan atas kasus itu, tiga tersangka itu dikenakan Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Pasal 266 KUHP, Pasal  385 KUHP Jo 55 KUHP yakni turut serta melakukan tindakan pidana UU Nomor 41 Tahun 2004 dan/atau menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan/atau penggelapan hak atas benda tidak bergerak. Ancaman hukumannya, kurungan 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta.  (mg-04/tnt)

Sumber: